TANAH dalam AGROEKOTEKNOLOGI
Oleh
Muhammad Faiz Barchia
A. Pengertian Tanah
Tanah adalah media
berpori terbentuk pada permukaan bumi oleh proses pelapukan hasil interaksi
aktivitas biologi, geologi, hidrologi, dan iklim. Tanah berbeda dari bahan induk hasil
pelapukan batuan karena tanah telah menunjukkan stratifikasi vertikal yang
disebabkan oleh aktivitas air perkolasi dan kehidupan oganisme tanah. Tanah dari pandangan ahli kimia tanah adalah
biogeokimia sistem yang terbuka dan tersusun dari beragam komponen padatan,
cairan dan gas. Tanah sebagai sistem
yang terbuka berarti pada sistem tanah terjadi pertukaran material dan energi
dengan sistem sekitar dari atmosfer, biosfer, dan hidrosfer. Aliran material dan energi ke dan dari tanah sangat berfluktuatif
dalam kisaran waktu dan beragam antar ruang wilayah, meskipun demikian aliran
tersebut sangat signifikan dalam perkembangan pembentukan profil tanah, dan
sangat menentukan tingkat kesuburan tanah.
Tanah adalah tubuh alam (natural body) terdapat pada permukaan
bumi yang berasal dari bebatuan (natural
material) dan telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam (natural force), sehingga membentuk
regolit (lapisan berpartikel halus). Konsep tanah sebagai tutupan permukaan
bumi yang berasal dari batuan yang telah melapuk atau regolit di atas
dikembangkan oleh para ahli geologi pada akhir abad ke-18. Selanjutnya,
perkembangan pengetahuan tentang tanah sepanjang abad ke-19 sangat progresif
sehingga menuntut penyusunan konsep tentang tanah yang lebih komprehensif
berdasarkan data dan fakta dari penemuan-penemuan yang baru sepanjang abad
itu. Dan, ahli tanah pada akhir abad
ke-19 membangun konsep tentang tanah sebagai tubuh alam yang terstruktur (organized natural body). Pandangan revolusioner tentang tanah diawali
oleh Dokuchaev, seorang ahli tanah Rusia yang melakukan observasi tentang
beragam jenis tanah dan morfologinya dari beragam bentang alam. Selanjutnya
dari observasinya sekitar tahun 1870 menemukan banyak keragaman dari tanah, dan
pada suatu wilayah tertentu terdapat tanah yang mempunyai kesamaan sifat dan
morfologi dengan tanah di tempat lain dengan kondisi lingkungan pembentuk tanah
yang sama. Selanjutnya dikatakan, setiap
jenis tanah mempunyai morfologi yang unik sebagai hasil kerja dari kombinasi
iklim, material kehidupan dari tanaman dan binatang, bahan induk, topografi dan
umur dari bentang lahan. Tanah adalah
produk evolusi dan selalu berubah mengikuti waktu. Dinamika dan evolusi alami dari tanah ini
didefinisikan seperti berikut :
Tanah
adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) pada permukaan bumi yang
telah menjadi subjek oleh, atau dipengaruh oleh faktor genetik dan lingkungan;
bahan induk, iklim termasuk pengaruh temperatur dan kelembaban, organisme makro
dan mikro, dan topografi, dan semua faktor tersebut bekerja sepanjang waktu
menghasilkan suatu bentuk tanah yang berbeda dari bahan induk penyusunnya baik
sifat fisik, kimia dan biologi maupun karakteristiknya.
Dari definisi di atas terlihat bahwa tanah
berasal dari batuan yang melapuk karena pengaruh air, udara dan berbagai
organisme hidup atau mati. Dan, tanah
adalah benda alam bebas yang terus menerus berubah secara lambat (independent natural evolutionary body),
dan organisme baik mikro maupun makro sangat berperan dalam pembentukan
tanah.
Pandangan di atas lebih menitikberatkan pada
konsep tanah dari proses pembentukannya saja, atau batasan pedologi. Ilmu tanah yang bekerja pada konsep di atas lebih tertuju
pada ilmu pengetahuan alam murni yang mempelajari asal mula dan pembentukan
tanah yang tercakup dalam bidang kajian genesis dan klasifikasi tanah. Tanah
dalam kajiannya sebagai suatu hasil alami yang terbentuk dari pelapukan batuan
sebagai akibat kegiatan iklim dan organisme tanah. Ilmu tanah dalam konsep pedologi juga akan
mempelajari banyak penamaan, penyusunan sistematika, sifat kemampuan dan
penyebaran berbagai jenis tanah. Tanah
dalam ilmu pertanian juga menekankan pada peranannya sebagai tempat tumbuh dan
penyediaan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kajian tanah
dari aspek ini disebut edofologi,
ilmu yang mempelajari bahan tanah yang subur.
Tanah adalah suatu campuran bahan-bahan organik dan mineral yang mampu
mendukung kehidupan tumbuhan, Pedologi dan Edafologi dalam ilmu tanah harus terintegrasi, yaitu
ilmu yang mempelajari tanah sebagai bagian dari proses pembentukannya dan
peranan tanah sebagai media pertumbuhan tanaman. Peranan kehidupan sangat penting artinya bagi
tanah dalam pandangan kedua konsep di atas, karena di satu sisi tanah dan
sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan yang terdapat di dalam
ekosistemnya, dan di sisi yang lain tanah merupakan media yang sangat
diperlukan bagi kehidupan. Tanah merupakan medium alami tempat pertumbuhan
tanaman, berkembang biak dan mati, dan karenanya menyediakan bahan organik
selama bertahun-tahun yang dapat didaur ulang untuk penyediaan nutrisi tanaman.
Tanah menyediakan dukungan fisik yang diperlukan untuk berpegang bagi sistem
perakaran dan juga berfungsi sebagai tempat cadangan udara, air, dan nutrisi
yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Subba-Rao, 1986).
Tanah dalam Key to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1990) didefinisikan
sebagai :
Kumpulan tubuh alam di permukaan
bumi, setempat-setempat telah dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari
material bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan mendukung atau mampu
mendukung pertumbuhan tanaman di luar rumah.
Definisi di atas
tidak secara tegas dikaitkan dengan adanya horizon-horizon tanah, tetapi lebih
diutamakan adanya gejala-gejala kehidupan di dalam tanah. Tanah meliputi horizon-horizon tanah yang
terletak di atas bahan batuan dan
terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup,
bahan induk, dan relief.
Bagian dari kerak bumi di bawah tanah dikenal sebagai lapisan batuan,
sedangkan di atas lapisan batuan terdapat sekumpulan hasil lapukan, dan sering
juga ditemukan bahan-bahan lepas. Pada
lapisan hasil lapukan ini apabila terdapat gejala-gejala kehidupan maka bagian
dari profil tanah ini juga dapat diklasifikasikan ke dalam sistem tanah di
atasnya. Ini berarti yang disebut dengan
tanah bukan hanya tanah yang telah memiliki horizon-horizon atau solum tanahnya
saja, tetapi juga bagian tanah di bawah solum asalkan gejala-gejala kehidupan
masih ditemukan. Untuk lebih mudah
memberikan batasan tanah ke bagian bawah adalah batas dimana tidak ada lagi
kegiatan biologi, yang biasanya merupakan batas kedalaman perakaran tanaman
tahunan alami.
B. Tanah sebagai Sumber Daya
Alam
Tanah dikategorikan sebagai sumber daya (resource) karena tanah adalah salah satu faktor produksi yang dapat
dimobilisasikan dalam suatu proses produksi atau aktiva ekonomi sebagai modal
usaha. Tanah sebagai sumber daya alam karena tanah adalah salah satu unsur tata
lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan
manusia. Tanah dalam suatu sistem sumber daya merupakan bagian dari rantai
produksi yang harus dikelola dengan masukan teknologi sampai mendukung usaha
produksi akhir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sistem sumber daya tanah harus memperhatikan
sejumlah sumber daya suplementer seperti teknologi, modal, dan sumber daya
manusia, serta sejumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya
sistem tersebut seperti berbagai hambatan agroekologi termasuk iklim yang dapat
mempengaruhi tata produksi dalam agroekosistem.
Tanah sebagai sumber daya alam dalam sistem produksi selain bertujuan
untuk menghasilkan produk utama bahan pangan, papan dan sandang, juga dapat
menghasilkan rangkaian output suplementer yang dapat bersifat menguntungkan
seperti teknologi baru dalam lingkup agroekoteknologi, kesempatan kerja,
pengembangan wilayah. Tetapi,
pengelolaan tanah sebagai sumber daya alam juga dibatasi oleh Hukum
Termodinamika II, yaitu disamping menghasilkan produk utama juga akan
menghasilkan by product atau entropi seperti pencemaran. Pengelolaan
yang keliru terhadap sumber daya alam tanah tidak hanya akan menurunkan nilai
sumber daya tanah insitu, yaitu menurunnya produktivitas tanah dan tanah
terdegradasi, tetapi juga dapat menurunkan kualitas ekosistem di hilirnya.
Tanah sebagai sumber daya lahan pertanian mampu memenuhi 80% kebutuhan
pangan dunia, dan hanya 10% yang dihasilkan dari peternakan dan perikanan,
sehingga tanah sebagai sumber daya alam akan terus menahan beban untuk memenuhi
pangan dunia yang terus meningkat. Tanah
dalam sistem produksi pertanian bersifat spesifik lokasi, sehingga tanah dalam
agroekosistem ditentukan oleh interaksinya dengan unsur-unsur fisiko-kimia lingkungan
(iklim, radiasi matahari), biologi (tanaman, gulma, hama , organisme menguntungkan), serta kondisi
sosial ekonomi pemanfaat tanah
tersebut.
C. Agroekoteknologi
Agroekosistem adalah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara
langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan
dan/atau serat-seratan. Konsep
agrosistem ini harus berdimensi luas, meliputi produktivitas (productivity), stabilitas (stability), keberlanjutan(sustainability) dan kemerataan (equity). Agroekoteknologi mengandung
pengertian bahwa dalam upaya mengkonversi ekosistem menjadi agroekosistem
dibarengi dengan masukan teknologi pertanian yang adaptif.
Teknologi dalam agroekosistem terus berkembang, produktivitas tanah
sebagai sumber daya alam dengan beragam faktor pembatas yang sangat marjinal
untuk ekstensifikasi pertanian dapat
diatasi dengan masukan teknologi dan energi. Tetapi, kalau masukan teknologi
dan energi terus ditingkatkan tanpa mempertimbangkan karakteristik tanah,
produksi pertanian akan mengalami pelandaian (levelling off) dan suatu waktu akan mencapai titik balik. Pada titik balik tersebut sebidang sumber
daya tanah dengan beragam masukan teknologi dan energi tidak akan memberikan
hasil yang memadai lagi, bahkan akan mendatangkan kerugian. Pada titik ini
sumber daya tanah telah mengalami kemunduran sifat dan telah kehilangan daya
lentingnya.
Pemeliharaan dan pengelolaan produktivitas tanah adalah sentral dari
pengembangan agroekosistem.
Produktivitas tanah sangat tergantung pada tingkat daur ulang sumber
daya setempat dan menurunkan input dari luar sistem pada proses produksi
sehingga meningkatkan efisiensi dari luaran per unit dari sumber daya input.
Sumber daya tanah selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat nyata dalam
peningkatan produksi pangan, namun bila pengelolaannya kurang tepat akan
menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap produktivitas tanah dan
lingkungan. Usaha intensifikasi pertanian di Indonesia seringkali mengakibatkan
pengurasan hara dari dalam tanah akibat
pengangkutan panen dalam jumlah besar dan kehilangan hara oleh pencucian atau
tererosi.
Sistem pengelolaan kesuburan tanah hanya ditekankan pada pergantian hara
melalui pemupukan tanpa adanya usaha untuk mempertahankan usaha pengelolaan
kesuburan tanah secara komprehensif. Dengan demikian usaha intensifikasi ini
seringkali diikuti oleh penurunan produksi tanaman dan kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan. Pengelolaan lahan pertanian yang semakin intensif seperti
penggunaan pupuk anorganik dalam dosis tinggi secara terus menerus pada
beberapa wilayah persawahan telah menunjukkan produksi yang levelling off, dan tambahan masukan ini
tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi per satuan luas
lahan.
Pengembangan agroekosistem
pada areal tanah tropika selama ini menunjukkan tingkat produktivitas yang
rendah. Beberapa hasil penelitian dengan menggunakan beragam jenis tanaman,
baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan menunjukkan hasil yang masih
rendah yang belum sesuai dengan potensi produksi yang semestinya. Tidak tercapainya potensi produksi pada tanah
tropika ini dimungkinkan antara lain disebabkan oleh pengelolaan tanah yang
belum optimal. Sebagai contoh,
produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika di beberapa wilayah perkebunan
kelapa sawit di Indonesia ternyata masih rendah dan berada di bawah standar
potensi lahan kelas S-3.
Pengelolaan tanah menjadi
sumberdaya pertanian dan perkebunan harus memperhatikan sifat ekosistem secara
keseluruhan karena agroekosistem ini merupakan sub-sistem binaan dari ekosistem
wilayah yang sudah stabil. Pengembangan agroekosistem dengan komoditas tunggal
mudah mengalami instabilitas secara teknis, ekonomis maupun ekologis. Bila suatu wilayah hanya dikembangkan satu
komoditas unggulan, bila terjadi serangan hama atau penyakit tanaman maka
serangannya akan sporadis keseluruhan wilayah, dan kegagalan panennya akan
berimplikasi pada kestabilan ekonomi wilayah.
Pengelolaan tanah konservasi
di wilayah tropis khususnya di Indonesia menjadi penting karena untuk menjaga
lingkungan dan kelestarian tanah serta peningkatan produksi, disamping
mengurangi degradasi kesuburan tanah, erosi dan kemasaman tanah. Sistem
pengelolaan tanah pada usaha tani konservatif merupakan suatu sistem
pengelolaan lahan dan tanaman yang dikaitkan dengan sumber daya alam yaitu
iklim, teknologi termasuk konservasi tanah dan air, pola tanam tanaman semusim,
tahunan termasuk ternak dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan dan
tanaman secara berkelanjutan. Pengelolaan tanah meliputi kegiatan-kegiatan
penyusunan rencana penggunaan tanah, pembukaan lahan, pencegahan erosi,
pengolahan tanah dan pemupukan Pengelolaan tanah konservatif memberikan arti
bahwa penggunaan tanah sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pembatas agar tidak terjadi degradasi
tanah. Prinsip pengelolaan tanah
konservatif adalah menetapkan kemampuan dan kesesuaian lahan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pembatas dan menetapkan model penggunaannya
sehingga produktivitas lahan dapat berkelanjutan, mencegah degradasi tanah
dan melakukan restorasi lahan yang telah
mengalami degradasi.
0 komentar:
Posting Komentar