Minggu, 07 April 2013

Kemujaraban Al-Fatihah Yang Mengandung Kesembuhan bagi Hati dan Kesembuhan bagi Badan


Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
MADARIJUS
SALIKIN
(PENDAKIAN MENUJU ALLAH)
Penjabaran Kongkret
"Iyyaka Na 'budu wa Iyyaka Nasta'in "
(Tiga Jilid Lengkap)
Penerjemah: Kathur
Suhardi
PUSTAKA AL-KAUTSAR
Penerbit Buku Islam Utama

Kemujaraban Al-Fatihah Yang Mengandung
Kesembuhan bagi Hati dan Kesembuhan bagi Badan
Kandungan Al-Fatihah yang mampu menyembuhkan hati meru-pakan kandungannya yang paling komplit. Sumber penyakit hati dan deritanya ada dua macam: Ilmu yang rusak dan tujuan yang rusak. Dari dua sumber ini muncul dua penyakit lain: Kesesatan dan kemarahan.
Kesesatan merupakan akibat dari ilmu yang rusak, sedangkan kemarahan merupakan akibat dari tujuan yang rusak. Dua jenis penyakit ini merupakan inti dari semua jenis penyakit hati. Hidayah ke jalan yang lurus men-jamin kesembuhan dari penyakit kesesatan. Karena itu memohon hidayah ini merupakan doa yang paling wajib bagi setiap hamba, yang juga diwa-jibkan atas dirinya setiap malam dan siang, dalam setiap shalat dan saat terdesak keperluan.
Sedangkan penegasan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in secara ilmu dan ma'rifat, amal dan kondisional, menjamin kesembuhan dari penya-kit hati dan tujuan yang rusak. Sebab tujuan yang rusak ini berkaitan dengan sasaran dan sarana. Siapa yang mencari tujuan yang pasti akan ter-putus dan fana, menggunakan berbagai macam sarana untuk dapat me-raihnya, maka hal itu justru akan menjadi beban baginya dan tujuannya jelas salah.
Inilah keadaan setiap orang yang tujuannya untuk mendapatkan hal-hal selain Allah dari kalangan orang-orang musyrik, orang-orang yang hanya ingin memuaskan nafsunya, para tiranyang menopang kekuasaannya dengan segala cara, tak peduli benar maupun batil. Jika ada kebenaran yang menghambat jalan kekuasaannya, maka mereka mendepaknya. Jika tidak mampu mendepaknya, mereka akan menepis kebenaran itu, layaknya pemelihara sapi yang menyingkirkan sampah di kandang. Jika mereka tidak bisa melakukannya, mereka menghentikan langkah di jalan itu lalu mencari jalan lain. Dengan cara apa pun mereka siap menolaknya. Jika ada kebenaran yang mendukung kekuasaan, mereka mendukungnya, bukan karena itu merupakan kebenaran, tapi karena kebenaran itu yang kebetulan sejalan dengan tujuan dan nafsunya.
Karena tujuan dan sarana yang dipergunakan rusak, maka mereka adalah orang-orang yang paling menyesal dan merugi, jika tujuan yang mereka raih meleset. Merekalah orang-orang yang paling menyesal dan merugi di dunia, yaitu jika kebenaran dikatakan benar dan kebatilan dika-takan batil. Yang demikian ini seringkali terjadi di dunia. Penyesalan ini akan semakin nyata tatkala mereka meninggal dunia dan menghadap Allah serta berada di alam Barzakh.
Begitu pula orang yang mencari tujuan yang tinggi dan sasaran yang mulia, namun tidak menggunakan sarana yang mendukungnya untuk meraih tujuan itu, dia hanya mendugaduga sarana yang digunakannya itu akan mendukungnya. Keadaan orang ini tak jauh berbeda dengan orang yang pertama. Dia tidak akan mendapatkan kesembuhan dari penyakit ini kecuali dengan obat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
Obat ini mempunyai empat komposisi: Ibadah kepada Allah, perintah dan larangan-Nya, memohon pertolongan dengan beribadah kepada-Nya, tidak dengan hawa nafsu, tidak dengan pendapat manusia dan pemikirannya, tidak dengan diri manusia dan kekuatannya. Inilah unsur-unsur yang terkandung di dalam obat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Jika unsur-unsur ini diramu oleh seorang dokter yang berpengalaman, tentu akan menjadi obat yang sangat mujarab.
Hati itu mudah terjangkiti dua macam penyakit yang kronis. Jika seseorang tidak mengobatinya, tentu dia akan binasa, yaitu riya' dan taka-bur. Obat riya adalah iyyaka na'budu, sedangkan obat takabur adalah iyyaka nasta'in. Seringkali kami mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Iyyaka na'budu menolak penyakit riya', dan iyyaka nasta'in menolak penyakit takabur."
Jika seseorang diberi kesembuhan dari penyakit riya' dengan iyyaka na'budu, diberi kesembuhan dari penyakit takabur dan ujub dengan iyyaka nasta 'in, diberi kesembuhan dari penyakit kesesatan dan kebodohan dengan ihdinash-shirathal-mustaqim, berarti dia telah diberi kesembuhan dari segala macam penyakit. Namun di antara orang-orang yang menda-pat kenikmatan juga ada yang mendapat murka. Mereka adalah orang-orang yang tujuannya rusak, yang sebenarnya mengetahui kebenaran namun menyimpanginya. Ada pula di antara mereka yang adh-dhallin (sesat), yaitu mereka yang memiliki ilmu yang rusak dan tidak mengetahui kebenaran.
Tentang surat Al-Fatihah yang mengandung obat bagi penyakit badan, maka akan kami jelaskan seperti yang telah dijelaskan As-Sunnah dan dikuatkan ilmu medis serta berdasarkan pengalaman. Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari hadits Abul-Mutawakkil An-Najy, dari Abu Sa'id Al-Khudry, bahwa ada beberapa orang dari shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang melewati sebuah perkampungan Arab dalam per-jalanannya. Para penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka sebagai tamu, apalagi menjamu. Pada saat yang sama pemimpin mereka disengat hewan. Maka penduduk kampung mendatangi mereka dan ber-tanya, "Adakah kalian mempunyai mantera atau adakah di antara kalian yang bisa menyembuhkan dengan mantera?"
"Ya, ada. Tapi karena kalian tidak mau menjamu kami, maka kami tidak mau mengobati kecuali jika kalian memberikan imbalan kepada kami."
Maka penduduk kampung itu sepakat untuk memberikan beberapa ekor kambing. Maka setiap orang di antara para shahabat itu memba-cakan Al-Fatihah. Seketika itu pula pemimpin kampung itu bangkit, se-akan-akan sebelumnya dia tidak pernah sakit. Kami berkata, "Janganlah kalian terburu-buru menerima imbalan ini sebelum kita menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam."
Setelah bertemu beliau, mereka menceritakan kejadian ini. Beliau bersabda, "Apa pendapat kalian kalau memang Al-Fatihah itu benar-benar merupakan ruqyah? Terimalah imbalan itu dan sisihkan bagianku."
Hadits ini menjelaskan keampuhan Al-Fatihah yang bisa menyem-buhkan sengatan hewan, sehingga ia berfungsi sebagaimana obat, atau bahkan lebih mujarab daripada obat itu sendiri. Padahal orang yang di-sembuhkan itu tidak terlalu tepat untuk disembuhkan dengan cara terse-but, entah karena penduduk kampung itu bukan orang Muslim atau karena mereka orang-orang yang kikir. Lalu bagaimana jika yang disembuhkan tidak seperti mereka?
Sedangkan dari teori medis, dapat dibuktikan sebagai berikut, bahwa sengatan itu berasal dari hewan yang mempunyai racun, yang berarti mempunyai jiwa yang kotor dan terbentuk karena amarah, lalu menyalur-kan unsur racun yang panas lewat sengatan itu. Jika jiwa yang kotor ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya kemarahan, maka ia akan merasa senang jika dapat menyalurkan racun ke tempat yang layak mene-rimanya, sebagaimana orang jahat yang merasa senang jika dapat me-nyalurkan kejahatannya terhadap orang yang layak menerimanya. Bah-kan dia merasa tersiksa jika tidak bisa menyalurkan kejahatannya itu kepada seseorang.
Prinsip penyembuhan ialah dengan menggunakan kebalikannya dan menjaga dengan sesuatu yang serupa. Kesehatan dijaga dengan sesuatu yang serupa dan penyakit disembuhkan dengan kebalikannya. Ini merupakan hukum sebab-akibat yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah Yang Maha Bijaksana. Namun hal ini tidak akan berhasil kecuali de-ngan kekuatan jiwa pelakunya dan reaksi penerimanya. Jika jiwa orang yang disengat tidak layak menerima ruqyah itu dan jiwa yang membaca-kan ruqyah tidak mampu memberikan pengaruh apa-apa, maka kesem-buhan tidak akan berhasil.
Jadi di sini ada tiga unsur: Kesesuaian obat dengan penyakit, ke-sungguhan orang yang mengobati dan orang yang diobati bisa meneri-manya. Jika tidak ada kelaikan pada salah satu unsur ini, maka kesem-buhan tidak akan terjadi. Siapa yang bisa memahami hal ini, tentu dia bisa memahami rahasia ruqyah tersebut, bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat dan bisa mencocokkan obat dengan penyakit yang hendak diobati, seperti penggunaan pedang untuk memotong barang yang memang bisa dipotong dengan pedang itu.
Sedangkan dari kesaksian pengalaman, maka cukup banyak orang yang mengalaminya. Saya sendiri pernah mempunyai pengalaman dalam penggunaan Al-Fatihah sebagai ruqyah ini dengan hasil yang benar-benar menakjubkan, terutama pada saat-saat saya menetap di Makkah. Suatu saat saya sakit yang benar-benar amat menyiksa, hingga hampir-hampir saya tidak bisa menggerakkan badan karenanya. Padahal saat itu saya harus mengerjakan thawaf dan lain-lainnya. Maka saya segera membaca Al-Fatihah, lalu mengusapkan telapak tangan ke bagian-bagian tubuh yang sakit.
Seakan-akan dari bagian yang sakit itu ada kerikil yang jatuh. Pengalaman seperti ini tidak terjadi hanya sekali saja, tapi beberapa kali. Pernah juga saya mengambil air Zamzam lalu membacakan Al-Fatihah pada air itu dan saya meminumnya. Hasilnya, saya merasa mendapat kekuatan baru yang tidak pernah kurasakan yang seperti itu. Tentu saja semua ini harus didasari kekuatan iman dan keyakinan yang benar.

Hidayah dan Ilmu

Dari Abu Musa ra. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: "Perumpamaan ajaran yang aku diutus oleh Allah dari hidayah dan ilmu, bagaikan hujan yang lebat yang mengenai bumi. Maka diantaranya ada yang bersih, menerima air dan menumbuhkan padang ilalang dan padang rumput yang banyak, diantaranya juga terdapat yang gersang menahan air. Maka Allah memberi manfaat manusia dengannya, mereka minum, mengairi sawah dan bercocok tanam. Air hujan juga mengenai golongan tanah yang lain yang hanya berupa tanah-tanah datar dan lunak, tidak menahan air dan tidak pula menumbuhkan rerumputan. Maka demikian perumpamaan orang yang mengerti dalam agama Allah, karena bermanfaat baginya apa-apa yang aku diutus oleh Allah, maka ia menjadi alim dan mengajarkannya. Juga perumpamaan orang yang tidak mau mengangkat kepalanya (memperhatikan) dan tidak mau menerima petunjuk Allah yang aku diutusnya." (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasai, Ahmad, Abu Syaikh Al-Asfahani, dan Abu Ya'la).


Al-Qurtubi mengomentari hadits ini, katanya, "Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyerupakan ajaran yang dibawanya dengan hujan lebat sewaktu manusia membutuhkannya, begltu kondisi manusia sebelum diutusnya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana air hujan  menghidupi negeri yang mati.


Kemudian beliau memisalkan orang-orang yang mendengar dengan tanah yang bermacam-macam tempat jatuhnya hujan. Diantara mereka ada yang alim dan eramal dengan ilmunya serta mengajarkannya, mereka ini dimisalkan dengan tanah yang bagus dan subur menyerap air untuk kepentingan dirlnya dan menumbuhkan tanaman untuk orang lain.


Di antara mereka juga ada yang suka mengumpulkan ilmu dan menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu, tapi ia tidak beramal dengannya atau tidak memahami ilmu yang dikumpulkannya. Akan tetapi ia menyampaikan ilmu tersebut kepada orang lain, orang seperti ini dimisalkan dengan tanah yang air hujan menggenang padanya. Sehingga banyak orang yang mengambil manfaat daripadanya, tapi bumi yang ditempati air itu tidak mendapatkan manfaatnya.


Di antara mereka ada yang mempelajari ilmu, tetapi tidak menghafal dan mengamalkannya. Orang ini seperti tanah tandus yang membaja yang tidak menyerap air dan merugikan yang lain"

(Firqatun najiyah)

 

Followers