Manhaj Salaf

Mengapa memilih manhaj Salaf
1. Firqatun Najiyah (Golongan yang Selamat) dan Thaifatul Manshurah (Kelompok yang Menang) Pembahasan tentang Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) dan Thaifatul Manshurah (kelompok yang menang) meliputi beberapa sisi :
Pertama.
Hadits-hadits Nabi yang menjelaskan perpecahan Umat Islam. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Orang Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan Nashrani telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok dan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok” [Hadits Hasan ; sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiraqatil Umat hal. 9-10]
Dalam hal ini juga ada dari sejumlah sahabat : [a] Dari Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu dalam hadits beliau ada tambahan. “Artinya : Dan akan keluar pada umatku satu kaum yang telah merasuk mereka hawa nafsunya sebagaimana terjangkitnya penyakit anjing gila (rabies) kepada orang yang tertimpa (penyakit tersebut) tidak tinggal satu otot dan persendian pun kecuali dimasuki” [Hadits Hasan lihat refernsi diatas hal. 10-11]
[b] Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits beliau ada tambahan “Artinya : Semuanya didalam neraka kecuali satu yaitu Al-Jama’ah” [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.12-18]
[c] Dari Auf bin Malik Radhiyalahu anhu, dan ada tambahan semakna dengan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu [Hadits Hasan, lihat referensi diatas hal.18-19]
[d] Dari Abi Umamah Al-Bahiliy Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah yang panjang, dalam hadits beliau ada tambahan. “Artinya : Kelompok yang paling besar -yaitu yang selamat-” [Hadits Hasan dengan syahid-syahidnya, lihat referensi di atas, hal.19-21]
[e] Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits beliau ada tambahan seperti hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu. [Hadits Lemah, lihat referensi diatas hal.21-22]
[f] Hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyalahu ‘anhu, dalam hadits beliau ada tambahan.
“Artinya : Sebagaimana keadaanku sekarang dan para shabatku” [Hadits hasan dengan syahid-syahidnya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam juz khusus : Dar'ul Irtiyaab 'an Hadits Ma'ana Alaihi Wa Ashabihi]
Dan dalam masalah ini juga ada dari Amru bin Auf Al-Muzaniy, Abu Darda. Abu Usamah, Waatsilah bin Al-Asyqa’ dan Anas bin Malik, mereka semua bersepakat dalam hadits yang satu. [Semua sanad-sanad periwayatannya lemah sekali, sebagaimana telah saya jelaskan dalam Nushhul Umat Fi Fahmi Ahaadits Iftiratil Umat hal.22-27]
Dan dari hadits-hadits di atas terdapat penamaan kelompok yang tetap pada pokok yang telah menggigit sunnah dengan gigi gerahamnya dengan nama An-Najiyah (golongan yang selamat), karena dia selamat dari perselisihan dan akan selamat -dengan izin Allah- dari neraka.
Kedua.
Hadits-Hadits Thaifah Al-Manshurah.
[1] Dari Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak merugikannya orang yang menghina dan menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian” [Mutafaqun Alaihi dan hadits ini dari Muawiyah memiliki delapan jalan periwayatan yang telah saya takhrij dalam Allaali al-Mantsurah bi Aushaafith Thaifatil Manshurah (1)] Berkata Umair -salah satu perawi hadits- :Telah berkata Malik bin Yakhomir : Telah berkata Muadz : mereka berada di Syam. Dan berkata Muawiyah : Malik ini mengatakan bahwa dia telah mendengar Muadz bin Jabal berkata : Mereka di Syam.
[2] Hadits Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang dimenangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian” [Mutafaqun Alaihi, lihat referensi diatas (2)]
[3] Hadits Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran sampai datang hari kiamat” [Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (3)]
[4] Hadits Tsauban Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datang hari kiamat dan mereka dalam keadaan demikian” [Diriwayatkan oleh Muslim (3/65 An-Nawawiy) dan lihat referensi diatas (4)]
[5] Hadits Imraan bin Hushain Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran, mengalahkan orang yang memusuhi mereka sehingga akhirnya mereka memerangi Ad-Dajjal” [Hadits Shahih dan telah saya jelaskan dalam referensi diatas (5)]
[6] Hadits Jaabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran sampai hari kiamat ; beliau berkata lagi : Lalu turunlah Isa bin Maryam, kemudian amir mereka berkata : silahkanlah mengimami kami (dalam shalat), maka beliau menjawab : Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah amir atas sebagian yang lain sebagai pemulian Allah terhadap umat ini” [Dikeluarkan oleh Muslim (2/193 An-Nawawiy) dan lihat referensi diatas]
[7] Hadits Salamah bin Naufal Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Sekaranglah tiba peperangan, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang mengalahkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat hati-hati sejumlah kaum lalu berperang dan mendapatkan rizqi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka dalam keadaan demikian, ketahuilah bahwa istana kaum mukminin ada di Syam dan kuda perang telah diikat di ubun-ubunnya kebaikan sampai hari kiamat” [Hadits shahih atas syarat Muslim, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (7)]
[8&9] Hadits Abdillah bin Umar dan hadits Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz.
“Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku berperang diatas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengalahkan manusia, tidaklah merugikan mereka orang-orang yang menyelisihinya sampai menemui mereka dari kiamat dalam keadaan seperti itu” [Diriwayatkan oleh Muslim 13/67-68 An-Nawawiy dan lihat referensi diatas (9)]
[10] Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan perintah Allah yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya” [Hadits shahih dengan jalan-jalan periwayatannya, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (10)]
[11] Hadits Qurrah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz “Artinya : Jika penduduk Syam telah rusak maka tiada kebaikan pada kalian, senantiasa ada sekelompok dari umatku yang dimenangkan yang tidak merugikannya orang-orang yang menyelisihinya sampai datangnya hari kiamat” [Hadits shahih atas syarat Syaikhoin, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (11)]
[12] Hadits Jaabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa agama ini tegak berperang diatasnya sekelompok dari kaum muslimin sampai datangnya hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Muslim 13/66 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas (12)]
[13] Hadits Saad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu dengan dua lafadz. “Artinya : Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan agama dengan kemuliaan sampai hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Muslim 13/68 An-Nawawiy, lihat dalam referensi diatas (13)] “Artinya : Senantiasa ahlul maghrib menegakkan kebenaran sampai tegaknya hari kiamat” [Hadits hasan, sebagaimana telah saya jelaskan dalam referensi diatas (15)]
[14] Hadits Abu Inabah Al-Khaulaniy Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz. “Artinya : Senantiasa Allah menumbuhkan pada agama ini generasi yang Dia gunakan dalam ketaatannya sampai hari kiamat.
Kesimpulannya.
Hadits-hadits Ath-Thaifah Al-Manshurah mutawatir, sebagaimana telah dinyatakan oleh para ahli ilmu diantara mereka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho Shirothil Mustaqiim hal.6, As-Suyuthiy dalam Al-Azhaar Al-Mutanasirah (93) dan Syaikh kami Al-Albaaniy dalam Shalaatil ‘Idain hal.39-40 serta lainnya.
Dari hadits-hadits di atas didapatkan bahwa kelompok tersebut disifatkan dengan Al-Manshurah (yang dimenangkan) karena dia menegakkan kebenaran dan tetap teguh (komitmen) di atasnya dan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjaga dan menolong mereka sampai hari kiamat dan mereka berada dalam keadaan demikian.
Ketiga
Sifat-sifat (ciri-ciri) golongan yang selamat dan kelomppok yang dimenangkan apakah terdapat pertentangan dan perbedaan ?
Terdapat berita-berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam penentuan sifat-sifat golongan yang selamat dan kelompok yang dimenangkan baik secara manhaj atau kondisinya.
Adapun tentang manhaj mereka terdapat tiga lafadz yang menjelaskan bentuknya :
Ma anaa ‘alaihi alyauma wa ashaabii (siapa saja yang mengikuti aku dan sahabatku sekarang) sebagaimana dalam hadits Abdillah bin ‘Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu. Al-Jama’ah Sebagaimana dalam hadits Anas dan Sa’ad Radhiyallahu ‘anhuma As-sawaadul A’dzam (kelompok paling besar) sebagaimana dalam hadits Abi Umamah Radhiyallahu ‘anhu. Lafadz-lafadz hadits yang shahih ini maknanya satu dan tidak berbeda, sinonim dan tidak berselisih, segaris dan tidak bertolak belakang, sebagaimana telah dijelaskan oleh Al-Ajuuriy dalam kitabnya Asy-Syariat hal.13-15, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya : Siapakah An-Najiyah (golongan yang selamat) ? dan menjawab salam satu hadits Maa anaa ‘alaihi al-yauma wa ashaabii (siapa saja yang mengikuti aku dan sahabatku sekarang) dan dalam hadits yang kedua Al-Jama’ah serta dalam hadits yang ketiga As-Sawaadul A’dzam (kelompok paling benar) dan dalam hadits keempat Kuluhaa fii an-naari ila waahidah wa hiyaa al-jama’ah (semuanya di dalam neraka kecuali satu yaitu al-Jama’ah).
Saya Al-Ajuuriy berpendapat : Maknanya satu -Insya Allah-
Berkata Abu Usamah Al-Hilaliy : Benar dan baik, dan masalahnya seperti yang dia katakan, karena Thaifah Almanshurah (kelompok yang dimenangkan) adalah Al-Jama’ah, karena Al-Jama’ah adalah yang sesuai dengan kebenaran walaupun kamu hanya sendirian, sebagaimana yang telah didefinisikan oleh sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu.
Dari Amr bin Maimun Al-Audiy Radhiayallahu ‘anhu beliau berkata : “Artinya : Muadz bin Jabal mendatangi kami di masa Rasulullah lalu masuklah kedalam hatiku perasaan cinta kepadanya, kemudian aku bermulazamah (belajar) dengannya sampai aku memakamkannya di Syam, kemudian aku bermulazamah (belajar) kepada orang yang paling fakih setelah beliau yaitu Abdullah bin Mas’ud, kemudian pada suatu hari disebutkan kepadanya pengunduran shalat di waktunya, maka beliau berkata : shalatlah kalian di rumah-rumah kalian dan jadikanlah shalat kalian bersama mereka nafilah. Berkata Amru bin Maimuun : Dikatakan kepada Abdullah bin Mas’ud : Bagaimana sikap kami terhadap Jama’ah ? Lalu beliau menjawab kepadaku : Wahai Amru bin Maimuun sesungguhnya Jumhur Jama’ah (kebanyakan orang-orang yang berjama’ah) merekalah yang menyelisihi Al-Jama’ah, dan Al-Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun kamu sendirian” [Dikeluarkan oleh Al-Lalikaaiy dalam Syarh Ushul I'tikad Ahlus Sunnnah wa Jama'ah (160) dan Ibnu Asaakir dalam Tarikh Dimasyqi 13/322/2] Hal ini juga telah dinukilkan oleh Abu Syaamah dalam kitabnya Al-Baa’its ‘Ala Inkaril Bidaa’ wal Hawaadits hal.22 dalam rangka berhujjah dengannya untuk perkataan beliau : Dimana telah datang perintah memegang teguh Al-Jama’ah, maka yang dimaksud dengannya adalah berpegang teguh kepada kebenaran dan mengikutinya, walaupun orang yang berpegang teguh itu sedikit dan yang menyelisihinya itu banyak, karena kebenaran yang dimiliki Al-Jama’ah pertama dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya tidak memandang kepada banyaknya ahli kebatilan setelah mereka.
Ibnul Qayyim memuji perkataan ini dalam kitabnya yang hebat Ighatsatul Lahfaan Min Mashaaidisy Syaithan 1/69, dan berkata : Alangkah bagusnya perkataan Abu Muhammad bin Ismail yang dikenal dengan Abu Syaamah dalam kitabnya Alhawadits wal bida’a (lalu beliau menyebutkan ucapan tersebut).
Saya berkata : “Telah jelas bagi orang yang dapat memandang, bahwa Al-Jama’ah adalah yang sesuai dengan kebenaran walaupun sendirian dan kelompok yang dimenangkan (At-Thaifah Al Manshurah) ini disifatkan dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penegak kebenaran dan demikian juga lafadz kelompok (thaifah) terjadi pada satu atau lebih dalam bahasa Arab”.
Berkata ahli bahasa dan fiqih Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy dalam kitabnya Ta’wil Mukhtalafil Hadits hal. 45 : Mereka berkata : “Paling sedikit untuk dinamakan Jama’ah adalah tiga dan mereka salah dalam hal ini, karena Thaifah itu bisa satu dan tiga dan lebih, karena thoifah bermakna satu bagian dan satu. kadang-kadang pula bermakna satu bagian dari kaum sebagaimana firman Allah Subhnahu wa Ta’ala.
“Artinya : Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” [An-Nur : 2] Menginginkan seorang atau dua orang.
Saya berkata : Dan ini yang telah disepakati oleh para imam ahli bahasa dan agama sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya :Al-’Adillah Wasy Syawaahid ‘Ala Wujubil Akhadzi Bi Khobaril Waahid Fil Ahkaam Al-Aqaaid 1/23, maka tidak diragukan lagi (dapat dipastikan) bahwa Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang dimenangkan) ini adalah Al-Jama’ah dan dia adalah As-Sawaadul A’dzam (kelompok yang terbesar) karena dia adalah Al-Jama’ah. [Dikeluarkan oleh Abu Na'im dalam Hilyatul Auliya' 9/239]
Berkata Ibnu Hibban dalam Shahihnya 8/44 : Perintah berjama’ah dengan lafadz umum dan yang dimaksud darinya khusus ; karena Al-Jama’ah adalah ijma’ para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka barangsiapa yang berpegang teguh kepada apa yang telah mereka pahami dan menyelisihi orang-orang yang setelah mereka bukanlah termasuk orang yang menyelisihi Al-Jama’ah dan tidak juga memisahkan diri darinya. Baragsiapa yang menyelisihi mereka dan mengikuti orang-orang setelah mereka maka dia menjadi penyelisih Al-Jama’ah. Dan Al-Jama’ah setelah sahabat adalah kaum-kaum yang berkumpul padanya agama, akal, ilmu dan senantiasa meninggalkan hawa nafsu yang mereka miliki walaupun sedikit jumlah mereka dan bukanlah rakyat kecil dan awam mereka walaupun banyak jumlahnya.
Berkata Ishaaq bin Raahaawih : Seandainya kamu bertanya kepada orang yang tidak tahu (bodoh) tentang As-Sawaadul A’dzam, niscaya akan mengatakan : Jama’ah orang-orang , mereka tidak mengetahui bahwa Al-Jama’ah adalah seorang alim yang berpegang teguh kepada atsar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnahnya, maka siapa saja yang bersama dan mengikutinya maka dia adalah Al-Jama’ah. [Dikeluarkan oleh Abu Na'im dalam Hilyatul Auliya' 9/239]
Berkata Imam Asy-Syathibiy dalam kitabnya Al-Itishom 2/267 dalam menegaskan pemahaman Sunni yang shahih ini : Lihatlah pernyataannya !, niscaya akan jelas kesalahan orang yang menganggap bahwa Al-Jama’ah adalah jama’ah (sekumpulan) orang-orang walaupun tidak ada pada mereka orang yang alim, ini merupakan pemahaman orang-orang awam dan bukan pemahaman para Ulama. Hendaklah orang yang telah mendapatkan taufiq dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memantapkan pijakannya di tempat yang licin ini agar tidak tersesat dari jalan yang lurus, dan taufiq itu hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berkata Al-Laalika’iy dalam Syarh Ushul I’tikad Ahli Sunnah Wal Jama’ah 1/255 dalam menafsirkan Ath-Thaifah Al-Manshurah dan Firqatun Najiyah : Para penentang marah terhadap mereka ; karena mereka As-Sawadul A’dzam dan mayoritas yang paling banyak mereka miliki ilmu, hukum, akal, kesabaran, kekhilafahan, kepemimpinan, kekuasaan, dan politik, sedangkan mereka orang-orang yang menegakkan shalat Jum’at dan perkumpulan, shalat jama’ah dan masjid-masjid, manasik haji dan hari-hari raya, haji dan jihad dan memberikan kebaikan kepada para perantau (imigran) dan para pendatang (imigran) dan penjaga perbatasan-perbatasan dan harta kekayaan negara, merekalah orang-orang yang berjihad fi sabilillah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fataawa 3/3455 : Oleh karena itu disifatkan Firqatun Najiyah dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, merekalah mayoritas yang terbanyak dan As-Sawaadul A’dzam.
Saya berkata : “Renungkanlah kata-kata yang bernilai tinggi ini wahai Saudara dan hapalkanlah, karena hal itu dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat memahami hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdahulu dalam perpecahan umat di atas pemahaman salah orang awam dan prasangka sebagian ahli fiqih, dan dapat melenyapkan syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh para da’i kelompok-kelompok sesat yang menolak hadits-hadits tersebut dengan dakwaan bahwa hadits-hadits tersebut menyelisihi kenyataan yang ada.
Karena dia menetapkan (menghukum) mayoritas umat Islam masuk neraka dengan prasangka dari mereka bahwa mayoritas umat Islam beragama dengan kebid’ahan dan kesesatan, mereka tidak mengerti bahwa mayoritas umat Islam telah ditarik oleh fitrah mereka yang selamat kepada Aqidah yang benar -Insya Allah-, oleh karena itu tokoh-tokoh besar madzhab khalaf berangan-angan untuk mati di atas agama ‘Ajaiz (orang-orang yang masih selamat fitrahnya -pent).
Tidak diragukan lagi, Ath-Thoifah Al-Manshuraah inilah yang berada di atas pemahaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena dia berada di atas kebenaran, sedangkan kebenaran adalah apa yang telah ada diatasnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka siapa saja yang tetap teguh (komitmen) di atas apa yang ada padanya Al-Jama’ah sebelum terjadi perpecahan, walaupun sendirian, maka dia adalahj Al-Jama’ah.
dengan demikian jelaslah sudah ciri khas (syiar) manhaj Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah yaitu : Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf umat ini yaitu Muhammad dan orang -orang yang bersamanya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan berdakwah kepada persatuan umat diatas pemahaman ini, karena dia merupakan solusi yang tepat untuk mengembalikan kejayaan umat ini yang telah hilang dan mewujudkan cita-cita harapan mereka yang telah diikrarkan. Karena dia adalah agama yang dibangun diatas fitrah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyampaikan perintahNya.
Adapun kondisi keadaan Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah telah disifatkan dengan empat sifat, yaitu : Laatajaalu Tha’ifah (senantiasa ada sekelompok), ini bermakna senantiasa ada terus menerus.
Dzohiriina ‘ala al-haq (menegakkan kebenaran) ini bermakna kemenangan. Laayadzurruhum man khadzalahum walaa man khaalafahum (tidak merugikan mereka orang-orang yang mencela (menghina) dan menyelisihi mereka) bermakna membuat kemarahan ahlil bid’ah dan orang kafir. Kuluhaa fii an-naari ilaa waahidah (semuanya di neraka kecuali satu) bermakna keselamatan dari neraka. Adapun keberadaan (yang terus menerus) dan kemenangan, semua hadits-hadits At-Thaifah Al-Manshurah telah menunjukkan bahwa dia ada di atas komitment terhadap Islam sampai hari kiamat dalam keadaan demikian.
Ini merupakan sifat yang agung yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu, karena terdapat padanya mu’jizat yang sangat jelas yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, -berupa terjadinya apa yang telah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan.
Berkata Al-Manaawiy dalam Faidhul Qadir 6/395 : Terdapat padanya mu’jizat yang jelas, karena Ahlus Sunnah senantiasa menang pada setiap masa sampai sekarang, dari mulai timbulnya kebid’ahan dengan aneka ragam bentuk dan jenisnya seperti Khawarij, Mu’tazilah, Rafidhah dan yang lain belum ada seorangpun dari mereka bahkan setiap kali mereka menyalakan api peperangan Allah Subhnahu wa Ta’ala telah memadamkannya dengan cahaya Al-Kitab dan As-Sunnah, Pujian dan karunia hanya milik Allah.
Adapun untuk menjengkelkan ahli bid’ah dan orang kafir, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tanam kelompok yang baik ini lalu tumbuh tunasnya dan menguat serta tegak lurus di atas pokoknya tidak tampak bengkok bahkan kuat lagi kokoh, apabila dilihat oleh pakar pertanian yang mengetahui manakah yang tumbuh subur dan tidak subur, yang berbuah darinya dan yang tidak, niscaya mereka gembira dan menyukainya sedangkan apabila tampak dalam pandangan orang-orang sesat, pendusta, dan pembohong niscaya hati-hati mereka dipenuhi oleh kemarahan dan kebencian….katakanlah matilah kalian dengan kemarahan tersebut.
Inilah sifat generasi teladan : “Artinya : Perumpamaan mereka di Injil seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya ; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min)” [Al-Fath : 29]
Tidak diragukan lagi, ini juga merupakan sifat Ath-Thaifah Al-Manshurah Ahlil Hadits yang berjalan di atas jejak-jejak generasi awal yang menjadi teladan yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan mereka menimba dari sumber yang murni baik Al-Kitab maupun As-Sunnah.
Kesengajaan dalam menjengkelkan orang-orang kafir ini menjelaskan bahwa kelompok ini adalah tanaman yang di tanam Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dipelihara dengan pembinaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan dalil kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena kelompok ini adalah alat untuk menjengkelkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupaya mematikan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala (agama) dan memadamkan cahanya dari jiwa-jiwa kaum muslimin akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang musyrik benci dan senantiasa memenangkan agama-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.
Oleh karena itu didapatkan Ahli Bid’ah selalu membenci Ahlul Hadits dalam setiap waktu dan tempat. Berkata Abu Utsman Abdurrahman bin Isma’il Ash-Shabuniy dalam kitabnya Aqidatus Salaf Ashaabil Hadits 101-102 : Tanda-tanda Ahlul Bida’ cukup jelas bagi Ahlus Sunnah, ciri-ciri dan tanda-tanda yang paling jelas adalah besarnya kebencian mereka terhadap penyampai hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka melecehkan, menghina serta menamakan Ahlul Hadits dengan sebutan Hasyawiyah, Jahalah (orang bodoh), Zhahiriyah, dan Musyabihah dengan keyakinan mereka bahwa hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengandung ilmu sedangkan ilmu itu adalah apa yang disampaikan Syaithan kepada mereka dari hasil pikiran akal mereka yang rusak, dan was-was diri mereka yang kelam, bisikan hati-hati mereka yang kosong dari kebaikan dan perkataan mereka serta hujjah-hujjah mereka yang sangat lemah bahkan syubhat-syubhat mereka itu lemah lagi batil.
“Artinya : Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” [Muhammad : 23]
“Artinya : Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki” [Al-Hajj : 18] Berkata Ahmad bin Sinaan Al-Qaththaan yang wafat tahun 258H : Tidak ada di dunia ini seorang ahli bid’ah kecuali membenci Ahlil Hadits, maka apabila seorang berbuat kebid’ahan maka hilanglah darinya rasa manis hadits.[1]
Dan berkata Abu Nashr bin Sallam Al-Faaqih yang wafat tahun 305H : Tidak ada yang lebih berat dan lebih dibenci oleh orang-orang yang menyimpang daripada mendengar dan meriwayatkan hadits dengan sanadnya.[2]
Dari Isma’il bin Muhammad bin Ismail At-Tirmidziy, beliau berkata : Dahulu saya dan Ahmad bin Al-Hasan At-Tirmidziy bersama Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, lalu dia berkata : Wahai Abu Abdillah, mereka menceritakan kepada Abu Qahilah di Mekkah tentang Ahlil Hadits, lalu Abu Qahilah berkata : Sebuah kaum yang jelek. Lalu Ahmad bin Hanbal berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya. [3]
Berkata Al-Hakim dalam Ma’rifah Ulumil Hadits hal. 4: Demikianlah yang telah kami mengerti dalam perjalanan dan negeri-negeri kami tentang semua orang yang memiliki sesuatu penyimpangan dan kebid’ahan tidaklah memandang kepda Ath-Thaifah Al-Manshurah kecuali dengan pandangan pelecehan dan menamainya dengan Al-Hasyawiyah. Berkata Abu Haatim Arraaziy : Tanda Ahlil Bid’ah adalah mencela Ahlil Atsar, tanda zindiq adalah penamaan mereka terhadap Ahlil Atsar dengan Al-Hasyawiyah, mereka meginginkan dengannya pembatalan atsar. Tanda Qadariyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus Sunnah dengan Musyabihah dan tanda Rafidhah adalah penemaan mereka Ahlil Atsar Nabitah Nashibah. [4]
Berkata Ash-Shobuniy dalam Aqidatus Salaf hal. 105-107 : Semua ini adalah fanatisme dan itu tidak dikenal Ahlus Sunnah kecuali satu nama saja yaitu Ahlil Hadits. Kemudian beliau berkata : Aku telah melihat Ahlil Bid’ah berkaitan dengan gelaran-gelaran yang mereka tuduhkan kepada Ahlus Sunnah -(sedangkan mereka tidak mempunyai satupun dari hal-hal tersebut sebagai anugrah dan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala)- sebagaimana telah berjalan di atas jalannya kaum musyrikin -(semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat mereka)- terhadap Rasulullah karena telah memberikan celaan kepadanya, lalu sebagian orang musyrik menggelari beliau dengan gelar tukang sihir, tukang ramal (dukun), penyair, orang gila, pembohong, dan pendusta, sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh dan berlepas diri dari hal itu semuanya dan beliau hanyalah seorang Rasul dan Nabi yang terpilih, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Artinya : Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka. Mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu)” [Al-Furqaan : 9]
Demikian juga Ahlul Bid’ah -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merendahkan mereka- memberikan celaan kepada para penyebar hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penukil atsar-atsar beliau dan perawi hadits-hadits beliau yang mentauladani dan mencontoh sunnah beliau yang dikenal dengan Ashabul Hadits, lalu menggelari mereka, sebagiannya menggelari mereka Hasyawiyah, sebagiannya lagi Musyabihah, sebagiannya lagi Nabitah, sebagiannya lagi Nashibah dan sebagian yang lainnya dengan Jabariyah. Sedangkan Ashabul Hadits terjaga, berlepas diri, bersih dan suci dari celaan-celaan itu. Mereka tidak lain adalah pemilik sunnah yang cemerlang, sejarah yang diridhoi, jalan-jalan yang lurus dan hujjah-hujjah yang agung lagi kokoh, yang telah diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikuti kitabNya, wahyu dan firmanNya dan mengikuti wali-waliNya yang paling dekat serta mecontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau yang didalamnya beliau memerintahkan umatnya kepada kebaikan dalam ucapan dan perbuatan dan melarang mereka dari kemungkaran pada keduanya serta membantu mereka dalam berpegang teguh kepada sejarah beliau dan mengambil petunjuk dengan berpegang erat kepada sunnahnya.
Saya berkata : Sebagaimana telah bersekongkol umat-umat terhadap umat Islam, maka demikian juga telah kumpul bersekongkol kelompok-kelompok Ahil Bid’ah terhadap As-Salaf Ahlil Hadits, karena mereka tinggi kedudukannya di antara kelompok-kelompok tersebut sebagaimana umat Islam tinggi kedudukannya diantara umat-umat yang lain. Mereka menginginkan dengan celaan-celaan tersebut pencelaan terhadap para saksi kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana telah dilakukan oleh pendahulu mereka sebelumnya dari kaum Rafidhah, Khawarij dan Qadariyyah terhadap para pendahulu kita sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ahmad bin Sulaiman At-Tusturiy, beliau berkata : Aku telah mendengar Abu Zur’ah berkata : Jika kamu melihat seseorang melecehkan seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah dia itu Zindiq dan hal itu dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut kita adalah benar, Al-Qur’an adalah kebenaran dan yang menyampaikan Al-Qur’an dan As-Sunnah ini kepada kita hanyalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka lebih berhak dicela, mereka itu zindiq.[5]
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 4/96 : Untuk lebih menjelaskan kamu bahwa sesungguhnya orang-orang yang mencela Ahlil Hadits dan berpaling dari madzhab mereka tidak diragukan lagi adalah orang-orang bodoh, zindiq lagi munafiq. Oleh karena itu ketika sampai kepada Imam Ahmad berita tentang Abu Qahilah ketika disebutkan tentang Ahlil Hadits di Mekkah, lalu dia berkata : Satu kaum yang jelek. Lalu beliau berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya karena beliau mengetahui isi kandungan ucapan Abu Qahilah.
Saya berkata : Ya, demikianlah para Ulama Rabbani umat ini selalu waspada terhadap para da’i kesesatan dan kelompok-kelompok sesat serta pengikut mereka dalam peringatan dan perhatian orang-orang yang baik tidak terjatuh pada kelompok, tipu daya dan penipuan mereka.
Disalin dari kitab “Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy”, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly.


Mengapa memilih manhaj Salaf
2.Al-Ghuraba’
Pembahasan tentang Al-Ghuraba dapat dijabarkan dari beberapa sisi :
Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda. “Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]
[a] Hadits Abdillah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu belaiu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) beliau berkata : Ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab : Orang yang menjauhi kabilah-kabilah” [Hadits Lemah : Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab saya : Thubaa Lilghuraba' No.1]
Dan dalam riwayat lain : “Artinya : Orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak” [Shahih, sebagaimana dalam referensi terdahulu No. 1]
[b] Hadits Abdillah bin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah. “Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, mereka berlindung diantara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/76 -An-Nawawiy]
[c] Hadist Abdillah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah pada suatu hari dan kami bersama beliau. “Artinya : Beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada mentaatinya” [Hadits Shahih karena banyak jalan periwayatannya sebagaimana telah kami jelaskan dalam kitab Thubaa Lilghuraba (3)]
Dan dalam riwayat yang lain. “Artinya : Orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kiamat bersama Isa bin Maryam” [Hadits lemah sebagaimana dalam refensi diatas (3)]
[d] Hadits Ibnu Abbas [6] dan Anas bin Malik [7] semisal dengan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[e] Hadits Jaabir bin Abdillah [8] dan Sahal bin Saad [9] seperti hadits Ibnu Mas’ud dalam riwayat yang kedua. [f] Hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu beliau telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Sesunguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba), ada yang bertanya : Wahai Rasulullahj siapakah Al-Ghuraba itu ? Belaiu menjawab : Orang-orang yang berbuat kebaikan ketika manusia rusak dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sesunguhnya iman akan mengalir kembali ke Madinah sebagaimana mengalirnya air banjir, dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sungguh Islam akan kembali ke daerah dua masjid sebagaimana ular kembali berlindung ke lubangnya” [Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (10) dan hadits ini memiliki jalan periwayatan lain yang shahih dengan lafadz yang berbeda]
[g] Hadits Saad bin Abi Waqash seperti hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu [Shahih lihat referensi diatas]
[h] Hadits Amru bin Auf Al-Muzaaniy Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Sesungguhnya agama ini akan kembali ke Hijaz sebagaimana kembalinya ular ke lubangnya dan agama ini terikat di Hijaz sebagaimana terikatnya domba di puncak gunung, sesungguhnya agama ini dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing maka beruntunglah Al-Ghuraba yaitu orang-orang yang memperbaiki apa yang telah merusak orang-orang setelahku pada sunnahku” [Hadits lemah sekali] Kesimpulannya, hadits-hadits Al-Ghuraba ini adalah mutawatir sebagaimana disebutkan oleh Imam Suyuthiy dalam kitabnya Tadribur Rawiy (2/180) As-Sakhawiy dalam kitabnya Al-Maqaasidul Hasanah hal.114, Al-Ghumariy dalam komentarnya terhadap kitab Al-Maqaashidul Hasanah hal.114 dan Al-Kataaniy dalam kitabnya Nadzmul Mutanatsir hal. 33-34
Kedua
Tafsir Kata Al-Ghuraba’
Tambahan-tambahan lafadz yang menafsirkan kata Al-Ghuraba telah saya jelaskan satu persatu dan sekarang saya satukan untuk mendapatkan kesimpulan darinya.
[1] An-Nujjaa’i minal al-qobaaili [orang yang menjauhi kabilah-kabilah] Tidak saya dapatkan lafadz ini kecuali dalam hadits Abdillah bin Mas’ud dan itu hadits yang lemah, karena semua jalannya berkisar pada Abu Ishaaq As-Sabi’iy dan beliau seorang mudalis dan mukhtalath.
[2] Al-Ladzina yuslihuuna idzaa fasada an-nas [ orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]
Lafadz ini ada pada hadits Abdillah bin Mas’ud dengan sanad periwayatan yang shahih, hadits Abi Hurairah dengan sanad periwayatan yang ada padanya Bakr bin Saliim ASh-Showaaf dan belaiu perawi yang lemah akan tetapi masih mu’tabar dan dari jalan beliau juga dalam hadits Shal bin Saad As-Saa’idiy, hadits Abdurrahman bin Sannah dengan sanad yang ada padanya Ishaaq bin Abdillah bin Abi Farwah dan beliau ini matruk, hadits Saad bin Abi Waqqaash dengan sanad periwayatan yang shahih dan dalam hadits mursal Yahya bin Said dengan sanad periwayatan yang lemah, degan demikian tampaklah bahwa lafadz hadits ini shahih dan masyhur.
[3] An-naasun shalihuuna fii unaasi suu’i kastirin man ya’shi’him aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya] Lafadz tambahan dari hadits tersebut ada pada hadits Abdillah bin Amr bin Al-Ash dari riwayatnya shahih. Sedangkan As-Subkiy telah melakukan kesalahan karena menyebutkannya pada bab yang berisi kumpulan hadits-hadits yang tidak ada asalnya dalam kitab Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Thabaqaatusy Syafi’iyah 4/145 dan ini merupakan kesalahan yang besar apalagi hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dam Musnadnya.
[4] Humul mutamasikuuna bimaaa antum ‘alaihi [mereka orang-orang yang berpegang teguh dengan apa yang telah kalian miliki] Al-Ghozali menyebutkannya dalam kitab Ihya Ulumuddin 1/38 dan dikomentari oleh Al-Iraaqiy dengan berkata : Dia sampaikan dalam mensifatkan Al-Ghuraba’ dan saya tidak mengetahui asalnya. Demikian juga As-Subkiy memasukkannya kedalam hadits-hadits yang tidak ada asalnya yang terdapat dalam Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Tabaqaatusy Syafi’iyah 4/145.
[5] Al-farroruuna bidinihim yab’atsaahumu Allahu yauma al-qiyaaamati ma’a ‘isaa ibni maryam [orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kaiamat bersama Isa bin Maryam] Ada dalam hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash dengan sanad periwayatan yang lemah.
[6] Al-Ladziina yushlihuuna maa afasada an-naasu min ba’dii fii sunnatii [orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku pada sunnahku] Ada dalam hadits Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari kakeknya dan itu sangat lemah sekali.
[7] Al-ladzina yajiiduuna idzaa naqasao an-naasu [orang-orang yang menambah ketika manusia menguranginya] Ada dalam hadits Al-Muthalib bin Hanthab secara mursal.
[8] Qolu yaa Rasulullah kaifa yakuunu ghoribaa ? qola kamaa yuqolu lilrijuli fii hayi kadzaa wa kadza innahu laghoriiban [mereka bertanya ; wahai Rasulullah bagaimana akan menjadi asing ? Beliau menjawab : sebagaimana dikatakan pada seseorang di perkampungan ini dan itu sesungguhnya dia seorang yang asing]
Ada pada hadits Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.
[9] Waladziina yumassikuuna bikitaabi Allahi hiina yutraku wa ya’maluuna bilsunnati hiyna tuthfa’u [orang-orang yang berpegang teguh kepada kitabullah ketika ditinggalkan dan beramal dengan sunnah ketika dipadamkan] Ada dalam hadits Bakar bin Amru Al-Mu’aafiriy secara mu’dhol.
[10] Laayumaajuuna fiidiin Allahi walaa yakaffaruuna ahlal al-qiblah bidanbin [tidak berdijadl dalam agama dan tidak mengkafirkan ahlil kiblat karena dosanya] Ada dalam hadits Abi Darda, Anas dan Waatsilah yang semuanya diriwayatkan dengan sanad yang lemah sekali.
Kesimpulannya.
Tidak ada yang shahih dalam tafsir Al-Ghuraba’ kecuali dua tafsir yang marfu’ yaitu :
[1] Al-Ladziina yuslihuuna idzaa fasada an-nasu [orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]
[2] Annasun sholihuuna fi unaasi suu’in katsirin man ya’shiihim aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya]
Foot Note. Diriwayatkan oleh Al-Kahtib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal.73 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya diriwayatkan oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.102. Saya berkata : Sanadnya shahih.
Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal. 73-74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ” Ulumil Hadits hal.4 dan Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf hal. 104. Saya berkata :Sanadnya Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ahshabil Hadits hal. 74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya, diriwayatkan oleh Ashhabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.103 dan Ibnul Jauziy dalam Manaqib Ahmad hal. 180 serta Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah 1/38. Saya berkata : Sanadnya Shahih.
Disebutkan oleh Abu Hatim dalam tulisannya Ushul Assunnah wa I’tiqaad Addin yang dicetak dalam majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah edisi bulan Ramadhan tahun 1403 dan diriwayatkan juga oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatussalaf hal. 105 dan Allaalikaiy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 2/179. Saya berkata :Sanadnya Shahih Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Al-Kifayah hal.48 dan selainnya. Saya berkata : Dan dia shohih. Hadits lemah sebagaimana dalam refernsi diatas (4) Hadits shahih dengan banyaknya jalan periwayatan sebagaimana dalam refernsi diatas (9)
Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (7) Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (8) Disalin dari kitab “Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy”, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly.


Mengapa memilih manhaj Salaf
3. Ahlil Hadits
Pembahasan “Ahil Hadits” dilihat dari beberapa sisi :
Pertama.
Kesepakatan ahlil ilmu dan iman dalam menafsirkan Al-Firqayun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Masnhurah dengan Ahlil Hadits. Ketahuilah wahai pencari kebenaran, sesungguhnya para Ulama telah bersepakat pendapat bahwa Ahlil Hadits adalah Ath-Thoifah Al-Manshurah dan Al-Firqatun Najiyah.
Disini saya paparkan di hadapanmu sejumlah besar dari mereka sehingga kamu tidak akan mendapatkan jalan kecuali mengikuti jalan mereka dan meniti jejak langkah mereka serta mengikuti pemahaman mereka. Karena merekalah pembawa agama Rabb semesta alam yaitu orang-orang yang berbicara dengan apa yang disampaikan Al-Kitab dan menegakkan apa yang ditegakkan oleh As-Sunnah. Barangsiapa yang tidak mengikuti jalan mereka berarti telah memperbodoh diri mereka sendiri. Abdullah bin Al-Mubaarok, wafat tahun 181H Ali bin Almadiniy, wafat tahun 234H Hamad bin Hambal, wafat tahun 241H
Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy, wafat tahun 256H Ahmad bin Sinaan, wafat tahun 258H
Abdullah bin Muslim, wafat tahun 267H Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, wafat tahun 276H
Muhammad bin Hibban, wafat tahun 354H Muhammad bin Al-Husein Al-Ajuriy, wafat tahun 360H
Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaaburiy, wafat tahun 405H Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khotib An-Naisaaburiy, wafat tahun 463H Al-Husein bin Mas’ud Al-Baghawiy, wafat tahun 516H
Abdurrahman bin Al-Jauziy, wafat tahun 597H Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy, wafat tahun 676H Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah Syaikhul Islam, wafat tahun 728H Ishaaq bin Ibarahim Asy-Syaatibiy, wafat ahun 790H Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqaalaaniy, wafat tahun 881H [1]
Semua iman-imam tersebut -dan yang lainnya pun banyak- telah menegaskan bahwa Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah Ahlil Hadits dan tidaklah tersesat orang yang mengambil teladan perkataan dan meniti jejak langkah mereka. Bagaimana tidak, sedang mereka adalah satu kaum yang tidak memcelakakan orang-orang yang duduk bersamanya.
An-Nawawiy telah menukilkan kesepakatan ahli ilmu dalam hal ini dalam kitabnya Tahdzib Al-Asma’ wal Lughat, lalu berkata ; padahal mereka sendiri memiliki keutamaan yang besar dan dalam menjaga ilmu merupakan bukti kebesaran, sehingga dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina” Seluruh ulama atau mayoritasnya berpendapat bahwa mereka adalah pemikul ilmu.
Kedua.
Siapakah Salaf Ahli Hadits ?
Mereka adalah orang yang berjalan di atas manhaj para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah serta mendahulukannya atas sekalian pendapat baik dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik atau perkara apa saja dari perkara-perkara kehidupan yang kecil ataupun yang besar.
Dan mereka adalah orang-orang yang komitmen (kokoh pendiriannya) dalam pokok-pokok agama dan cabangnya di atas wahyu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada hamba dan RasulNya serta orang pilihan dari makhlukNya Muhammad bin Abdillah.
Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan dakwah kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, -baik perkataan, amalan maupun perbuatan- dengan segala kesungguhan, tekad, jujur dan istiqomah.
Merekalah orang-orang yang menghunus pedang ilmu dan menegakkan kebenaran yang telah asing sebagai upaya untuk menghilangkan penyimpangan orang-orang yang keterlaluan, ajaran orang-orang yang sesat dan ta’wilnya orang-orang bodoh dari agama dan pemeluknya.
Mereka orang-orang yang berjihad menhadapi semua kelompok-kelompok yang telah menyimpang dari manhaj para sahabat baik dia itu Mu’tazilah atau Khawarij atau Syi’ah Rafidhah atau Murji’ah atau Shufiyah atau Bathiniyah dan semua orang yang menimpang dari petunjuk dan mengikuti hawa nafsu pada setiap zaman dan tempat tidaklah mereka menghiraukan celaan orang yang mencela dalam hal itu.
Merekalah orang-orang yang bergerak mewujudkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali-Imron : 103] Merekalah orang-orang yang mempraktekkan firman Allah Subhnahu wa Ta’ala :
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” [An-Nur : 63] Dan firman-Nya. “Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka” [Al-Ahzab : 36]
Sehingga mereka menjadi orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah Allah Subhnahu wa Ta’ala dan RasulNya dan menjadi orang yang paling jauh dari fitnah-fitnah yang tampak atau yang tidak tampak.
Merkalah orang-orang yang menjadikan jalan hidup mereka. “Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisaa : 65] Sehingga mereka mengagungkan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah dengan benar dan mengedepankannya atas semua perkataan manusia, berhukum kepadanya dengan penuh keridhoan dan kelapangan dada tanpa ada kesempitan dan keengganan. Mereka berserah diri penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan semua sisi kehidupan mereka.
Salaf Ahli Hadits dengan makna ini sangat luas cakupannya, sampai mencakup ribuan para Ulama amilin (yang beramal dengan ilmunya) yang telah termuat nama-nama mereka di dalam catatan sejarah dan buku-buku telah penuh dalam menyebut mereka. Mereka telah mengangkat kejayaan zaman dengan ilmu, keutamaan dan amal mereka.
Barangsiapa yang ingin mengetahui hakekatnya tidak ada pilihan baginya kecuali kembali kepada buku-buku dan karya-karya yang ada, dan disini saya jelaskan tingkatan-tingkatan mereka (thabaqat mereka) :
Mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya yang telah beriman, melihat beliau dan mati dalam keadaan Islam, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Khulafa’ur Rasyidin, kemudian sepuluh orang yang telah dipersaksikan sebagai ahli syurga.
Mereka tokoh-tokoh tabi’in, diantara tokoh-tokoh mereka Uwais Al-Qorniy, Said bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Saalim bin Abdillah bin Umar, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin, Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashriy, Muhammad bin Sirin, Umar bin Abil Aziz dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.
Mereka Atbaut Tabi’in, diantara mereka tokoh-tokoh mereka Malik bin Anas, Al-Auzza’iy, Sufyan Ats-Tsauriy, Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy dan Al-Laits bin Saad.
Kemudian orang yang mengikuti mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Abdullah bin Al-Mubaarok, Waki’, Asy-Syafi’i, Abdurrahman bin Mahdiy dan Yahya bin Said Al-Qathan.
Kemudian para murid mereka yang mengikuti manhaj mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in dan Ali bin Al-Madiniy.
Kemudian murid-murid mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Bukhariy, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur’ah, At-Tirmidiziy, Abu Daud dan An-Nasa’i.
Kemudian orang-orang yang berjalan dengan jalan mereka selanjutnya dari generasi-generasi yang menyusul mereka seperti Ibnu Jarir Ath-Thabariy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy, Al-Khatib Al-Baghdadiy, Ibnu Abdil Barr An-Namiriy, Abdul Ghaniy Al-Maqdisiy, Ibnu Ash-Sholaah, Ibnu Taimiyah, Al-Mizziy, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabiy, Ibnul Qayim Al-Jauziyah dan Ibnu Rajab Al-Hambaliy.
Kemudian orang yang menyusul dan mengikuti jejak langkah mereka dalam bepegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman para sahabat sampai tegaknya hari kiamat dan orang yang terkahir dari mereka memerangi Dajjal. Mereka inilah yang kami maksudkan dengan As-Salaf Ahlul Hadits.
Dan tidak diragukan lagi bahwa penisbatan ini tidak dianggap benar kecuali kalau amalan orang yang mengakunya sesuai dengan manhaj Nabi.
Apakah terbayangkan dalam pikiran seorang yang berakal bahwa penisbatan ini adalah omong kosong ? atau diragukan ? atau ada tapi sekedar pengakuan ? atau tidak jelas manhajnya tergantung hawa nafsu pengikutnya.
Pensibatan ini megharuskan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya untuk benar-benar ber-Islam sebagai bukti kebenaran pengakuannya sehingga pengakuannya betul-betul benar. Siapapun juga di sepanjang kurun waktu dan pergantian generasi yang ada tidak akan benar penisbatannya kepada Ahlul Hadits ini kecuali dia bersesuaian dengan manhaj nabawi dalam aqidah, suluk dan ibadahnya dan tidak mengerjakannya kecuali dari itu dan tidak tunduk kecuali kepadanya sampai dia menjumpai Rabbnya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Ibnu Taimiyah yang telah mejelaskan seluruhnya dalam kata-kata yang indah dalam Majmu’ Fatawa 4/95, beliau berkata : Dan kami tidak memaksudkan dengan Ahlul Hadits hanya terbatas pada mendengar, menulis atau meriwayatkan hadits akan tetapi kami maksudkan dengan mereka adalah setiap orang yang benar-benar menjaga hadits, mengenal dan memahaminya serta mengikutinya secara lahir dan batin, dan demikian juga Ahlul Qur’an. Mereka paling tidak memilki sifat mencintai Al-Qur’an dan As-Sunnah, meneliti dan mengenal makna-maknanya serta beramal dengan apa yang telah mereka ketahui dari konsekwensi-konsekwensinya, sehingga Ahlul Fiqih dari Ahlul Hadits lebih mengetahui Rasulullah dari Ahlul Fiqih lainnya, shufinya [2] mereka lebih mencontoh Rasulullah dari pada shufi-shufi yang lainnya dan para penguasa mereka lebih pantas berpolitik nabawi daripada yang lainnya serta orang awam mereka lebih loyal (wala’) kepada Rasulllah dari yang lainnya.
Ketiga
Peringatan dan Catatan Penting Jika ditanya : Mengapa mereka tidak menisbatkan diri kepada Al-Qur’an, sehingga dikatakan Ahlul Qur’an ?
Jawabannya : Belumkah kamu mendengar perkataan Al-Alamah Abul Qaasim Habatullah bin Al-Hasan Al-Laalika’iy yang wafat tahun 418H dalam kitabnya Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah 1/23 – 25 : Kemudian siapa saja yang berkeyakinan dengan satu madzhab tertentu maka dia akan menisbatkannya kepada pencetus madzhab yang mencetuskannya dan akan bersandar kepada pendapatnya kecuali Ahlul Hadits karena pencetusnya adalah Rasulullah, sehingga mereka menisbatkan diri kepadanya, bersandar kepada ilmunya, mengambil dalil dengannya, mengembalikan permasalahan kepadanya, mencontoh pendapatnya dan mereka bangga dengan hal itu serta memerangi musuh-musuh sunnah yang mendekatinya.
Maka siapakah yang dapat menyamai mereka dalam gelar yang terhormat ini dan mengalahkan mereka dalam kebanggaan dan ketinggian nama ini ? Karena nama mereka diambil dari makna-makna Al-Kitab dan As-Sunnah yang mencakup keduanya, karena merekalah yang mewujudkannya atau karena keistimewaan mereka dengan mengambilnya, mereka berada dalam penisbatan mereka ini diantara sebutan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik” [Az-Zumar : 23] (Yaitu) Al-Qur’an karena mereka adalah pengemban Al-Qur’an, pengikut, penghapal dan penjaganya dan bergabungnya mereka kepada Hadits Rasulullah karena merekalah penyampai dan pengembannya, maka tidak diragukan bahwa mereka berhak dengan nama ini karena dua makna ini ada pada mereka.
Hal itu karena kita telah menyaksikan bahwa menusia mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah dari mereka dan bersandar dalam meneliti keabsahan keduanya kepada mereka dan kita tidak mendengar dari abad-abad yang telah lalu dan tidak kita lihat pada zaman kita ini seorang ahlul bid’ah yang menjadi tokoh pimpinan dalam menghapalkan Al-Qur’an dan dipegangi manusia dalam satu masa dari zaman-zaman yang ada dan tidak berkibar panji untuk seorang dari mereka dalam riwayat hadits Rasulullah dalam masa-masa yang telah lalu serta tidak ada seorangpun yang mencontoh mereka dalam agama dan tidak pula dalam satu riwayat dari syariat-syariat Islam [1]
Dan segala puji hanya bagi Allah yang telah menyempurnakan cahaya Islam untuk kelompok ini dan memuliakan mereka dengan persatuan serta memberi keistimewaan kepada mereka dan menunjuki mereka ke jalanNya dan jalan RasulNya, dialah Ath-Thaifah Al-Manshurah, Al-Firqatun Najiyah, Ushbatul Haadiyah dan Jama’ah yang adil yang berpegang teguh kepada As-Sunnah yang tidak menginginkan yang lain sebagai pengganti Rasul.
Dan berpaling darinya demikian juga perubahan keadaan tidak merubah pendirian mereka dan tidak pula kebid’ahan orang yang menjadikan Islam untuk menghalangi jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menginginkannya bengkok serta memalingkan jalannya dengan jidal (perdebatan).
Dan senjata menurut prasangka dusta dan perkiraan batil darinya, dia dapat memadamkan cahaya (agama) Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan cahaNya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.
Foot Note. Telah saya paparkan perkataan-perkataan mereka dengan disertai referensinya dalam kitab saya Al-Alaali’ Al-Mantsurah Fi Aushofi Ath-Thoifah Al-Manshuroh, demikian juga Syaikh Abu Muhammad Rbi’ bin Hadi Al-Madkhaliy telah memaparkannya dalam kitabnya : Ahlul Hadits Hum Ath-Thoifah Al-Manshuroh wa Al-Firqatun Najiyah Bukanlah maksudnya shufi-shufi sebagai satu kelompok yang memiliki aqidah dan pemikiran yang menyimpang dari Islam sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya Al-Jamaat Al-Islamiyah fi Dhuil Kitab Was Sunnah bi Fahmi Salaful Umat hal.82-152 dan yang dimaksud adalah Adz-Dzuhad (orang-orang zuhud) Wallahu ‘alam.
Disalin dari kitab “Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy”, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly.
Sumber :
1. http://www.salafy.or.id/mengapa-memilih-manhaj-salaf-i/
2. http://www.salafy.or.id/mengapa-memilih-manhaj-salaf-ii/
3. http://www.salafy.or.id/mengapa-memilih-manhaj-salaf-iii/

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers