PENGENDALIAN HAMA SECARA KIMIAWI
Pengendalian
Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian
Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida, yakni :
a.fungisida : pengendali cendawan
b.insektisida : pengendali serangga
c.herbisida : pengendali gulma
d.nematisida : pengendali nematoda
e.akarisida : pengendali tungau
f.ovarisida : pengendali telur serangga dan telur tungau
g.bakterisida : pengendali bakteri
h.larvasida : pengendali larva
i.rodentisida : pengendali tikus
j.avisida : pengedali burung
k.mollussida : pengendali bekicot
l.sterillant : pemandul.
Namun begitu, karena pemakaian pestisida yang mudah dan langsung dapat menanggulangi
1.Hama/penyakit/gulma menjadi resisten atau kebal
Semakin sering tanaman disemprot dengan pestisida, maka tanaman semakin kebal. Ini berarti jumlah tanaman yang mati semakin sedikit walaupun disemprot
berkali-kali dengan dosis yang tinggi.
2.Resurgensi atau timbulnya kembali
Populasi
3.Timbul ledakan hama/penyakit/gulma sekunder.
Akibat penggunaan pestisida yang memusnahkan musuh alami menyebakan timbulnya ledakan populasi
4.Musuh alami musnah
Biasanya musuh-musuh alami ini lebih peka terhadap pestisidadari pada hama/patogen/gulma sasaran. Maka pada setiap aplikasi petisida ini akan mematikan populasinya. Padahal adanya predator akan menetukan keseimbangan ekosistem.
5.Terbunuhnya
makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit, dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut mati setelah terkena pestisida tersebut.
6.Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
7.Residual effect
Dengan aplikasi pestisida yang terlalu banyak, apalagiyang persisten, akan meniggalkan residu dalam tanaman dan produk pertanian (buah, daun, bji, umbi, dan lain sebaganya) tergantung dari jenis pestisida dan residu.
8.Kecelakaan manusia
Penggunaan pestisida yang kurang hati-hati dan mencelakakan si pemakai . keracunan melalui mulut dan atau kulit sering terjadi, sehingga membahayakan. Kasus kematian karena keelakaan ini ckup banyak.
pengendalian secara kimia, menggunakan Pestisida.
Tumbuhan
tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan
oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat
disebut hama
karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,
wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering
menjadi hama
tanaman.
Gangguan
terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut
penyakit. Tidak seperti hama ,
penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan
mengganggu proses – proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan.
Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya
utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian.
Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali
manusia menggunakan oat – obatan anti hama .
Pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun
pestisida yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi
hama dan
penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati – hati dan tepat
guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat
menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat
menimbulkan kekebalan pada hama
dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan
seminimal dan sebijak mungkin.
Secara
alamiah, sesungguhnya hama
mempunyai musuh yang dapat mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering
kali musuh alamiah hama
hilang. Akibat hama
tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya,
secara ilmiah, tikus mempunyai musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini
dapat mengendalikan jumlah populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular,
Burung hantu, dan elang. Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh
manusia sehingga tikus tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah
tikus menjadi sangat banyak dan menjadi hama
pertanian.
Studi kasus
Jeruk pamelo sudah dibudidayakan ribuan petani di Kabupaten
Magetan, Jawa Timur, sejak puluhan tahun lalu. Tanaman varietas lokal itu juga
menjadi primadona karena merupakan komoditas pertanian utama setelah tanaman
padi.
Kendati demikian, besarnya potensi itu ternyata tidak
didukung sistem pemasaran yang baik sehingga tak jarang petani mengalami
kerugian yang tidak sedikit. Permainan harga yang menekan petani, serangan hama , dan ketidaktahuan
petani tentang alur pemasaran pascapanen merupakan beberapa kendala yang terus
melingkupi pertanian jeruk pamelo.
Menurut Wariyatin (60), petani jeruk pamelo asal Desa
Dukuh, Kecamatan Bendo, Magetan, cara dan pola budidaya jeruk itu sebenarnya
tergolong mudah. Sejak dari bibit berusia satu bulan, jeruk bisa berbuah pada
umur tiga tahun.
"Selama masa tanam, perawatannya juga mudah. Petani
hanya perlu rutin memupuk, memangkas batang yang rusak, dan menyiangi rumput
liar. Kalau tiga hal pokok ini dilakukan, dalam tiga tahun pasti sudah
berbuah," kata Wariyatin yang mengaku sudah menanam jeruk pamelo lebih
dari 30 tahun.
Karena mudahnya perawatan dan prospek ekonomi itulah,
pertanian jeruk pamelo kemudian berkembang pesat. Berdasarkan data Dinas
Pertanian Kabupaten Magetan, budidaya jeruk pamelo itu tersebar di lebih dari
20 desa di lima kecamatan, yakni Kecamatan Bendo, Takeran, Sukomoro, Magetan,
dan Maospati. Lahan pertanian mencapai lebih dari 7.000 hektar yang melibatkan
sekitar 3.000 petani (pemilik lahan dan buruh tani).
Jeruk pamelo tergolong tanaman buah yang memiliki banyak
kemiripan dalam bentuk fisik dengan beberapa varietas jeruk lainnya yang ada di
Magetan. Varietas jeruk yang mirip, misalnya, jeruk adas nambangan dan jeruk
adas duku. "Semuanya mirip karena buahnya sama-sama berukuran besar.
Perbedaannya terletak pada pohon dan daging buahnya," lanjut Wariyatin.
Salam (30), petani jeruk pamelo asal Kecamatan Sukomoro,
juga mengatakan perbedaan ketiga varietas jeruk "besar" itu memang
terletak pada pohonnya. Pohon jeruk pamelo biasanya kecil dan tidak rimbun,
berbeda dengan jeruk adas nambangan dan jeruk adas duku yang memiliki pohon
berukuran besar dengan banyak cabang dan daun.
"Daging buah jeruk pamelo berwarna merah tua, daging
buah jeruk adas nambangan merah muda, sedangkan jeruk adas duku berwarna merah
kekuningan. Dari ketiga varietas itu, jeruk pamelolah yang disukai masyarakat
karena rasanya manis segar," kata Salam.
Kemudahan pola budidaya itu, lanjut Salam, juga diikuti
cara perawatan tanaman yang juga tidak sulit. Setelah tanaman berusia lebih
dari dua tahun, sebaiknya rutin diberikan pupuk kandang. Agar berbuah maksimal,
jarak tanaman pun harus diatur minimal empat meter.
Menurut Suripto, petugas penyuluh pertanian jeruk yang juga
Ketua Kelompok Tani di Desa Belotan, Kecamatan Sukomoro, jeruk pamelo di
Magetan banyak dibudidayakan di daerah kaki bukit dengan iklim yang berimbang.
Selain harus mendapat cukup sinar matahari, jeruk ini juga tidak boleh
kekurangan air. "Kalau dua unsur itu tidak terpenuhi dengan baik, hasilnya
tidak akan maksimal," katanya.
Di Kabupaten Magetan, tutur Suripto, jeruk jenis itu
dibudidayakan dengan sistem pertanian utuh. Artinya, lahan yang digunakan
menanam jeruk tidak boleh berganti-ganti dan tidak mengenal sistem tumpang
sari. Pupuk yang digunakan pun harus pupuk kandang, bukan pupuk kimia.
Karena besarnya potensinya itu, Suripto mengatakan, jeruk
pamelo berkembang menjadi komoditas pertanian utama setelah tanaman padi. Hasil
dari sektor pertanian produktif ini menghidupi ribuan petani di Kabupaten
Magetan, mulai dari pemilik lahan, buruh tani, hingga pedagang. "Tanaman ini
sebenarnya layak mendapat tempat sebagai tanaman primadona di kabupaten
ini," katanya.
Munawarman (53), petani lainnya, mengaku sudah
menggantungkan hidup pada jeruk pamelo sejak hampir 20 tahun. Hasil dari
bertani jeruk itu, katanya, bisa menghidupi istri dan empat anaknya.
Meski demikian, bukan berarti pertanian jeruk itu tidak
terhadang kendala. Masalah yang dihadapi petani sampai sekarang terkait dengan
serangan hama
dan harga jual yang tidak pernah stabil.
Menurut Munawarman, ada tiga jenis hama
yang paling menakutkan petani jeruk pamelo, yakni hama
cabuk (semacam serangga kecil), hama blendog
(ulat batang), dan hama
lalat buah. Hama
cabuk biasanya menyerang bagian daun hingga daun tanaman menghitam. Setelah
terkena hama
itu, pohon biasanya tidak berbuah dan berpotensi menyebabkan kematian pohon.
"Sedangkan hama
lalat buah menyerang bagian kulit dan daging buah. Kalau terkena, buah menjadi
busuk karena di dalamnya banyak telur lalat. Buah kemudian berjatuhan dari
pohon," katanya.
Sekitar April-Mei lalu, serangan hama lalat buah sedang mengganas. Saat itu
lebih dari 70 hektar lahan perkebunan jeruk milik ratusan petani diserang lalat
buah. Karena petani terlambat menangani, sebagian besar jeruk yang sudah siap
panen membusuk.
Kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah karena
banyak petani yang gagal panen. Serangan hama lalat buah ini terjadi di enam
desa, yakni Desa Duwet, Belotan, Dukuh (Kecamatan Bendo), serta Sukomoro,
Tambakmas, dan Tamanan (Kecamatan Sukomoro).
Pengendalian
Pestisida
adalah zat pengendali hama (seperti: ulat, wereng dan kepik). Pestisida
Organik: adalah pengendali hama
yang dibuat dengan memanfaatkan zat racun dari gadung dan tembakau. Karena
bahan-bahan ini mudah didapat oleh petani, maka pestisida organik dapat dibuat
sendiri oleh petani sehingga menekan biaya produksi dan akrab denga lingkungan.
Bahan
dan Alat:
2 kg gadung.
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:
Minyak kelapa
dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung).
Gadung dikupas
kulitnya dan diparut.
Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas
Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas
Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan.
Dosis:
1 gelas larutan dicampur 5-10
liter air.
2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:
2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:
Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit.
Dapat menolakhama
dan penyakit.
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.
Dapat menolak
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.
Catatan:
Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan
batas ambang populasi hama .
Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali.
Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan
musuh alami hama
yang bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar