Jumat, 14 Juni 2013

Dalil-Dalil Syar’i Tentang Gambar Makhluk Hidup

Keterangan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Sesungguhnya banyak sekali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dalam kitab-kitab yang shahih, baik itu Sunan ataupun musnad-musnad, mengenai haramnya membuat gambar (lukisan, foto dan ukiran) sesuatu yang bernyawa, entah itu (gambar) manusia atau bukan.

Didalam hadits-hatdis itu ada riwayat yang menceritakan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam merobek tirai-tirai yang bergambar dan memerintahkan menghapus gambar-gambar. Disamping itu beliau melaknat tukang gambar dan menerangkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang paling keras mendapat siksa di hari kiamat.
Disini saya (Syaikh Bin Baz) akan menyampaikan secara global hadits-hadits shohih mengenai permasalahan ini beserta keterangan ulamanya. Dan akan saya jelaskan mana yang benar, Insya ALLAH Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : ALLAH Ta’ala berfirman : Dan siapakah yang lebih dzalim dari mereka yang akan membuat satu ciptaan seperti ciptaan-Ku, maka hendaknya mereka menciptakan satu dzarrah, atau biji, atau gandum.” (Dalam Shahihain, lafadz Riwayat Muslim).
Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang gambar (mereka yang meniru ciptaan Allah)”. (Shahihain – yakni dalam dua kitab Shahih Bukhari dan Muslim atau biasa disebut muttafaqun ‘alaihi, red)
Dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah kalian buat!’”. (Dalam Shahihain, lafadz Bukhari).
Dari Abu Juhaifah Radiyallahu ‘anhu : “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam telah melarang dari (memakan) hasil (jual beli) darah, anjing, usaha pelacuran, dan (beliau) telah melaknat pemakan riba, yang menyerahkannya, pembuat tato (gambar tubuh), yang meminta ditato serta tukang gambar.” (HR Bukhari).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Siapa yang membuat satu gambar di dunia, dia dibebani (disuruh) untuk meniupkan ruh pada gambar itu dan ia bukan peniupnya (tidak akan mampu meniup ruh untuk menghidupkan gambar tsb, red)”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : “Semua tukang gambar di Neraka dan dijarikan baginya setiap yang digambarnya satu jiwa (ruh) yang menyiksanya di Jahannam. Ibnu Abbas berkata : “Jika kamu mesti mengerjakannya, maka buatlah (gambar) pohon-pohon dan apa-apa yang tidak bernyawa (roh).” (HR Muslim).
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam masuk menuju saya dan saya menutup bilik dengan tirai tipis bergambar (dalam riwayat lain : menggantungkan tirai tipis bergambar kuda bersayap…), maka ketika beliau melihatnya dia merobeknya dan dengan wajah merah padam, beliau bersabda : “Hai Aisyah, manusia yang paling keras disiksa di Hari Kiamat adalah mereka yang meniru ciptaan ALLAH.” Kata Aisyah : “Maka kami memotong-motongnya lalu menjadikannya satu atau dua bantal.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah, ia berkata : “Saya membeli sebuah bantal bergambar. Maka ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam melihatnya, beliau berdiri di pintu dan tidak masuk. Saya mengenal tanda kemarahan pada wajah beliau. Saya berkata “ Ya Rasulullah, saya taubat kepada ALLAH dan RasulNya, apa dosa saya ?” Beliau bersabda : “Ada apa dengan bantal ini ?” Saya berkata : “Saya membelinya agar Anda duduk di atasnya dan menyandarinya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya pemilik (pembuat) gambar-gambar ini akan disiksa di hari Kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkan apa yang telah kalian buat!’ Dan sabdanya lagi : Sesungguhnya rumah yang didalamnya ada gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “(Sesungguhnya kami para) Malikat tidak masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar” (HR Bukhari & Muslim, dengan lafadz Muslim). Dalam riwayat Ibnu Umar “(Sesungguhnya kami para) Malaikat tidak masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar.”.
Dari Zaid bin Khalid dari Abi Talhah secara marfu’ : “Malaikat tidak akan masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan patung (gambar).” (HR Muslim).
Dari Abi al Hayyaj Al Asadi, ia berkata : Ali mengatakan pada saya : Maukah kamu saya utus kepada apa yang saya pernah diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam : yaitu “Jangan kau tinggalkan satu gambarpun, melainkan kamu hapuskan dia dan tidak ada satu kuburpun yang menonjol (dikejeng, red) melainkan kau ratakan dia.” (HR Muslim).
Dari Jabir Radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam menyuruh Umar bin Khattab (waktu Fathu Mekkah) sedang beliau ketika itu di Bath-ha’ agar mendatangi Ka’bah dan menghapus semua gambar didalamnya dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak masuk sampai semua gambar telah dihapus. (HR Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqi, Ibnu Hibban dan beliau mensahihkannya).
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha : “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah membiarkan dalam rumahnya sesuatu yang ada padanya SALIB-SALIB melainkan beliau mematahkannya. “ (HR Bukhari). Dan Al Kasymihani dengan lafadz “gambar-gambar”, dan Bukhari menerangkannya dengan bab Naqdhi Shuwar dan menguraikan hadits tersebut
Imam Nasa’I meriwayatkan dengan lafadz : “Jibril minta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau berkata : Masuklah. Kata Jibril : Bagaimana saya akan masuk sedangkan dalam rumah Anda ada tirai brgambar ? Maka jika Anda potong kepala-kepalanya, atau Anda jadikan hamparan yang dipijak (dihinakan setelah dipotong, red – barulah Jibril akan masuk). Karena sesungguhnya kami – para malaikat – tidak akan masuk ke rumah yang didalamnya ada gambar-gambar.” (HR Abdur Razaq, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan beliau mengatakan Hasan Shahih dan Ibnu Hibban mensahihkannya).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits tentang masalah ini. Hadits-hadits ini adalah dalil yang nyata tentang haramnya membuat gambar sesuatu yang bernyawa dan termasuk dosa besar yang diancam dengan neraka bagi penggambarnya. Hadits ini menunjukkan keumuman segala jenis gambar, baik itu didinding, tirai, kemeja, kaca, kertas dan sebagainya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak membedakannya, baik yang tiga dimensi atau selainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam melaknat pembuatnya dan mengabarkan paling keras disiksa di hari kiamat dan semuanya di Neraka.
Imam Al Hadifz Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan : “Kata al Khaththabi : dan gambar yang menghalangi masuknya malaikat ke dalam rumah adalah gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram, yakni gambar-gambar yang makhluk yang bernyawa, yang tidak terpotong kepalanya atau tidak dihinakan. Dan bahwasanya dosa tukang gambar itu besar karena gambar-gambar itu ada yang diibadahi selain ALLAH, selain gambar itu mudah menimbulkan fitnah (bahaya) bagi yang memandangnya (gambar wanita, tokoh, ulama, red).”
Imam An Nawawi mengatakan dalam Syarah Muslim : “Sahabat kami dan para Ulama selain mereka mengatakan bahwa haramnya membuat gambar hewan adalah sekeras-keras pengharamaan. Ini termasuk dosa besar karena ancamannya juga amat besar, sama saja apakah dibuat untuk dihinakan atau tidak. Bahkan membuatnya jelas sekali haram karena meniru ciptaan ALLAH. Sama saja apakah itu dilukis pada pakaian, permadani, mata uang, bejana, dinding atau lainnya. Adapun menggambar pepohonan dan sesuatu yang tidak bernyawa, tidak apa-apa. Inilah hakikat hukum menggambar. Sedangkan gambar makhluq bernyawa, jika digantung / ditempel di dinding, di sorban dan tindakan yang tidak termasuk menghinakannya, maka jelas hal itu terlarang. Sebaliknya bila dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki atau sebagai sandaran (setelah dipotong kepalanya, red) maka tidaklah haram dan tidak ada bedanya apakah gambar tsb berjasad (punya bayangan/3 dimensi) atau tidak. Ini adalah kesimpulan mahdzab kami dalam masalah ini yang semakna dengan perkataan jumhur Ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in, dan orang yang sesudah mereka (Tabi’ut Tabi’in). Ini juga pendapat Imam Ats Tsauri, Malik Bin Anas dan Abu Hanifah serta ulama lainnya.
Dalam hadits-hadits itu tampak jelas tidak ada perbedaan apakah yang diharamkan itu gambar tiga dimensi atau bukan, dilukis di atas kertas atau di tirai dan sebagainya. Bahkan tidak ada perbedaan apakah itu gambar tokoh, ulama atau pembesar.
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha ia berkata : “Saya biasa bermain boneka di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam dan saya punya beberapa orang teman yang bermain bersama saya. Maka jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam masuk, mereka menutupinya dari beliau lalu berjalan sembunyi-sembunyi dan bermain bersama saya.” (HR Bukhari Kitab Al Adab Bab Al Inbisaath ilaa an Naas, Fath 10/526 dan Muslim kitab Fadhail Ash Shahabah Bab fii Fadhail Aisyah, An Nawawi 15/203 dan 204).
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari tentang hadits ini “ Hadits ini dijadikan dalil bolehnya boneka dan mainan untuk bermain (mendidik) anak perempuan, dan sebagai pengkhususan dari keumuman larangan mengambil gambar. Iyadl juga menetapkan yang demikian dan ia menukil dari jumhur, bahwasanya mereka membolehkan boneka atau mainan ini untuk melatih dan mendidik anak-anak perempuan agar mengenal bagaimana mengatur rumah-tangga dan merawat anak-anak nantinya. Dan sebagian ulama menyatakan ini mansukh (telah dibatalkan). Ibnu Bathal cenderung pada pendapat ini dan ia menceritakan dari Abi Zaid dari Malik. Tetapi dari sini pula Ad-Daudy merajihkan bahwa hadits Aisyah (diatas) mansukh. Sedang Ibnu Hibban dan Nasa’I membolehkan namun tidak membatasi untuk anak-anak kecil walaupun padanya ada perbincangan.
Al Baihaqi mengatakan setelah mentakhrij hadits-hadits tersebut : Telah tsabit (tetap) larangan tentang mengambil gambar. Maka kemungkinan rukhsah bagi Aisyah terjadi sebelum pengharaman. Ibnul jauzi menetapkan yg demikian juga, sehingga beliau berkata : “Dan Abu Dawud dan An Nasa’I dari sisi lain dari Aisyah (ia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam datang dari perang Tabuk (Khaibar) {lalu menyebut hadits beliau merobek tirai yang terpancang di pintunya{ Kemudia Aisyah melanjutkan, lalu beliau menyingkap sisi tirai di atas mainan Aisyah dan Beliau bersabda : “Apa ini hai Aisyah ?”. Saya menjawab :”Boneka perempuan saya”. Beliau melihat kuda-kudaan bersayap yang dalam keadaan terikat, lalu bersabda : “Apakah ini ?” Saya katakan : “Kuda bersayap dua. Tidakkah Anda mendengar bahwa Sulaiman ‘alaihis salam mempunyai kuda yang bersayap ? Beliaupun tertawa.”.
Al Khathabi berkata : Dalam hadits ini menunjukkan mainan untuk anak-anak perempuan tidaklah seperti semua gambar yang datang ancaman, hanya saja beliau memberikan keringanan bagi Aisyah karena pada waktu itu Aisyah belum dewasa.”
Al Hafidz berkata : Penetapan dengan dalil ini ada perbincangan, akan tetapi kemungkinannya adalah karena Aisyah waktu peristiwa perang Khaibar berusia 14 tahun dan waktu peristiwa perang Tabuk sudah baligh. Dengan demikian, ini menguatkan riwayat yang mengatakan hal itu terjadi pada peristiwa Khaibar dan mengumpulkannya dengan pendapat Al Khathabi.
(Syaikh Bin Baz) Oleh karena itu, jika hal ini telah dipagami, maka meninggalkan gambar-gambar (boneka) itu adalah lebih selamat karena padanya ada perkara yang meragukan. Mungkin penetapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bagi Asiyah itu sebelum munculnya perintah beliau untuk menghapus gambar-gambar. Dengan begitu hadits Aisyah ini menjadi mansukh dengan datangnya larangan dan perintah penghapusan gambar itu, kecuali yang terpotong kepalanya atau dihinakan, sebagaimana madzab Al baihaqi, Ibnul Jauzi dan Ibnu Bathal. Dan mungkin juga ini dikhususkan dari pelarangan itu (sebagaimana pendapat jumhur) untuk kemaslahatan pendidikan. Ini karena permainan itu merupakan bentuk penghinaan atas gambar (boneka). Jadi kemungkinan ini maka lebih aman untuk meninggalkannya, sebagaimana pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dari Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib Radiyallahu ‘anhu :” Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu.” (HR Ahmad 1/200, Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam tahqiqnya terhadap Musnadz 3/169, Ath Thayalisi hal 163 no 1178 dan AL Albani mensahihkan dalam jamius Shaghir 3372 dan 3373, pent).
Demikian juga dalam hadits berikut ini dari Nu’man bin Basyir Radiyallahu ‘anhu secara marfu’ “ Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan diantara keduanya ada perkara-perkara sybhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka siapa yang menjaga diri dari syubhat, maka dia telah membersihkan Dien dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh kepada yang haram, seperti penggembala sedang menggembalakan ternaknya di sekitar tempat yang di pagar (terlarang), hampir-hampir ia terjatuh padanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
(Dinukil dari Majalah Salafy, Edisi V/Dzulhijjah/1416/1996 Judul asli Fatwa Ulama tentang Hukum Gambar, oleh Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz bin Baz, mufti Saudi Arabia. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits.
http://www.salafy.or.id/?p=325

Jumat, 07 Juni 2013

[Aqidah]PERAYAAN MALAM ISRA’ MI’RAJ

Samahatusy Syaikh Al ‘Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan sahabat beliau. Selanjutnya:
 Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan salah satu tanda kebesaran Allah yang agung dalam membuktikan kebenaran serta kedudukan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam. Sebagaimana halnya peristiwa tersebut juga merupakan salah satu bukti nyata kekuasaan Allah dan ketinggian-Nya diatas segenap makhluk-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya) : “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Al Israa’ : 1).
Dan telah banyak (mutawatir) riwayat dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bahwa beliau diangkat ke langit dan dibukakan baginya pintu-pintu langit sampai langit ketujuh. Allah mengajak bicara beliau dengan kehendak-Nya dan mewajibkan shalat 5 waktu. Pada awalnya Allah mewajibkan shalat 50 waktu, namun Nabi kita Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam meminta keringanan sampai 5 waktu saja. 5 waktu tapi ganjarannya seperti 50 waktu. Sebab satu kebaikan diberi balasan 10 kebaikan. Hanya kepada Allah pujian dan syukur atas segala kenikmatan-Nya.
Namun malam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut ternyata tidak disebutkan didalam hadits-hadits yang shahih tentang penentuan kapan terjadinya, tidak di bulan Rajab dan tidak pula selain di bulan Rajab. Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktunya adalah riwayat yang tidak syah dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam menurut para ulama hadits. Hanya milik Allah hikmah yang sempurna kenapa manusia bisa lalai tentang penentuan waktunya.
Kalau seandainya penentuan waktunya itu ternyata syah dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam maka kaum muslimin tidak diperkenankan untuk  mengkhususkannya dengan suatu ibadah tertentu dan merayakannya. Sebab Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum ternyata tidak pernah merayakannya dan mengkhususkannya dengan ibadah tertentu. Kalau memang perayaan tersebut merupakan suatu hal yang disyariatkan maka niscaya diajarkan Rasul Shallallahu ’alaihi Wasallam baik melalui ucapan maupun perbuatan beliau. Dan kalau ada ucapan atau perbuatan tersebut niscaya diketahui dan dikenal. Sungguh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum pasti akan menukilkannya kepada kita karena mereka selalu menukilkan segala sesuatu yang dibutuhkan umat dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam. Mereka tidak pernah mengabaikan satupun perkara agama. Bahkan mereka adalah orang-orang yang terdepan dalam kebaikan. Sehingga kalau perayaan malam Isra’ Mi’raj memang disyariatkan niscaya mereka (para sahabat-pen) paling bersegera untuk melakukannya.
Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam sendiri merupakan sosok yang paling bersemangat dalam menasehati manusia. Beliaupun benar-benar telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanah. Sehingga kalau memang perayaan malam Isra’ Mi’raj itu bagian dari agama Allah niscaya tidak mungkin diabaikan dan disembunyikan Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam.
Maka tatkala semua itu tidak ada, dapat diketahui bahwa perayaan Isra’ Mi’raj sama sekali bukan dari Islam. Allah sendiri telah menyempurnakan agama ini dan nikmat-Nya. Dia pun mengingkari yang membuat ajaran dalam agama yang tidak diijinkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam kitab-Nya yang jelas dari surat Al Maidah (artinya): “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama kalian.”
Dia Azza wa Jalla juga berfirman dalam surat Asy Syuuraa (artinya) : “Ataukah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu akan memperoleh adzab yang sangat pedih.”
Telah sah dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dalam hadits-hadits shahih yang mengingatkan dari perbuatan yang diada-adakan (dalam agama-pen) sekaligus penegasan bahwa itu adalah penyimpangan. Hal itu dalam rangka mengingatkan umat islam tentang bahaya perbuatan yang diada-adakan tersebut sekaligus upaya untuk menjauhkan darinya. Diantara hadits tersebut adalah hadits dalam Ash Shahihain dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam bahwa beliau pernah bersabda (artinya) : ”Barangsiapa membuat sebuah ajaran dalam agama yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” Didalam riwayat Muslim : “Barangsiapa beramal sebuah ajaran (dalam agama) yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.”
Didalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, berkata : “Dahulu Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam pernah bersabda dalam khutbah Jum’at (artinya): “Selanjutnya: sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam. Sedangkan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah penyimpangan.” Al Imam An Nasa’i (dalam riwayatnya-pen) menambahkan dengan sanad jayyid lafadh : “… dan setiap penyimpangan itu didalam An Naar”.
Didalam kitab-kitab Sunan dari Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah pernah menasehati kami dengan nasehat yang mendalam sampai-sampai hati kami bergetar dan air mata kami berlinang. Kamipun berkata : “Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasehat seseorang yang akan berpisah maka berilah kami wasiat. Beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada penguasa walaupun dia seorang budak. Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu berpegang teguhlah kalian dengan sunnah (bimbingan-pen) ku dan sunnah Al Khulafa’ur Rasyidin yang terbimbing sepeninggalku. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan sebab perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan bid’ah itu didalam An Naar.” Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini cukup banyak.
Juga telah sah dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dan As Salafush Shalih (para pendahulu yang shalih-pen) setelah mereka tentang peringatan dan ancaman dari perkara yang diada-adakan. Tidaklah hal itu mereka lakukan melainkan karena perkara yang diada-adakan itu merupakan penambahan dalam agama, syariat yang tidak diijinkan Allah dan penyerupaan dengan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi maupun Nashara yang mereka telah menambahi dan mengada-adakan ajaran baru yang tidak diijinkan Allah. Demikian pula, perkara yang diada-adakan tadi merupakan pelecehan terhadap agama Allah dan tuduhan bahwa agama ini belum sempurna. Padahal sangat diketahui bahwa ini semua akan menimbulkan kerusakan yang besar, kemungkaran dan penentangan terhadap firman Allah Azza wa Jalla (artinya): “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.” Demikian pula hal ini merupakan penyimpangan yang jelas terhadap hadits-hadits Rasul ‘Alaihish Shalatu wa Salam yang mengingatkan dan menjauhkan dari perkara-perkara yang diada-adakan.
Aku berharap apa yang telah kami sebutkan diatas berupa dalil-dalil tadi bisa mencukupi bagi siapa saja yang menginginkan kebenaran, dalam rangka  (kami-pen) mengingkari perkara yang diada-adakan ini yaitu perayaan malam Isra’ Mi’raj dan mengingatkan tentang perayaan tersebut serta pernyataan bahwa perayaan tersebut sama sekali bukan dari Islam.
Dalam rangka menunaikan kewajiban dari Allah untuk menasehati kaum muslimin, menjelaskan tentang hal yang diajarkan Allah dalam agama ini dan keharaman menyembunyikan ilmu maka aku memandang perlu untuk mengingatkan saudara-saudaraku kaum muslimin dari perkara yang diada-adakan ini yang ternyata telah menyebar di banyak negeri kaum muslimin sampai-sampai sebagian mereka menyangka bahwa perkara ini termasuk bagian dari agama.
Allah-lah tempat kita memohon agar Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin seluruhnya, untuk Dia pahamkan mereka supaya mempelajari agama, memberikan taufiq kepada kita dan mereka untuk berpegang teguh dalam agama serta meninggalkan setiap perkara yang menyimpang. Sesungguhnya Dia Maha Mampu untuk mewujudkan itu semua. Semoga Allah melimpahkan shalawat, salam dan berkah kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau.
Diterjemahkan dari kitab “Hirasatut Tauhid” ha
l.56-59 oleh Al Ustadz Abdurrahman.
Sumber : assunnahmadiun

 

Followers