I. PENDAHULUAN
Tanah merupakan lapisan yang menyelimuti bumi dengan ketebalan
yang bervariasi dari beberapa sentimeter hingga lebih dari 3 meter.
Dibandingkan dengan massa bumi, lapisan ini sebenarnya tidak berarti, namun, dari tanah inilah segala makhluk hidup yang
berada di muka bumi, baik tumbuhan maupun hewan memperoleh segala kebutuhan
mineralnya. Selain itu, antara tanah dan makhluk hidup ini membentuk suatu
hubungan yang dinamis. Dari tanah diperoleh kebutuhan mineral makhluk hidup dan
ke dalam tanah akan dikembalikan residu dari makhluk tersebut. Kehidupan sangat
vital bagi tanah dan tanah sangat vital bagi kehidupan.
Pandangan manusia tentang tanah sangat dipengaruhi oleh
latar belakang setiap individu. Seorang petani menganggap tanah sebagai media
tempat tumbuh tanamannya, sedangkan seorang insinyur bangunan memandang tanah
sebagai tempat berdirinya bangunan serta sebagai sumber bahan bangunan yang
bernilai tinggi. Bagi kita, tanah merupakan sumber yang dapat menghasilkan
makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal kita. Jelas bahwa keberadaan kita
sangat tergantung kepada tanah.
Istilah tanah berasal dari bahasa Yunani solum yang artinya lantai. Beberapa ahli kimia, seperti
Liebig, menganggap tanah sebagai gudang cadangan makanan bagi tumbuhan.
Sedangkan para ahli geologi terdahulu menganggap tanah sebagai hasil lapukan
batuan. Kedua konsep ini tidak salah namun, keduanya belumlah lengkap.
Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan tanah ini
sesuai bidangnya masing-masing. Para edafolog,
yang memandang tanah dalam kaitannya dengan penggunaannya sebagai media tumbuh
tanaman, mendefinisikan tanah sebagai suatu campuran bahan-bahan organik dan
mineral yang mampu mendukung kehidupan tumbuhan. Sedangkan para pedolog, yang memandang tanah sebagai
suatu bentuk utuh yang tersendiri, mendefinisikan tanah sebagai suatu hasil
alami yang terbentuk dari pelapukan batuan sebagai akibat kegiatan iklim dan
jasad renik. Pada kedua konsep ini terlihat bahwa kehidupan sangat penting
artinya bagi tanah. Di satu segi tanah merupakan media yang sangat diperlukan
bagi kehidupan, sedangkan di lain segi sifat-sifat tanah sangat dipengaruhi
oleh kehidupan yang terdapat di sekitarnya.
Di bawah lapisan tanah ini terdapat sekumpulan hasil lapukan
batuan yang terhampar di atas lapisan batuan dan belum terkena pengaruh
kegiatan makhluk hidup. Bagian batuan yang telah melapuk ini dinamakan dengan lapukan batuan atau lebih sering
dikenal dengan nama bahan induk tanah
yang berbeda dengan tanah yang didefinisikan sebelumnya. Sedangkan bahan-bahan lepas yang terdapat di
atas lapisan batuan, yang telah atau yang belum terkena pengaruh makhluk hidup
dinamakan dengan regolit.
1.2 Komposisi tanah
Tanah berkembang dari bahan mineral yang berasal dari
batuan induknya dan bahan organik yang berasal dari makhluk hidup yang
terdapat di sekitarnya. Bahan-bahan ini membentuk bagian padat tanah yang
dinamakan dengan kerangka tanah. Di antara partikel padat ini terdapat rongga
yang dapat berisi udara atau berisi air. Ruang pori ini meliputi sekitar
setengah volume tanah pada horizon A, sedangkan pada horizon B dan C ruang pori
ini lebih sedikit jumlahnya. Bagian pori yang lebih kecil biasanya diisi oleh
air sedangkan udara mengisi bagian pori yang lebih besar.
Bahan mineral tanah terdiri atas partikel yang berukuran
sangat beragam, yakni dari yang berukuran sangat kasar (pasir, kerikil, batu)
hingga yang berukuran halus (debu, liat). Bahan mineral ini sangat besar
perannya bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman serta kemungkinan penyediaan
hara serta air. Tanah yang ideal biasanya mengandung sekitar 45% mineral dari
volumenya.
Bahan organik tanah menyusun antara 1 hingga 6% volume
tanah. Bahan ini paling banyak dijumpai di bagian atas tanah dan kadangkala membentuk
horizon organik. Tanah yang mengandung
20 hingga 30% bahan organik biasanya diklasifikasikan dalam tanah organik.
Hal ini tergantung kepada ketebalannya dalam suatu profil tanah. Bahan organik
memiliki peran yang sangat besar bagi kesuburan tanah, baik fisik, kimia,
maupun biologi. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi biasanya dicirikan
oleh struktur tanah yang mantap, aerasi yang baik, serta mampu menyediakan hara
bagi tanaman.
Pada tanah yang ideal, biasanya mengandung susunan bahan
padat 50% (mineral 45%, bahan organik 5%), udara 25%, dan air 25% dari seluruh
volume tanah. Lapisan tanah yang demikian biasanya sangat sesuai bagi
pertumbuhan serta perkembangan perakaran tanaman.
1.3 Perkembangan tanah
Tanah berkembang dari bebatuan yang terdapat di bawahnya.
Perkembangan ini berjalan secara terus-menerus seiring dengan berjalannya waktu
dan di bawah pengaruh interaksi lingkungan yang ada di sekitarnya, baik
lingkungan hayati (makhluk hidup), maupun lingkungan non hayati (terutama
iklim). Perkembangan tanah ini mengakibatkan berubahnya sifat fisik tanah,
morfologi tanah, sifat kimia tanah serta sifat biologinya.
Perkembangan tanah ini mengakibatkan terjadinya penurunan
potensi tanah sebagai sumber hara tanaman. Tanah yang masih muda (baru
terbentuk) biasanya memiliki cadangan mineral yang lebih tinggi daripada tanah
yang telah tua (telah mengalami pelapukan lanjut). Proses pencucian bahan
penyusun tanah seperti liat, bahan organik dan,kapur mengakibatkan terjadinya
pemiskinan lapisan tanah atas sehingga tanah menjadi kurang subur. Selanjutnya,
pengendapan bahan liat pada lapisan
tanah bawah mengakibatkan terbentuknya lapisan yang keras dan kurang permeabel
bagi air maupun akar tanaman.
1.4 Tanah sebagai sumber daya alam
Tanah merupakan bagian ekosistem yang sangat penting.
Bagi manusia, tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang tidak dapat
diabaikan perannya. Dari tanahlah tanaman dapat tumbuh dan berkembang,
sementara itu manusia tidak dapat hidup tanpa memanfaatkan tanaman yang ada di
sekitarnya. Selanjutnya, tanah merupakan
tempat tinggal serta berpijaknya manusia di muka bumi. Dapat dibayangkan
seandainya seluruh permukaan bumi ini dilapisi oleh air, tentu manusia tidak
akan dapat bertahan hidup.
Sebagai sumber daya alam yang sangat penting, manusia hendaklah
mampu mengelola tanah yang ada di sekitarnya secara arif dan bijaksana agar
kondisi tanah yang ada tidak rusak akibat perilaku manusia. Segala kegiatan
yang mengakibatkan turunnya mutu tanah hendaknya dikurangi agar peran tanah
sebagai sumber kehidupan tetap dapat dipertahankan. Manusia harus mengurangi
kegiatan yang mengakibatkan erosi tanah, hancurnya struktur tanah, atau
meningkatnya polusi di dalam tanah.
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara ringkas
1. Jelaskan konsep tentang tanah menurut Saudara sendiri.
2. Terangkan mengapa tanah merupakan bagian vital bagi
kehidupan?
3. Jelaskan kriteria tanah yang "baik" bagi
pertumbuhan tanaman menurut Saudara?
II. PEMBENTUKAN TANAH
2.1 Pengertian Profil dan
Solum Tanah
A. Beberapa definisi
Profil tanah adalah penampang vertikal tanah yang
menunjukkan susunan horizon tanah. Sedangkan horizon tanah adalah
lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil pembentukan tanah yang hampir
sejajar dengan permukaan tanah.
Apabila kita
membuat irisan tegak tanah (biasanya hingga kedalaman 110 cm), maka kita akan
melihat lapisan-lapisan tanah (horizon) ini, yang secara berturut-turut dari
permukaan tanah adalah :
- horizon organik (O)
- horizon A
- horizon B
- horizon C
Yang kita namakan tanah
pada hakekatnya adalah gabungan horizon A dan B yang disebut solum. Solum berbeda dengan regolit,
yakni lapisan batuan yang telah mengalami pelapukan yang berada di atas batuan
induk. Regolit meliputi horizon A, B dan C (lihat gambar 1).
B. Horizon-horizon pada profil tanah
·
Horizon
O : Horizon ini diketemukan pada tanah hutan yang belum terganggu. Horizon ini
merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral. Horizon
O pada dasarnya dibedakan menjadi horizon O1 dan O2 :
§
Horizon
O1 : bentuk asli sisa-sisa tanaman masih dapat dibedakan secara jelas.
§
Horizon
O2 : bentuk asli sisa-sisa tanaman tidak lagi dapat dibedakan secara jelas.
· Horizon A : merupakan
horizon yang berada di permukaan tanah, terdiri atas campuran antara bahan
organik dan bahan mineral. Horizon ini merupakan horizon pencucian (eluviasi)
dari bahan-bahan seperti liat, asam-asam organik, serta kation tanah terutama Ca2+,
K+, Na+, dan Mg2+.
Secara umum, horizon A dibedakan menjadi tiga (3) bagian,
yakni A1, A2 dan A3.
Ø
Horizon
A1: bahan mineral bercampur dengan bahan organik (humus) dan memiliki warna
yang gelap.
Ø
Horizon
A2: horizon A yang telah mengalami pencucian (eluviasi) yang maksimal terhadap
bahan-bahan seperti liat, bahan organik dan kation. Warna horizon ini lebih
terang dibandingkan dengan horizon A1.
Ø
Horizon
A3: merupakan horizon peralihan dari A ke B namun, masih memiliki sifat-sifat yang lebih
menyerupai horizon A (terutama struktur tanahnya).
Gambar 1. Horizon penyusun tanah
·
Horizon
B: Horizon B merupakan horizon penimbunan (iluviasi) bahan-bahan tercuci dari
horizon A.
Horizon B dibedakan menjadi tiga (3) bagian, yakni B1, B2
dan B3.
Ø
Horizon
B1 : peralihan horizon A ke B, namun, sifat-sifatnya lebih menyerupai horizon B.
Ø
Horizon
B2 : horizon penimbunan (iluviasi) yang maksimum terhadap bahan-bahan seperti liat,
kation, Fe, Al, dan bahan organik.
Ø
Horizon
B3 : horizon peralihan dari B ke C, namun, lebih menyerupai horizon B.
·
Horizon
C : merupakan lapisan bahan induk tanah yang telah mengalami pelapukan. Proses
pelapukan yang terjadi pada horizon ini baru pada tahap pelapukan fisik dan
belum mengalami perubahan secara kimiawi. Pengaruh makhluk hidup belum
mencapai horizon ini.
·
Horizon
D atau R: lapisan ini merupakan hamparan batuan yang belum mengalami pelapukan,
baik secara fisik maupun kimia. Horizon ini merupakan sumber bahan penyusun
tanah yang sangat menentukan sifat-sifat tanah yang terbentuk (lihat bahasan
lebih lanjut).
Perlu dijelaskan di sini, bahwa tanah yang kita jumpai di
alam tidak selalu memiliki horizon seperti yang diterangkan di atas.
Perkembangan tanah pada hakekatnya akan mengakibatkan terbentuknya
horizon-horizon seperti yang diberikan pada Gambar 1. Semakin lama proses
pembentukan tanah, semakin lengkap horizon yang terbentuk. Namun, , berbagai
kondisi lingkungan juga sangat menentukan pembentukan horizon ini. Erosi tanah,
misalnya, akan mengakibatkan hilangnya horizon A, sehingga yang tertinggal
hanya horizon B dan C. Selain itu, pekerjaan/tindakan manusia dapat juga
menyebabkan terjadinya penimbunan tanah dari tempat lain, sehingga horizon A
tidak lagi terdapat di permukaan tanah melainkan di bawah timbunan tanah
tersebut. Horizon O hanya dijumpai pada tanah yang belum pernah diolah.
Pengolahan tanah mengakibatkan hilangnya horizon ini. Selanjutnya, tanah yang masih muda biasanya belum memiliki
horizon A2 atau B3, atau bahkan belum memiliki horizon B sehingga hanya terdiri
atas A dan C.
C. Penamaan horizon
Perkembangan ilmu pengetahuan mengakibatkan terjadinya
perubahan nama-nama horizon. Perubahan nama-nama horizon oleh USDA (1982)
adalah seperti yang dicantumkan pada
Tabel 1.
Tabel 1.
D.
Pedon dan Polipedon
Tanah yang berkembang di bawah pengaruh berbagai faktor
pembentukan tanah akan memiliki sifat yang berbeda dalam hal :
·
Profil
(jenis dan susunan horizon)
·
Kedalaman
solum
·
Kandungan
bahan organik
·
Sifat-sifat
lainnya.
Perbedaan ini tidak hanya terjadi antara satu daerah
dengan daerah yang lain, melainkan juga pada daerah yang sama bahkan hanya
dipisahkan oleh jarak beberama meter saja. Dengan demikian, , jelas bahwa pada
areal yang luas kita tidak dapat mempelajari sifat tanah hanya pada satu tempat
saja sebab mungkin pada areal tadi terdiri atas beberapa jenis tanah.
Satuan individu terkecil dalam tiga dimensi yang masih
disebut dengan tanah dinamakan dengan pedon.
Sifat-sifat tanah yang tergabung dalam pedon ini memiliki keseragaman yang
sama. Biasanya pedon memiliki luas antara 1 hingga 10 m2. Sehingga
cukup luas untuk dapat mempelajari sifat tanah dan susunan horizon tanah yang
ada.
Karena kecilnya pedon yang ada, maka pedon tidak dapat
digunakan sebagai satuan dasar untuk pengelompokan tanah di lapang. Guna
keperluan ini, maka digunakan kumpulan pedon yang menunjukkan sifat tanah yang
sama. Kumpulan pedon ini kita namakan dengan polipedon. Polipedon ini menghasilkan "seri tanah"
tertentu pada klasifikasi tanah. Satu satuan polipedon akan memiliki sifat
seperti satu seri tanah tertentu.
2.2 Proses Pelapukan Batuan dan Mineral
Bebatuan penyusun tanah pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi dua bentuk, yakni batuan keras dan batuan lunak. Batuan keras terdiri
atas : batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan batuan lunak
terdiri atas abu vulkan dan bahan endapan.
Pelapukan batuan mengakibatkan berubahnya bebatuan ini
menjadi bahan lebih lunak yang disebut dengan regolit. Bagian atas regolit
inilah yang Selanjutnya, berubah menjadi
tanah. Pelapukan batuan ini dapat berlangsung melalui 3 cara, yakni :
·
Pelapukan
secara fisik
·
Pelapukan
secara kimiawi
·
Pelapukan
secara biologi-mekanik.
Gambar 2. Ilustrasi pembentukan tanah
A. Pelapukan Secara Fisik
Pelapukan batuan terjadi akibat pengaruh lingkungan yang
mengakibatkan berubahnya sifat fisik (terutama ukuran mineral). Pelapukan
secara ini dapat terjadi karena perubahan iklim (suhu) atau kiondisi lingkungan
yang lain, misalnya gesekan antar batuan sehingga mengakibatkan hancurnya
mineral. Beberapa contoh pelapukan secara fisik ini adalah :
(1)
Adanya
pengaruh suhu yang mengakibatkan terjadinya pemuaian atau pengkerutan mineral
tanah. Oleh karena tingkat pemuaian dan pengkerutan mineral yang terdapat di
dalam bebatuan itu berbeda-beda, maka kegiatan ini mengakibatkan retak/hancurnya
batuan yang bersangkutan.
(2)
Di
daerah yang beriklim dingin, air yang meresap pada pori-pori batuan akan
berubah menjadi es dan bertambah besar volumenya. Pada saat suhu meningkat,
terjadi pencairan es dan volumenya mengalami penurunan. Hal ini juga dapat
mengakibatkan pecahnya bebatuan yang bersangkutan.
(3)
Pengangkutan
bebatuan dari satu tempat ke tempat lain oleh air (sungai) juga akan
mempercepat terjadinya hancuran fisik batuan yang bersangkutan.
B. Pelapukan Secara Kimiawi
Pelapukan secara kimiawi merupakan tahapan yang sangat
penting dalam penyiapan batuan menjadi sumber hara bagi tanaman. Proses ini
pada dasarnya hanya terjadi apabila terdapat air sebagai medianya. Akibat
kegiatan ini adalah hancurnya mineral-mineral yang semula tergabung di dalam bebatuan
sehingga dapat terbentuk mineral-mineral baru dan membebaskan sebagian unsur
yang terkandung di dalam mineral tersebut sehingga dapat digunakan oleh
tanaman.
Pelapukan secara kimiawi terjadi melalui empat proses
utama yakni (1) hidrasi-dehidrasi, (2) oksidasi-reduksi, (3) hidrolisis, dan (4)
pelarutan.
(1)
Hidrasi-dehidrasi
Hidrasi adalah reaksi pengikatan molekul air oleh senyawa
tertentu, sedangkan dehidrasi adalah reaksi kebalikannya. Proses ini dapat
mengakibatkan di satu fihak terjadinya "pelunakan" mineral-mineral
sehingga mudah larut dan di lain fihak mengakibatkan terjadinya penambahan volume
mineral sehingga mempercepat pelapukan. Contoh proses ini adalah pengikatan dan
pelepasan dua molekul air oleh CaSO4 sebagai berikut :
CaSO4
+ 2H2O --------> CaSO4.2H2O (hidrasi)
CaSO4.2H2O
--------> CaSO4 + 2H2O (dehidrasi)
(2)
Oksidasi-reduksi
Oksidasi adalah reaksi pengurangan elektron karena
terdapat oksigen, sedangkan reduksi adalah reaksi penambahan elektron pada
suasana kekurangan oksigen. Contoh proses ini adalah oksidasi dan reduksi ion
besi seperti berikut
Fe2+
----------------> Fe3+ + e- (oksidasi)
Fe3+ + e-
-----------> Fe2+ (reduksi)
Oksidasi dan reduksi merupakan proses yang sangat penting
bagi pelapukan mineral-mineral yang kaya akan besi fero seperti biotit, glaukonit, hornblende, piroksin,
dan sebagainya. Perubahan fero (Fe2+) ke feri (Fe3+)
mengakibatkan terjadinya perubahan ukuran serta muatan sehingga mempercepat
penghancuran mineral. Perubahan dari feri ke fero akan memperbesar mobilitas
ion besi sehingga mempercepat pencucian. Apabila fero tidak tercuci, maka ion
ini akan bereaksi dengan unsur lain seperti S dan membentuk senyawa FeS serta
senyawa lainnya dan memberikan warna hijau kebiruan pada tanah sebagai tanda
adanya proses reduksi pada tanah yang bersangkutan (warna gley pada tanah sawah).
(3)
Hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses penggantian kation yang
terdapat di dalam struktur kristal oleh ion hidrogen (H+). Proses
ini mengakibatkan hancurnya struktur kristal mineral yang bersangkutan.
Hidrolisis mengakibatkan terjadinya pelapukan yang "sempurna" atau
modifikasi yang drastis pada mineral-mineral yang mudah lapuk. Contoh proses
ini adalah hancurnya mineral feldspar
oleh ion hidrogen seperti berikut
KAlSi3O8 (feldspar) + H+
----------> HAlSi3O8 + K+
(4)
Pelarutan
Pelarutan terutama terjadi pada garam-garam sederhana
seperti karbonat, klorida, dan sebagainya.
CaCO3 + 2H+ ------------> H2CO3
+ Ca2+
C. Pelapukan Secara Biologi-Mekanik
Pelapukan batuan dapat diakibatkan oleh kegiatan makhluk
hidup seperti akar tanaman dan juga oleh kegiatan mikroorganisme tanah.
Kegiatan makhluk hidup ini dapat mengakibatkan hancurnya bebatuan karena
tekanan (oleh akar) atau karena pelarutan oleh zat-zat tertentu yang dibebaskan
oleh jasad renik yang bersinggungan dengan bebatuan yang bersangkutan.
Pelapukan bebatuan oleh penembusan akar terjadi karena
sel-sel tanaman yang berkembang dapat menimbulkan kekuatan penekanan yang
sangat besar (> 10 atmosfer). Selanjutnya, beberapa enzim dan asam-asam organik yang
dibebaskan oleh jasad renik juga mengakibatkan hancurnya bebatuan yang sangat
keras.
2.3 Perkembangan Profil Tanah
a.
Proses pembentukan profil tanah
Secara garis besar terdapat empat (4) proses pembentukan
profil tanah, yakni :
·
Penambahan
bahan-bahan dari tempat lain ke dalam tanah
·
Kehilangan
bahan-bahan yang ada di dalam tanah
·
Perubahan
bentuk bahan-bahan yang ada di dalam tanah
·
Pemindahan
bahan-bahan di dalam solum.
Keempat
proses tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.
(1)
Penambahan bahan-bahan (additions)
meliputi
-
Penambahan
air hujan, embun dan lainnya ke dalam tanah
-
Penambahan
O2 dan CO2 dari atmosfer
-
Penambahan
N, Cl, S dari atmosfer dan hujan
-
Penambahan
bahan organik dari sisa tanaman dan hewan
-
Penambahan
bahan-bahan endapan
-
Penambahan
energi serta sinar matahari
Gambar 3. Ilustrasi Proses
Pembentukan Tanah
|
|
Source: Lesley
Dampier
|
|
(2) Kehilangan bahan-bahan (losses) meliputi
-
Kehilangan
air melalui penguapan (evapotranspirasi)
-
Kehilangan
N melalui denitrifikasi
-
Kehilangan
C (B.O) karena dekomposisi
-
Kehilangan
tanah karena erosi
-
Kehilangan
energi karena radiasi
(3) Perubahan bentuk (transformation) meliputi
-
Perubahan
B.O kasar menjadi humus
-
Penghancuran
pasir menjadi debu halus dan liat
-
Pembentukan
struktur tanah
-
Pelapukan
mineral dan pembentukan mineral liat
-
Pembentukan
konkresi
(4) Pemindahan dalam solum (translocation) meliputi
-
Pemindahan
liat, B.O, Fe, Al dari lapisan atas ke bawah
-
Pemindahan
hara dari bawah ke atas melalui siklus vegetasi
-
Pemindahan
tanah antar lapisan tanah akibat fauna
-
Pemindahan
garam dari bawah ke atas melalui kapiler
b. Penghancuran batuan (disintegrasi) dan penyusunan tanah (sintesis)
Disintegrasi bebatuan akan membebaskan unsur hara yang
dapat digunakan oleh tanaman. Selain itu, proses ini juga menghasilkan mineral
liat (proses sintesis) yang mampu menahan unsur hara dan air yang berguna bagi
tanaman. Proses sintesis di dalam tanah dapat terjadi bersamaan waktunya dengan
proses disintegrasi bahan lain yang ada di dalam tanah.
c. Organisme dan bahan organik
Tanaman yang tumbuh di atas lapukan batuan akan memacu
terbentuknya tanah. Bahan organik yang terdapat di atas tanah (horizon O) atau
yang terdapat di dalam tanah, lama kelamaan akan bercampur dengan lapisan tanah
yang paling atas, sehingga menghasilkan warna tanah yang lebih gelap (horizon
A). Horizon iai selain memiliki warna yang lebih gelap juga memiliki struktur
tanah yang lebih stabil.
Pelapukan bahan organik tanah juga akan menghasilkan asam
organik yang dapat mempercepat pelapukan bahan mineral sehingga dapat
menghasilkan unsur yang dapat digunakan oleh tanaman atau tercuci ke lapisan
yang lebih dalam (horizon B).
Orgaisme hidup, bersama-sama dengan air tanah, akan
menetapkan nisbah (rasio) asam/basa dalam larutan tanah. Siklus hara tanah,
yang meliputi penggunaan unsur hara tanah oleh tanaman yang kemudian akan
dikembalikan lagi ke dalam tanah melalui sisa-sisa tanaman akan membantu
mengendalikan keseimbangan asam-basa dari larutan tanah yang bersangkutan.
d. Peranan air
Air merupakan bahan yang sangat penting dalam pembentukan
dan perkembangan horizon tanah. Air berperan :
-
sebagai
pemacu pertumbuhan tanaman
-
sebagai
sarana dalam reaksi kimia
-
sebagai
bahan pengangkut dalam pemindahan liat dsb.
-
air
kapiler membantu pergerakan air ke permukaan tanah dan mengakibatkan penimbunan
bahan-bahan garam di permukaan tanah.
Tanah yang memiliki sifat mudah meresapkan air akan
memiliki aerasi baik sehingga baik pula bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Sebaliknya tanah yang sulit meresapkan air akan memiliki aerasi yang
jelek sehingga kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.
2.4 Faktor-Faktor Pembentukan Tanah
Tanah berkembang dari bahan induk berupa bebatuan. Bebatuan
ini melapuk sebagai akibat interaksi faktor-faktor lingkungan, termasuk makhluk
hidup. Bidang ilmu yang mempelajari pembentukan tanah dari bahan induknya
dinamakan dengan genesa tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi lima komponen (Jenny, 1946), yakni (1) iklim, (2) bahan induk,
(3) organisme, (4) topografi, dan (5) waktu. Hubungan antara kelima faktor
pembentukan tanah disajikan pada Gambar 4.
a.
Iklim
Iklim adalah faktor yang sangat penting dalam pembentukan
tanah. Komponen iklim yang paling penting dalam hal ini adalah suhu dan curah hujan. Kedua komponen iklim ini sangat berpengaruh terhadap
intensitas reaksi kimia dan fisika tanah.
Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam kecepatan
reaksi kimia tanah. Setiap kenaikan suhu sebesar 10o C akan
mempercepat reaksi kimia 2 kali lipat. Selanjutnya, reaksi yang dilakukan oleh mikroorganisme
tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya.
Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelarutan dan pengangkutan (pencucian koloid tanah serta kation yang dikandung
tanah). Di daerah tropis, curah hujan serta suhu biasanya cukup tinggi sehingga
proses pelapukan serta pencucian berjalan dengan sangat cepat. Hal ini akan
menghasilkan pelapukan lanjut, tanah miskin hara serta memiliki reaksi masam.
Sebaliknya pada daerah kering, proses pencucian berjalan sangat lambat sehingga
menghasilkan tanah yang kurang masam dan kandungan kation basa lebih tinggi.
Gambar 4. Interaksi
faktor-faktor pembentukan tanah
b. Bahan Induk
Bahan induk merupakan bahan asal terbentuknya tanah.
Sifat-sifat bahan induk akan sangat mempengaruhi sifat tanah yang dihasilkan.
Sifat-sifat ini bahkan masih dapat dilihat pada tanah yang terdapat di daerah
humid yang telah mengalami pelapukan lanjut. Salah satu contoh adalah apabila
tanah bertekstur pasir, maka tentu dia berkembang dari bahan induk yang
mengandung pasir dalam jumlah tinggi.
Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya
mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan, akan tetapi juga menentukan jenis
vegetasi yang tumbuh di atasnya. Sebagai contoh, tanah mineral yang kaya kapur
akan menghambat terjadinya pemasaman tanah. Di samping itu vegetasi yang tumbuh
di atasnya juga kaya akan kapur. Pengembalian vegetasi ini ke dalam tanah akan
menghambat kemasaman tanah.
Bahan induk tanah pada dasarnya dibedakan menjadi tiga
bagian, yakni (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, dan (3) batuan metamorfosa.
(1) Batuan beku
Batuan beku terbentuk karena magma yang membeku.
Berdasarkan tempat pembekuannya, batuan ini dibedakan menjadi :
a.
Batuan
beku atas (batuan vulkanik) yakni magma yang membeku di permukaan bumi.
b.
Batuan
beku gang yakni magma yang membeku di saluran (antara sarang magma dan
permukaan bumi).
c.
Batuan
beku dalam yakni magma yang membeku di sarang magma.
Berdasarkan
kandungan SiO2 nya, batuan beku dibedakan menjadi batuan beku masam,
batuan beku intermedier, dan batuan beku basa. Semakin tinggi kadar SiO2
maka sifat batuan semakin asam.
(2) Batuan Sedimen
Batuan
sedimen (endapan) dibedakan menjadi batuan endapan tua dan batuan endapan baru.
a. Batuan endapan tua yakni bahan endapan (pada umumnya
endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu sehingga membentuk
batuan yang keras. Contoh batuan ini adalah batuan gamping, batuan pasir serta
batuan liat.
b. Batuan endapan baru yakni bahan endapan yang masih baru
sehingga belum menjadi batu. Contohnya adalah bahan yang diendapkan oleh air
(di daerah banjir) dan bahan yang diendapkan oleh angin (di daerah pantai).
(3) Batuan Metamorfose
Batuan
ini berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang karena tekanan dan suhu
yang tinggi akan berubah menjadi jenis batuan yang lain. Batuan ini pada
umumnya bertekstur lembar (foliated
texture) sebagai akibat rekristalisasi beberapa mineral dan orientasi
mineral menjadi paralel sehingga membentuk lembaran. Beberapa contoh batuan ini
adalah :
a.
Batuan
metamorf dengan lembaran halus yang disebut dengan schist, misalnya mika
schist.
b.
Batuan
metamorf dengan lembaran kasar disebut dengan Ggneis, misalnya granit gneis.
c.
Beberapa
batuan metamorf tidak menunjukkan tekstur lembar, misalnya kwarsit (dari batu
pasir) dan marmer (dari batu kapur karbonat).
(4) Bahan Induk Organik
Pada daerah rawa yang selalu tergenang air, penghancuran
bahan organik terjadi sangat lambat (lebih lambat daripada penimbunannya),
sehingga terjadi penimbunan bahan organik. Bahan organik ini Selanjutnya, akan menjadi bahan induk tanah gambut yang
banyak dijumpai di daerah pantai di Indonesia, misalnya di sepanjang Timur
pantai Sumatera, pantai Barat, Selatan dan Timur Kalimantan, dan batas Selatan Irian
Jaya.
c. Organisme
Selain sebagai sumber bahan organik, organisme juga
membantu dalam siklus hara, menstabilkan struktur serta mampu menghambat erosi
tanah. Perbedaan jenis vegetasi antara lingkungan hutan dan padang rumput akan
menghasilkan jenis tanah yang berbeda pula. Selain itu, kandungan unsur kimia
pada tanaman juga mempengaruhi sifat tanah yang ada di sekitarnya. Misalnya,
jenis cemara tertentu mengandung kation Ca, Mg, dan K yang rendah. Dengan
demikian, , siklus hara yang berada di bawah tanaman ini akan lebih rendah dari
pada yang terjadi di bawah tanaman yang berdaun lebar yang lebih kaya basa.
Jadi, tanah yang berada di bawah pohon pinus/cemara akan lebih masam. Selain
itu pencucian basa pada lingkungan ini juga lebih intensif.
d. Topografi
Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah
suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng.
Topografi ini mempengaruhi pembentukan tanah dengan cara :
1).
Mempengaruhi
jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh tanah.
2).
Mempengaruhi
kedalaman air tanah.
3).
Mempengaruhi
besarnya erosi.
4).
Mengarahkan
gerakan air dan bahan yang terlarut di dalamnya.
Topografi suatu daerah dapat menghambat ataupun
mempercepat pengaruh iklim dalam proses penghancuran bebatuan. Pada daerah
datar atau cekung, air tidak begitu nampak. Sebaliknya di daerah bergelombang,
drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan dan temperatur)
lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Pada daerah
lereng, erosi biasanya terjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan tanah lebih
dangkal. Sebaliknya pada daerah kaki bukit, terjadi penimbunan bahan-bahan
dari daerah atas sehingga tanah lebih tebal.
Sifat-sifat tanah yang biasanya berkaitan dengan relief
ini antara lain :
1).
Ketebalan
solum
2).
Ketebalan
dan kadar bahan organik pada horizon A
3).
Kandungan
air tanah
4).
Warna
tanah
5).
Tingkat
perkembangan horizon
6).
Kejenuhan
basa
e. Waktu
Tanah adalah benda alam yang terus menerus mengalami
perubahan. Adanya pencucian serta pelapukan yang berlangsung terus menerus akan
menghasilkan tanah yang semakin tua dan semakin kurus. Pada tanah ini, mineral
yang mudah lapuk sudah habis dan yang tertinggal hanya mineral yang sukar
lapuk seperti kuarsa. Selain itu, seiring meningkatnya usia tanah, maka profil
tanah juga semakin berkembang.
Berdasarkan waktu pembentukannya, tanah dibedakan menjadi
:
1).
Tanah
muda (immature atau young soil)
2).
Tanah
dewasa (mature soil)
3).
Tanah
tua (old soil).
Perkembangan profil tanah sebagai indikasi tingkat
perkembangan tanah disajikan pada Gambar 5.
(d)
|
(c)
|
(b)
|
(a)
|
Keterangan :
(a) : bahan induk
(b) : tanah muda
(c) : tanah dewasa
(d) : tanah tua (ultisol, oxisol)
Gambar 5. Tingkat Perkembangan Tanah
a)
Tanah muda
Pada tanah ini, pembentukan tanah baru pada tahap
pencampuran bahan organik dengan bahan mineral yang terdapat di permukaan
tanah. Pembentukan struktur tanah terjadi karena adanya pengaruh bahan organik.
Horizon yang terbentuk pada tanah ini baru horizon A dan C. Pada tanah ini,
sifat tanahnya masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Contoh tanah
ini adalah Entisol (Aluvial, Regosol).
b)
Tanah dewasa
Tanah muda masih akan terus mengalami pelapukan serta
pencucian lanjut sehingga terbentuklah horizon B. Tingkat kesuburan tanah ini
adalah yang paling tinggi karena di satu fihak unsur hara dari mineral telah
tersedia dan di lain fihak pencucian belum begitu intensif. Contoh tanah ini
adalah Inceptisol (latosol coklat, andosol), Vertisol, dan Mollisol.
c)
Tanah tua
Pada tanah ini pelapukan serta pencucian bahan-bahan
telah berjalan secara lanjut. Kondisi ini mengakibatkan horizon tanah telah
mengalami diferensiasi secara nyata. Pada horizon A dan B terbentuk horizon A1,
A2, A3, B1, B2, dan B3. Adanya pencucian yang tinggi mengakibatkan tanah
mengalami kekurangan kation basa sehingga tanah menjadi masam dan miskin unsur
hara. Contoh tanah tua adalah Ultisol (P.M.K) dan Oxisol (Laterit).
Waktu yang diperlukan untuk pembentukan setiap jenis tanah
berbeda-beda. Tanah yang berkembang dari bebatuan yang keras akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk pembentukan tanahnya dibandingkan dengan tanah yang
berkembang dari bahan induk yang lunak dan lepas.
Adanya kekeringan serta erosi dapat menghambat
perkembangan tanah. Dengan demikian, , tua atau mudanya tanah tidak dapat dinyatakan
dari umur tanah tersebut dalam tahun, tetapi didasarkan kepada tingkat
perkembangan horizon-horizon tanah yang ada. Pembentukan tanah mula-mula
berjalan agak cepat, tetapi semakin tua tanah proses ini berjalan semakin
lambat.
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat
1.
Jelaskan
perbedaan antara solum, tanah, dan regolit.
2.
Jelaskan
ciri-ciri yang membedakan antara horizon A, B dan C?
3.
Jelaskan
tentang tiga jenis pelapukan batuan yang Saudara ketahui.
4.
Jelaskan,
apa sebabnya pelapukan batuan secara kimia dianggap paling "berjasa"
dalam penyediaan hara tanaman?
5.
Uraikan
dan berikan contoh empat proses pembentukan profil tanah!.
6.
Jelaskan
lima faktor pembentukan tanah. Manakah di antara faktor-faktor tersebut yang
paling berperan dalam pembentukan tanah?
7.
Di
antara tanah muda, dewasa, dan tua, manakah yang paling sesuai bagi tanaman? Jelaskan
jawaban Anda.
III. SIFAT-SIFAT FISIK TANAH
3.1 Pengertian Umum
Sifat fisik tanah adalah sifat tanah yang dapat diukur
secara visual ataupun dengan perasaan. Sifat-sifat ini dapat dinyatakan dalam
skala seperti ukuran besar, ketegangan, atau intensitas. Setiap tanah memiliki
sifat fisik yang tertentu, tergantung kepada sifat-sifat setiap komponennya,
jumlah komponen penyusunnya, serta cara komponen tersebut tersusun.
Tanah pada hakekatnya terbentuk oleh bahan padatan,
cairan, dan bahan gas yang satu dengan yang lain membentuk gabungan yang sangat
beragam. Perbandingan antara air serta udara tanah sangat ditentukan oleh
seberapa jauh partikel tanah membentuk susunan yang kompak. Cara penyusunan
partikel yang berukuran kecil sangat berbeda dengan partikel yang berukuran
lebih besar. Dengan demikian, , baik tekstur tanah (perbandingan fraksi padatan
tanah) maupun strukturnya (cara partikel tersebut bergabung) akan sangat
menentukan jumlah rongga yang terbentuk serta perbandingan antara air dan udara
yang dapat ditahan oleh tanah.
Sifat-sifat fisik tanah dapat berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Secara langsung, sifat
fisik tanah mempengaruhi kedalaman perakaran serta kemudahan akar untuk
memperoleh air serta udara di dalam tanah. Sedangkan secara tidak langsung,
sifat fisik tanah berpengaruh terhadap sifat kimia serta biologi tanah.
3.2 Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif suatu tanah adalah kedalaman lapisan
tanah yang dapat ditembus oleh perakaran tanaman. Tanah memiliki kedalaman
efektif yang tinggi apabila perkembangan perakaran tanaman tidak terhambat oleh
faktor fisik tanah, seperti lapisan keras yang tidak tembus oleh akar atau oleh
adanya lapisan air yang tidak sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Kedalaman
efektif suatu tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah serta homogeneitas
antar lapisan tanah.
Tanah yang dalam (solum yang tebal) akan menjadi media
yang lebih baik bagi perkembangan perakaran, bagi ketersediaan hara tanah,
serta bagi penyimpanan air tanah. Dengan demikian, , tanah yang dalam biasanya
lebih produktif dibandingkan dengan tanah yang lebih dangkal.
Kedalaman tanah seringkali menjadi kendala utama dalam
keberhasilan produksi tanaman tahunan. Terhambatnya perkembangan perakaran
sebagai akibat tipisnya kedalaman tanah mengakibatkan tanaman tidak dapat
memperoleh air serta hara yang cukup bagi pertumbuhannya.
3.3 Tekstur
Tanah
Tekstur tanah menggambarkan persentase (berdasarkan
berat) dari ketiga komponen penyusun fraksi mineral tanah, yakni pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay).
Ketiga fraksi tanah ini dibedakan satu sama lain oleh diameter partikel yang
bersangkutan. Bagi partikel yang berbentuk tidak bulat dianggap memiliki
diameter yang sama dengan rerata antara ukuran maksimum dan minimumnya.
Fraksi pasir (sand)
Selanjutnya, dibagi lagi menjadi
kelompok yang berukuran lebih kecil yang dinamakan dengan separat tanah. Tabel
1 berikut memberikan pembagian separat tanah berdasarkan sistem USDA.
Tabel 1 : Separat tanah berdasarkan klasifikasi USDA
=====================================================
Fraksi Separat
tanah Ukuran
dalam mm
------------------------------------------------------------------------------------------
Pasir (sand)
Pasir sangat kasar 2,0 - 1,0
Pasir kasar 1,0
- 0,5
Pasir sedang 0,5 - 0,25
Pasir halus 0,25
- 0,10
Pasir sangat halus 0,10 - 0,05
Debu (silt) 0,05 - 0,002
Liat (clay) kurang dari 0,002
=====================================================
Partikel tanah yang berdiameter lebih besar dari 2 mm
tidak termasuk dalam kelompok tekstur tanah. Partikel tanah seperti kerikil dan
batu dapat mempengaruhi kemudahan pengelolaan tanah, namun, partikel ini tidak berpengaruh secara langsung
terhadap sifat dasar tanah seperti kemampuan penahanan air tanah, penyediaan
hara tanah dan sebagainya.
A.
Penamaan Tanah
Penamaan tekstur tanah menggunakan kata-kata seperti
pasir (sand), lempung (loam), liat (clay), dan debu (silt).
Lempung menunjukkan campuran antara pasir, debu, dan liat pada perbandingan
yang hampir sama.
Nama tekstur tanah menunjukkan persentase berat
masing-masing fraksi mineral tanah hingga batas-batas tertentu. Penamaan ini
dipermudah dengan menggunakan segitiga tekstur seperti yang tertera pada Gambar
6. Segitiga ini dibagi menjadi 12 daerah yang memiliki seluruh kemungkinan
perbandingan antara ketiga fraksi mineral tanah. Interseksi ketiga garis yang
menunjukkan persentase setiap fraksi ini menentukan jenis tekstur tanah yang
diamati. Untuk lebih jelasnya, jika tanah mengandung 60% pasir, 25% debu, dan
15% liat, maka teksturnya adalah lempung berpasir. Jika kandungannya adalah 25%
pasir, 45% debu, dan 30% liat maka teksturnya adalah lempung berliat. Kandungan
28% pasir, 54% debu, dan 18% liat maka teksturnya adalah lempung berdebu.
Kadang-kala titik temu ini tepat berada pada garis tengah
antara dua jenis tekstur. Jika demikian, maka biasanya digunakan nama fraksi
yang lebih halus. Misalnya tanah yang mengandung 40% liat, 30% debu, dan 30%
pasir maka akan diberi nama liat daripada lempung berliat. Selanjutnya, kata-kata seperti sangat kasar, kasar, halus,
dan sangat halus digunakan untuk tekstur tanah pasir, misalnya lempung berpasir
kasar dan sebagainya.
Berdasarkan sistem USDA, tekstur tanah dikelompokkan
dalam 12 golongan, yakni :
Ø
Liat
(clay)
Ø
Liat
berpasir (sandy clay)
Ø
Liat
berdebu (silty clay)
Ø
Lempung
(loam)
Ø
Lempung
liat (clay loam)
Ø
Lempung
liat berdebu (silty clay loam)
Ø
Lempung
liat berpasir (sandy clay loam)
Ø
Lempung
berdebu (silty loam)
Ø
Lempung
berpasir (sandy loam)
Ø
Debu
(silt)
Ø
Pasir
(sand)
Ø
Pasir
berlempung (loamy sand)
b.
Pentingnya tekstur tanah
Setiap partikel tanah memberikan peran yang sangat pentig
bagi sifat tanah secara keseluruhan. Liat bersama-sama dengan bahan organik
memegang peran yang sangat penting dalam penahanan air tanah serta ketersediaan
hara bagi tanaman. Partikel yang halus juga berperan sebagai agen perekat
partikel tanah yang lebih kasar untuk membentuk agregat atau struktur tanah.
Sementara itu partikel tanah yang lebih besar berperan sebagai penyusun
kerangka tubuh tanah, mempertahankan permeabilitas tanah, serta meningkatkan
aerasi tanah. Selain itu partikel yang lebih besar ini juga membuat tanah
menjadi lebih tahan terhadap gaya berat yang terjadi di atas permukaan tanah.
Gambar 6. Segitiga tekstur (USDA)
Tanah berpasir biasanya sangat permeabel terhadap air,
udara, dan akar tanaman. Namun, , tanah ini biasanya memiliki daya penahanan
air tanah yang rendah dan juga rendah kemampuannya dalam hal penyediaan hara
bagi tanaman. Agar menjadi lebih produktif, tanah ini harus seringkali
menerima penambahan air serta hara bagi tanaman. Di samping itu, jika kandungan
bahan organik tanah ini cukup tinggi, maka akan mampu menggantikan peran liat
dalam hal penahanan air tanah serta penyediaan hara. Sayangnya, biasanya tanah
ini miskin akan bahan organik.
Rendahnya kemampuan tanah pasir dalam hal penahanan air
tanah serta hara tanaman ini sangat erat kaitannya dengan rendahnya luas
permukaan partikel tanah karena ukurannya yang kasar. Luas permukaan per gram
fraksi tanah adalah berbanding terbalik dengan diameter partikel fraksi tanah
tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah kubus yang sisinya berukuran 1 cm, maka
luas permukaan totalnya adalah 6 cm2. Apabila kubus tersebut dibagi
menjadi kubus-kubus yang sisinya berukuran 0,2 cm, maka akan terbentuk 125
kubus yang luas permukaan totalnya menjadi 30 cm2. Jika kubus ini dibagi
menjadi kubus-kubus yang sisinya adalah 0,001 cm, maka akan terbentuk 109 kubus
dengan luas total permukaannya adalah 6000 cm2. Dengan demikian, ,
jelaslah mengapa tanah liat yang tersusun oleh fraksi berukuran jauh lebih
kecil daripada tanah pasir memiliki kemampuan menahan air tanah serta hara
tanaman yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanah pasir.
Liat bukan hanya memiliki luas permukaan yang besar, namun,
dia juga memiliki muatan listrik. Muatan
listrik ini membantu penahanan ion yang diperlukan oleh tanaman, sebaliknya
pasir tidak memiliki muatan ini. Selain
mampu menahan ion, liat juga mampu menahan air tanah karena luas permukaan yang
mengadakan kontak (singgungan) langsung dengan air tanah lebih besar dibandingkan
dengan pasir.
Tanah yang terlalu banyak mengandung liat memiliki
kemampuan penahanan air tanah yang tinggi, namun, tanah ini biasanya tidak memiliki aerasi yang
baik. Masalah ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan pemberian bahan
organik. Bahan organik ini pada dasarnya mampu membantu penggabungan partikel
liat bersama-sama dan membentuk rongga udara di antara partikel tersebut. Salah
satu problem pada tanah yang berliat ini adalah tingkat kelekatannya yang
tinggi pada kondisi basah. Sebaliknya tanah ini akan keras pada kondisi kering.
Kedua sifat ini sangat menyulitkan pengolahan tanah terutama dengan mesin-mesin
pertanian. Inilah sebabnya maka tanah berliat ini dikatakan dengan tanah
"berat", sedangkan tanah pasir dikatakan sebagai tanah yang "ringan".
Tanah lempung dan
lempung berdebu merupakan tanah yang sangat diinginkan bagi pertumbuhan tanaman
yang baik. Tanah ini cukup memiliki liat untuk dapat menyimpan air serta hara
tanaman, sementara itu kadar liat yang tidak terlalu tinggi masih memungkinkan
terbentuknya aerasi tanah yang baik serta tidak menghambat pengolahan tanah
dengan mesin pertanian. Tanah yang mengandung 7 hingga 27% liat dan memiliki
perbandingan yang hampir sama antara pasir dan debu merupakan tanah yang
bertekstur lempung. Tanah lempung yang mengandung bahan organik sangat sesuai
sebagai tanah pertanian. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa tanah yang lain kurang sesuai bagi pertanian. Suatu tanah yang
mengandung 50% liat pun akan dapat berproduksi tinggi apabila tanah tersebut
mengandung bahan organik yang cukup tinggi untuk membantu terbentuknya struktur
tanah yang baik sehingga aerasi tanahnyapun juga baik.
Tekstur tanah akan bervariasi berdasarkan kedalaman
profilnya. Horizon B yang lebih kaya akan liat dibandingkan dengan horizon A
biasanya memiliki aerasi yang kurang baik dibandingkan dengan horizon A. Selain
itu, perbandingan kandungan liat antara horizon A dan B pada tanah muda,
dewasa, dan tanah tua sangat berbeda. Pada tanah muda, kandungan liat ini
relatif homogen. Perbandingan ini akan semakin nyata dengan semakin dewasanya
tanah oleh karena terjadinya pencucian.
3.4
Struktur tanah
Dua jenis tanah yang memiliki tekstur yang sama bisa jadi
akan memiliki sifat-sifat fisik yang berbeda karena perbedaan susunan partikel
penyusun tanah tersebut. Penyusunan partikel tunggal menjadi satuan yang lebih
besar ini disebut dengan pembentukan struktur tanah. Jadi struktur tanah pada
hakekatnya adalah gabungan antara partikel tunggal tanah dalam bentuk gumpalan
(agregat) yang dibatasi oleh bidang belah alami. Penggabungan ini terjadi
karena adanya partikel halus tanah, terutama liat dan humus. Pengikatan antar
partikel tanah ini menghasilkan rongga yang terbentuk di antaranya. Rongga ini
merupakan bagian tanah yang diisi oleh air serta udara, selain itu adanya
rongga ini akan memudahkan perkembangan sistem perakaran. Sebenarnya struktur
tanah juga dapat terbentuk dari hasil faktor luar seperti akibat pengolahan
tanah.
Beberapa jenis struktur tanah yang penting akan dibahas
sebagai berikut :
1).
Tanpa struktur
-
Butiran
lepas. Tanah dengan struktur ini memiliki sifat yakni masing-masing partikel
tanahnya terlepas satu sama lain. Keadaan ini khususnya dijumpai pada tanah
yang sangat berpasir.
-
Masif.
Pada tanah ini seluruh massa tanah memadat tanpa menunjukkan adanya celah atau
retakan. Keadaan ini dijumpai terutama pada bahan induk tanah yang kaya akan
liat.
2).
Berstruktur
-
Butir
(granular). Di sini partikel primer tanah bergabung dan membentuk struktur
bulat/berbutir. Di antara butiran-butiran ini masih terdapat rongga. Struktur
ini merupakan struktur yang sangat diinginkan oleh tanaman sebab banyak
terdapat ruang di antara satuan strukturnya. Di sini air dapat diikat oleh
butir, namun, udara juga masih dapat
bergerak di antaranya. Biasanya struktur ini dijumpai pada horizon A. Struktur
butir yang memiliki porositas yang sangat tinggi biasanya disebut dengan
struktur remah.
-
Lempeng
(platy). Struktur ini dicirikan oleh
ukuran horizontalnya yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran vertikalnya.
Struktur ini seringkali ditemukan di horizon A2. Adanya struktur ini
mengakibatkan pergerakan air yang horizontal.
-
Gumpal
(blocky). Struktur ini dicirikan oleh
ukuran vertikal dan horizontal yang hampir sama. Struktur ini dibedakan dengan
struktur butir sebab pada struktur gumpal ini masing-masing satuan strukturnya
bergabung bersama-sama dan tidak membentuk rongga di antara satuan tersebut.
Struktur ini dibedakan menjadi dua kelompok, yakni gumpal bersudut (angular blocky) yang memiliki sudut gumpal yang tajam, dan gumpal tidak
bersudut (subangular blocky) yang sudutnya tidak tajam. Angular blocky seringkali diketemukan di horizon B, sedangkan subangular blocky bisa diketemukan di horizon A maupun B.
-
Prisma
(blocky). Struktur ini memiliki
ukuran vertikal yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran horizontalnya.
Sekalipun kadangkala dijumpai di horizon A, struktur ini lebih sering
diketemukan di horizon B pada tanah yang telah berkembang dengan baik. Struktur
prisma pada horizon B pada tanah yang telah berkembang lanjut biasanya tidak
lagi memiliki sudut yang tajam sebagai akibat tingginya proses eluviasi.
Struktur yang demikian ini disebut dengan struktur tiang (blocky), yang biasanya diketemukan pada tanah tua atau tanah yang
kaya akan natrium di dalam larutan tanahnya.
3. Struktur yang hancur
-
Lumpur.
Jika tanah, terutama yang kaya akan liat, diolah pada saat jenuh air, maka akan
terbentuk lumpur. Di sini struktur tanahnya telah hancur, pori-pori yang lebih
besar akan hilang dan tanah tetap berada dalam keadaan yang kurang baik bagi
kebanyakan tanaman (kecuali bagi tanaman padi sawah).
(a) Pembentukan struktur tanah
Bahan induk tanah pada dasarnya tidak memiliki struktur
sehingga keadaannya bisa pejal atau butiran lepas, tergantung kepada
teksturnya. Dengan adanya agen pembentuk tanah, maka akan terbentuklah struktur
tanah. Pembasahan dan pengeringan mengakibatkan perubahan volume partikel
tanah sehingga terbentuklah pengikatan antara partikel tersebut, dan jika akar
tersebut mati, maka akan meninggalkan ruang pori di dalam tanah. Demikian pula
halnya dengan aktivitas fauna tanah yang menggali tanah untuk tempat tinggal
atau mencari makanan. Di samping itu, tanaman, fauna, serta jasad renik tanah
menghasilkan zat-zat yang dapat merekatkan partikel tanah untuk membentuk struktur.
Kegiatan ini terus-menerus berlangsung sejalan dengan perkembangan tanah.
(b)
Peran struktur tanah
Struktur tanah pada lapisan atas sangat penting artinya
bagi dunia pertanian. Hal ini karena struktur tanah sangat mempengaruhi :
-
aerasi
tanah
-
permeabilitas
air
-
ketahanan
tanah terhadap erosi
-
peran
tanah sebagai media perkecambahan tanaman.
Struktur butir (granular)
merupakan struktur yang sangat baik bagi sirkulasi air serta udara tanah. Tanah
yang memiliki struktur ini tidak mudah mengalami erosi, sebab air hujan yang
jatuh tidak langsung mengalir di permukaan tanah, melainkan melesap dulu ke
dalam tanah. Mudahnya sirkulasi air dan udara pada tanah ini menjadikan tanah
sesuai bagi perkecambahan benih tanaman. Selain itu akar tanaman akan sangat
mudah berkembang pada tanah seperti ini. Pemberian bahan organik ke dalam tanah
dapat membantu terbentuknya struktur ini terutama pada tanah yang bertekstur
liat.
Struktur tanah pada horizon B pada dasarnya juga tidak
kalah pentingnya dengan yang terdapat pada horizon A. Hal ini karena sifat
tanah pada horizon B menentukan besarnya penahanan air tanah serta kemungkinan
terbentuknya lapisan tanah yang impermeabel terhadap perkembangan perakaran.
Sifat ini terutama berlaku untuk jeis tanaman tahunan yang biasanya memiliki
jenis perakaran yang dalam.
(c)
Stabilitas agregat
Sifat yang penting dalam struktur tanah adalah : (i) bagaimanakah
partikel tanah ini tersusun dan membentuk struktur tanah atau agregat, dan
(ii) tingkat kestabilan struktur atau agregat yang terbentuk ini terhadap
faktor-faktor luar yang merusaknya.
Stabilitas agregat sangat penting artinye dalam
mempertahankan tingkat kesuburan tanah sebagai akibat pengolahan tanah yang
berkelanjutan atau oleh sebab-sebab alami, misalnya oleh tempaan air hujan.
Tanah yang memiliki stabilitas agregat yang tinggi biasanya tidak mudah hancur
strukturnya, sehingga tanah ini tetap menjadi media tanaman yang baik.
Pemberian bahan organik akan membantu tanah untuk mempertahankan agregatnya
dari pengaruh perusakan dari luar. Namun, pengaruh bahan organik ini hanya akan nampak
jika telah terlapuk.
Gambar
5. Beberapa struktur tanah
3.5
Porositas tanah
Hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan proses
perubahan batuan menjadi tanah adalah lepasnya bahan-bahan sehingga membentuk
ruang pori di antara bahan-bahan ini. Ruang pori ini merupakan bagian volume
tanah yang diisi oleh udara dan air. Peran ruang pori ini sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman.
Tanah mineral yang ideal bagi pertumbuhan tanaman,
biasanya separuh volumenya merupakan ruang pori yang sebagian akan terisi oleh
air dan sebagian lainnya terisi oleh udara. Pada umumnya ruang pori yang
berukuran besar akan terisi oleh udara, sedangkan ruang pori yang kecil akan
terisi oleh air kecuali pada tanah yang sangat kering. Dari pori-pori inilah
air dan udara tanah akan bergerak pada saat terjadinya perubahan kandungan air
tanah.
Dalam kaitannya dengan tekstur, biasanya tanah yang
memiliki tekstur kasar akan memiliki ruang pori (porositas) yang lebih banyak
dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Tanah yang bertekstur
kasar, seperti tanah pasir, akan memiliki ruang pori yang didominasi oleh pori
yang berukuran lebih besar, sehingga sebagian pori tanah akan terisi oleh
udara. Sebaliknya tanah yang bertekstur halus, maka ruang porinya didominasi
oleh pori yang berukuran kecil sehingga sebagian besar porinya diisi oleh air.
Struktur tanah yang baik akan meningkatkan ruang pori
yang terdapat di dalam tanah. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang
bertekstur halus. Di sini sekali lagi peran bahan organik sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menjadi media yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Ruang pori tanah pada dasarnya dibedakan menjadi dua,
yakni pori makro, yang berdiameter lebih besar atau sama dengan 0,01 mm, dan
pori mikro yang berdiameter lebih kecil dari 0,01 mm. Penggabungan antara pori
makro di dalam tanah membentuk saluran kapiler yang memudahkan aerasi tanah
serta memperlancar pergerakan air ke bagian tanah yang lebih bawah. Sebaliknya
pori mikro merupakan tempat cadangan air tanah yang sewaktu-waktu diperlukan
oleh tanaman bagi pertumbuhannya.
a. Peran tanaman terhadap porositas
Perkembangan perakaran tanaman akan mengakibatkan
renggangnya volume tanah sehingga meningkatkan jumlah pori makro tanah. Namun,
, pengolahan tanah yang dilakukan sebelum penanaman, terutama yang menggunakan
mesin-mesin pertanian, akan memacu terjadinya pemadatan tanah sehingga
mengurangi jumlah pori makronya. Selain itu, sekalipun terjadi restitusi bahan
organik setelah panen, akan tetapi penanaman itu sendiri akan mempercepat
kehilangan kandungan bahan organik tanah. Hal ini mengakibatkan turunnya
stabilitas agregat tanah sehingga tanah memiliki resiko mudah rusak dan
menurunkan ruang porinya apabila pengembalian bahan organik pada tanah ini
diabaikan.
b. Pengukuran porositas tanah
Secara tidak langsung, besarnya ruang pori tanah dapat
dihitung melalui perbedaan antara berat volume (Bulk Density) dan berat isi (Particle
Density) tanah.
-
Berat volume tanah (BV)
Berat volume merupakan berat tanah yang terdapat pada
setiap satuan volume tanah. Di sini ruang pori yang termasuk bagian volume
tanah ikut diperhitungkan, namun, tanah
sebelumnya telah dioven untuk menghilangkan kandungan airnya.
Berat volume tanah sangat beragam, tergantung kepada
jenis fraksi penyusun tanah, namun, juga
kepada cara penyusunan fraksi-fraksi tersebut (tekstur dan struktur). Tanah di
horizon A biasanya memiliki berat volume antara 1,0 hingga 1,6 g/cm3
(kecuali tanah organik yang memiliki berat volume kurang dari 0,1 g/cm3).
Tanah yang bertekstur sarang (porositas tinggi) akan memiliki berat volume yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang lebih pejal. Dengan demikian, maka horizon B biasanya memiliki berat volume
yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang terdapat di horizon A. Tanah
yang memiliki berat volume yang lebih tinggi dari 1,6 g/cm3 akan
mengakibatkan pertumbuhan akar tanaman terhambat. Biasanya perkembangan akar
akan terhenti pada tanah yang memiliki berat volume antara 1,7 hingga 1,9 g/cm3.
Pengenalan berat volume tanah ini sangat diperlukan dalam
menghitung berat massa tanah. Misalnya tanah yang memiliki berat volume 1,2
g/cm3, maka berat tanah tersebut per meter kubik adalah :
1,2 g/cm3 X (100 cm/m)3 / 1000 g/Kg
= 1200 kg/m3
Dengan demikian, berat 1 hektar lapisan olah tanah (pada
kedalaman 20 cm) pada tanah yang memiliki berat volume 1,2 g/cm3 adalah :
1,2 g/cm3 X (20 cm X (100 cm/m)2 X
10.000 m2/Ha) / 1000 g/Kg =
2,4 Juta kg/Ha atau 2400 ton per hektar
- Berat isi tanah (BI)
Berat isi tanah adalah berat partikel tanah setelah
menghilangkan ruang porinya. Berat isi ini perlu diketahui untuk menghitung
ruang pori total tanah. Sebagaimana halnya dengan berat volume, berat isi tanah
dinyatakan dalam satuan gram/cm3.
Berbeda hanlya dengan berat volume tanah yang sangat
bervariasi, berat ini tanah adalah relatif seragam, yakni biasanya berkisar
antara 2,6 hingga 2,7 g/cm3. Pada kebanyakan tanah mineral, biasanya berat isi
rata-ratanya adalah 2,65 g/cm3.
Dari kedua ukuran ini, maka dapat dihitung ruang pori
total tanah dengan cara sebagai berikut :
Padatan tanah (%) = (Berat Volume / Berat Isi) X 100%
Ruang pori (%) = 100% - padatan tanah
atau :
Ruang pori (%) = 100% - ((BV / BI) X 100%)
Contoh
perhitungan :
Tanah dengan berat volume sebesar 1,2 g/cm3 dan berat isi
sebesar 2,65 g/cm3 akan memiliki persen padatan dan roang pori sebagai berikut
:
Padatan =
(1,2 / 2,65)X 100% = 45%
Ruang
pori = 100% - 45% = 55%
3.6 Konsistensi tanah
Yang dimaksud dengan konsistensi tanah adalah kohesivitas
(daya gabung) partikel penyusun tanah. Berdasarkan kandungan airnya,
konsistensi tanah dapat dinyatakan dalam tingkat kekerasan (hardness),
kepadatan (firmness), kelenturan (plasticity), dan kelekatan (stickiness). Dengan
demikian, untuk mengukur konsistensi
tanah perlu dilakukan pada setiap kondisi kandungan air tanah.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah diukur berdasarkan
tingkat kekerasannya, yakni tanah yang lepas, lunak, agak keras, keras, sangat
keras atau keras sekali. Kekerasan ini berkaitan erat dengan kandungan liat
tanah.
Pada tanah lembab, konsistensi tanah diukur berdasarkan
tingkat kepadatannya, yakni tanah yang lepas, sangat remah, remah, padat,
sangat padat atau padat sekali.
Pada kondisi hampir jenuh air, konsistensi tanah
ditentukan berdasarkan tingkat plastisitas (kelenturan) dan kelekatannya.
Plastisitas merupakan kemampuan tanah untuk mempertahankan bentuknya sebagai
akibat penekanan. Tanah yang kurang plastis biasanya akan retak jika diberi
tekanan. Berdasarkan plastisitasnya tanah dibedakan menjadi agak plastis,
plastis atau sangat palstis. Semakin tinggi kandungan liatnya, maka tanah
biasanya semakin plastis.
Kelekatan merupakan kemampuan tanah untuk bergabung
dengan benda-benda yang lain. Tanah yang berkadar liat tinggi akan semakin
mudah lekat dibandingkan dengan tanah yang kandungan liatnya rendah. Kelekatan
ini sangat besar perannya dalam pengolahan tanah pada kondisi basah. Tanah
yang mudah lekat akan mempersulit pengolahan tanah sehingga dikategorikan
sebagai tanah yang "berat". Sedangkan tanah yang kaya pasir
dikategorikan sebagai tanah yang "ringan".
3.7 Warna tanah
Warna merupakan satu dari sifat-sifat tanah yang mudah
untuk diamati. Warna tanah merupakan sifat yang penting sebab sifat ini erat
kaitannya dengan kandungan bahan organik, iklim, drainase serta mineral yang
dikandung oleh tanah.
Warna mineral tanah biasanya putih atau agak kelabu,
sekalipun beberapa mineral memiliki warna lain misalnya hitam, merah dan
sebagainya. Horizon A2 memiliki warna yang paling dekat dengan warna mineral
asli penyusun tanah yang bersangkutan.
Di dalam tanah, terdapat dua bahan yang sangat
mempengaruhi warna tanah, yakni bahan organik (humus) dan komponen besi. Kedua
bahan ini mampu menyelimuti partikel mineral tanah sehingga menghilangkan warna
aslinya. Warna hitam biasanya dikaitkan oleh penyelimutan mineral tanah oleh
bahan organik sedangkan warna merah disebabkan oleh oksida besi.
Di samping bahan penyusun tanah, kondisi drainase tanah
juga sangat menentukan warna tanah yang bersangkutan. Kondisi drainase yang
jelek akan mengakibatkan terjadinya reduksi yang memberikan warna tanah yang
sangat berbeda dengan kondisi normal (drainase baik). Warna hijau pucat (glei)
pada lapisan tanah sawah merupakan salah satu contoh warna reduksi yang
dijumpai pada tanah yang memiliki drainase yang jelek.
(a) Penentuan warna tanah
Warna tanh dapat ditentukan berdasarkan standar warna
tanah yang dibuat oleh sistem "Munsel" (USDA). Pada sistem ini, warna
tanah dibedakan berdasarkan tiga variabel, yakni : Hue, Value, dan Chroma.
- Hue
Hue menunjukkan panjang gelombang cahaya yang dominan
yang dipantulkan oleh benda. Hue ini ditentukan oleh campuran lima warna utama,
yakni biru, hijau, kuning, merah, dan ungu. Nilai Hue berkisar antara 0 hingga
10.
- Value
Value merupakan ukuran terang atau gelapnya warna tanah
yang bersangkutan. Pada dasarnya warna tanah merupakan hasil pencampuran
antara warna hitam dan putih yang menghasilkan warna kelabu. Jumlah warna putih
yang diperlukan untuk memberikan warna tanah merupakan value tanah yang
bersangkutan. Value ini berkisar antara 0 hingga 10. Nilai 0 menunjukkan warna
hitam, dan 10 menunjukkan warna putih.
- Chroma
Chroma adalah tingkat kemurnian warna tanah (Hue). Warna
yang murni, yang hanya memiliki satu panjang gelombang cahaya, akan memiliki
nilai chroma 20. Namun, warna tanah yang
terdapat di alam biasanya merupakan campuran antara hue murni dengan warna
kelabu netral. Warna kelabu memiliki nilai chroma nol atau disimbolkan dengan
N atau netral sebab tidak memiliki hue.
Sistem Munsell memberikan warna tanah dengan simbol
standar, misalnya 10 YR 5/3 (Hue, Value/Chroma) yang menunjukkan warna coklat
kekuningan.
3.8 Temperatur tanah
Yang dimaksudkan dengan temperatur tanah di sini adalah
temperatur pada lapisan tanah (biasanya pada kedalaman 25 - 30 cm). Peran
temperatur tanah ini sangat besar bagi tanaman maupun aktivitas jasad renik
tanah. Di samping itu, temperatur tanah juga mempengaruhi sifat-sifat tanah
secara umum, seperti reaksi kimia yang terjadi, tingkat ketersediaan hara serta
sifat-sifat lainnya.
Temperatur tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain sudut jatuhnya sinar matahari, adanya penutup tanah, warna tanah,
kandungan air tanah, serta kedalaman profil. Di daerah tropis, biasanya
pengaruh sudut jatuhnya sinar matahari terhadap temperatur tanah tidak begitu
nyata. Pengaruh ini lebih nyata pada daerah yang memiliki empat musim.
Adanya tanaman penutup tanah akan mengurangi kontak
langsung antara sinar matahari dengan permukaan tanah sehingga mengurangi panas
yang diakibatkan olehnya. Di samping itu warna tanah yang lebih terang biasanya
kurang menyerap panas yang dipancarkan oleh sinar matahari dibandingkan dengan
tanah yang berwarna lebih gelap.
Air tanah dapat bersifat sebagai isolator panas yang
diakibatkan oleh sinar matahari. Tanah yang mengandung lebih banyak air akan
lebih lambat menyerap dan membebaskan panas yang diakibatkan oleh sinar
matahari dibandingkan dengan tanah yang lebih kering. Selain itu variasi
temperatur tanah di daerah permukaan tanah akan lebih besar dibandingkan dengan
yang terjadi di lapisan tanah yang lebih dalam.
3.9 Kesimpulan
Peran sifat fisik tanah sangat besar terhadap fungsi
tanah sebagai media tumbuh tanaman. Secara langsung sifat fisik tanah akan
mempengaruhi kemudahan perkembangan sistem perakaran tanaman, menyediakan air
tanah bagi tanaman serta peran tanah sebagai pendukung tegaknya batang tanaman.
Peran secara tidak langsung dari sifat-sifat fisik tanah
jauh lebih besar dibandingkan dengan perannya secara langsung. Sifat-sifat
fisik tanah ini akan mempengaruhi berbagai sifat biologi dan kimia tanah.
Tekstur dan struktur tanah yang membentuk sifat mudah atau tidaknya tanah
dalam melesapkan air atau menahan air sangat menentukan aktivitas biologi tanah
yang ada. Tanah yang "impermeabel", karena memiliki sifat fisik yang
tidak baik akan ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas biologi tanah. Sebaliknya,
tanah yang terlalu "sarang" pun, yang tidak mampu menahan air tanah
akan dicirikan oleh terhambatnya aktivitas biologinya. Kedua kondisi ini sangat
mempengaruhi kemudahan tanaman untuk dapat memperoleh hara maupun air tanah
bagi pertumbuhannya.
Dari segi kimia, adanya air tanah serta mudahnya
sirkulasi oksigen yang diakibatkan oleh kondisi fisik tanah yang baik akan
sangat berperan dalam proses-proses kimia yang terjadi di dalam tanah. Oksidasi
maupun reduksi ion di dalam tanah sangat mempengaruhi tingkat ketersediaan ion
bagi tanaman, pengikatan ion satu dengan yang lain, serta reaksi (pH) tanah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pengenalan terhadap sifat-sifat
fisik tanah mutlak diperlukan oleh setiap ahli yang ingin membuat tanah menjadi
media yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.
Jawablah
secara ringkas pertanyaan berikut
1.
Apakah
tanah yang memiliki solum yang tebal dapat dikatakan sebagai tanah yang dalam ?
Jelaskan alasan Anda.
2.
Sebutkan
12 tekstur tanah yang Saudara ketahui. Menurut Saudara, tekstur manakah yang
paling sesuai bagi tanaman? Jelaskan jawaban Anda.
3.
Jelaskan
definisi tentang struktur tanah menurut Anda.
4.
Apakah
peran bahan organik dalam penyusunan struktur tanah?
5.
Apakah
beda antara berat volume dan berat isi tanah? jelaskan kenapa berat isi relatif
konstan, sedangkan verat volume sangat bervariasi.
6.
Ada
berapa carakah menentukan konsistensi tanah? sebutkan.
7.
Berapakah
nilai Hue, Value dan Chroma pada tanah yang memiliki warna : 7,5 YR 5/4
8.
Apakah
peran temperatur tanah terhadap sifat kimia dan biologi tanah?
IV.
AIR TANAH
4.1 Pengertian air tanah
Air tanah adalah air yang dikandung oleh tanah, baik yang
terikat secara kuat oleh permukaan partikel tanah maupun air yang kurang dapat
diikat dan mudah dibebaskan untuk kebutuhan tanaman. Air yang dikandung oleh
tanah sangat besar artinya bagi pertumbuhan tanaman, karena air ini bukan
hanya dapat digunakan untuk proses fisiologi tanaman, tetapi air tanah juga
mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.
Air yang terdapat di dalam tanah berasal dari berbagai
sumber seperti hujan dan air atmosfer lainnya (embun, salju, dan kabut), tetapi
air yang jatuh ke tanah ini hanya sedikit sekali berperan bagi tanaman jika
tanah tidak mampu menahan air tersebut bagi kebutuhan tanaman. Kemampuan tanah
menahan air ini sangat tergantung kepada sifat-sifat fisik tanahnya, terutama
kedalaman tanah, tekstur, struktur, serta kandungan bahan organik. Kemampuan
tanah dalam menahan air yang dapat digunakan oleh tanaman dinamakan dengan
kapasitas penahanan air tersedia oleh tanah.
4.2 Pembagian air tanah
Air hujan yang jatuh ke tanah perlahan-lahan akan mengakibatkan
penjenuhan ruang pori tanah, mula-mula ruang pori mikro, lalu ruang pori yang
lebih besar (makro). Apabila hujan tersebut terhenti, maka lambat laun air ini
akan hilang sebagai akibat infiltrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Hilangnya air ini mula-mula terjadi secara cepat pada pori-pori makro tanah,
kemudian berangsur-angsur lambat dan akhirnya terhenti. Sekalipun demikian,
tanah tetap mengandung air yang sangat sulit untuk dihilangkan.
Kecepatan pelepasan ar yang semula menyelimuti partikel
tanah ini sangat dipengaruhi oleh besarnya gaya tarik antara partikel tanah
tersebut dengan molekul air. Semakin dekat dengan partikel tanah, maka gaya ini
semakin besar sehingga air semakin sulit untuk dilepaskan. Berdasarkan
kemampuan penahanan air oleh partikel tanah ini, maka air tanah dapat
dibedakan menjadi (1) Air higroskopis, (2) Air kapiler, dan (3) Air gravitasi
1)
Air Higroskopis
Air ini merupakan air yang paling dekat dengan partikel
tanah sehingga sangat sulit untuk dapat dibebaskan. Air ini tidak dapat
digunakan oleh tanaman.
2)
Air kapiler
Air kapiler menempati jarak terhadap partikel tanah yang
lebih jauh daripada air higroskopis. Kondisi mengakibatkan daya tarik partikel
tanah terhadap air menjadi lebih kecil sehingga air ini berangsur-angsur
menjadi tersedia bagi tanaman. Tidak semua air kapiler ini dapat digunakan oleh
tanaman. Air kapiler yang menempati pori yang sangat kecil akan lebih sulit
untuk digunakan oleh tanaman dibandingkan dengan air yang menempati pori yang
lebih besar.
3)
Air gravitasi
Air ini menempati jarak yang paling jauh dari partikel
tanah sehingga air ini mudah dibebaskan serta mudah mengalir ke lapisan tanah
yang lebih bawah. Pengaliran ke bawah ini dipengaruhi oleh gaya berat
(gravitasi), sedangkan cara pengalirannya dinamakan dengan infiltrasi. Air ini
tersedia bagi tanaman, namun, karena
kecepatan pengalirannya ke bawah biasanya lebih besar dibandingkan dengan
penyerapan oleh tanaman, maka sebagian besar air ini tidak dapat digunakan oleh
tanaman. Air ini mudah mengangkut bahan-bahan yang larut, seperti liat, humus
serta kation.
Gambar 6. Pembagian air tanah berdasarkan
jaraknya dari pusat partikel tanah
a.
Kapasitas Lapang
Kandungan air yang dimiliki oleh tanah pada saat
terhentinya infiltrasi dinamakan dengan kapasitas lapang. Pada tanah yang
memiliki drainase yang baik, kondisi ini biasanya tercapai 2 atau 3 hari
setelah hujan. Selanjutnya, kadar air
tanah ini tetap berada dalam kondisi kapasitas lapang hingga terjadi penyerapan
air oleh tanaman, evaporasi, atau hingga terjadinya penambahan kembali air
tanah ini oleh hujan.
Kapasitas tanah ini sangat erat kaitannya dengan tekstur
tanah dan sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah, jenis mineral,
dan struktur tanah. Di samping itu kapasitas lapang suatu tanah juga
dipengaruhi oleh sifat tanah yang terletak di bawah lapisan tanah. Liat akan
lebih mudah menahan air tanah, tetapi air yang ditahan ini lebih sulit dibebaskan
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pasir. Selanjutnya, bahan organik tanah memiliki kemampuan
penahanan air tanah yang sangat besar sehingga tanah yang kaya bahan organik
menunjukkan kemampuan penahanan air yang lebih tinggi.
Adanya peran yang besar dari struktur serta sifat-sifat
lapisan tanah menyulitkan penentuan besarnya kapasitas lapang ini di
laboratorium. Untuk itu digunakan pendekatan melalui penjenuhan tanah dengan
air, lalu diberi tekanan sebesar 1/3 atmosfer untuk menghilangkan kelebihan air
tanahnya.
b. Titik layu
Titik layu merupakan batas akhir kadar air yang dapat
digunakan oleh tanaman. Sekitar setengah air di dalam tanah pada kapasitas
lapang diikat sedemikian kuatnya oleh partikel tanah sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Titik layu tercapai apabila kecepatan penyerapan air
oleh tanaman menjadi sangat lambat sehingga tanaman menunjukkan kelayuan dan
kelayuan ini tidak dapat diperbaiki. Sebenarnya pada saat ini tanaman masih
tetap memperoleh air, namun, kecepatannya
jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhannya. Pada kondisi panas,
biasanya tanaman juga menunjukkan kelayuan, namun, kelayuan ini akan segera dapat diperbaiki
dengan penambahan air kembali; sebaliknya pada titik layu ini, pertumbuhan
tanaan tidak lagi dapat diperbaiki sekalipun dengan penambahan air kembali.
Sebagaimana halnya dengan kapasitas lapang, besarnya
titik layu tanah ini didekati dengan melakukan penjenuhan tanah yang kemudian
diikuti dengan memberikan tekanan sebesar 15 atmosfer untuk membebaskan
kelebihan airnya.
c. Koefisien higroskopis
Koefisien higroskopis merupakan persentase air yang
ditahan oleh tanah dalam kondisi kering udara. Pengeringan ini mengakibatkan
kehilangan air tanah jauh lebih banyak dibandingkan dengan dengan kehilangan
air yang melalui penyerapan oleh akar tanaman. Untuk menduga kadar air pada
kondisi ini dilakukan penjenuhan air yang diikuti oleh penekanan dengan
kekuatan 30 atmosfer.
4.3 Cara pengukuran kadar air tanah
Secara umum, terdapat dua cara pengukuran kadar air
tanah, yakni pengukuran berdasarkan berat, dan pengukuran berdasarkan volume.
a.
Kadar air berdasarkan berat
Kadar air tanah biasanya dinyatakan dalam persen berat
tanah. Sebagai perbandingan digunakan berat tanah yang telah dikering-ovenkan pada
suhu 105 - 110ø C. Suhu yang sedikit di atas titik didih air ini dimaksudkan
untuk mempercepat proses pengeringan tanah serta mempermudah mendidihnya air
tanah sebab adanya kandungan garam-garam terlarut di dalamnya. Penggunaan berat
kering tanah sebagai bahan perbandingan ini sangat penting untuk perhitungan
sebab berat tanah ini relatif konstan. Berat kering oven ini dianggap sama
dengan 100%, dan berat air yang dikandung tanah dianggap sebagai berat
tambahannya.
Contoh perhitungan :
- Berat tanah basah (BB) = 75 g
- Berat tanah kering oven (BK) = 60 g
maka :
- Berat air yang dikandung oleh tanah = BB - BK = 75 - 60
= 15 g
- Kadar air tanah = (BB-BK)/BK X 100% = 15/60 x 100% = 25%
Jika kita telah mengetahui besarnya kadar air tanah pada
kondisi kapasitas lapang dan titik layu, maka dapat dihitung besarnya air
tersedia, yakni yang dapat digunakan oleh tanaman.
Contoh hitungan :
- Berat tanah pada kapasitas lapang = 26,0 g
- Berat tanah pada titik layu = 23,2 g
- Berat tanah kering oven = 20,0 g
maka :
- Kadar air kapasitas lapang = (26,0 - 20,0) / 20 X 100%
= 30%
- Kadar air titik layu = (23,2 - 20,0) / 20,0) X 100% =
16%
- Kadar air tanah tersedia = (26,0 - 23,2 ) / 20 X 100% =
14%
Besarnya kadar air tersedia ini dapat juga dihitung
dengan mengurangkan antara kadar air kapasitas lapang dengan kadar air pada
titik layu.
Jadi :
- Kadar air
tersedia = 30% - 16% = 14%.
b.
Kadar air berdasarkan volume
Selain berdasarkan persen berat tanah, kadar air tanah
dapat dinyatakan berdasarkan volume tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan
tanah akan melesap ke dalam tanah. Dengan demikian, ekspresi kadar air berdasarkan volume tanah dapat
digunakan untuk mendekati perhitungan ketersediaan air yang sebenarnya terdapat
di alam. Guna pengukuran ini digunakan berat volume tanah sebagai faktor
konversi.
Persen air tanah berdasarkan volume tanah dihitung dengan
rumus :
Berat volume tanah
Berat jenis air
Misalnya tanah yang memiliki berat volume 1,2 g/cm3 dan
kadar air berdasarkan beratnya adalah 30%, maka besarnya kadar air berdasarkan
volume tanah adalah :
Kadar air (volume) = 30% X (1,2 / 1,0) = 36%
Persen air berdasarkan kedalaman adalah sama dengan kadar
air berdasarkan volumenya. Jika kadar air volumik ini adalah 36%, berarti
persen air berdasarkan kedalamannya adalah sama dengan 0,36 cm air per cm
kedalaman tanah. Jika sifat profil tanah adalah sama, maka total kedalaman air
tanah akan dihitung berdasarkan oendekatan ini. Jadi, untuk tanah sedalam 120
cm akan memiliki kedalaman total air tanah sebesar :
120 cm tanah X 0,36 cm/cm = 43,2 cm air
Pengukuran seperti ini tentu saja tidak dapat dilakukan
terhadap tanah yang memiliki sifat yang tidak sama antar horizonnya.
Jawablah
secara singkat pertanyaan berikut ini.
1.
Berikan
contoh sumber-sumber air tanah. Menurut Anda apakah seluruh air yang ada di
dalam tanah dapat digunakan oleh tanaman? jelaskan.
2.
Jelaskan
perbedaan antara air higroskopis, air kapiler dan air gravitasi. Yang manakah
di antara air tersebut yang paling banyak digunakan oleh tanaman?
3.
Berikan
definisi kadar air kapasitas lapang, air tersedia, dan kadar air titik layu.
4.
Kenapakah
kita tidak boleh membiarkan tanaman menjadi layu karena kekurangan air?
Jelaskan jawaban Anda.
5.
Menurut
Anda, kenapa pembanding yang digunakan dalam pengukuran kadar air (berat)
adalah berat kering? Jelaskan alasan Anda.
6.
Tanah
kering udara memiliki berat 20 g, setelah dioven beratnya adalah 19,3 g.
Hitunglah kadar air tanah (berat). Apabila kadar air kapasitas lapang tanah
tersebut adalah 22%, berapakah jumlah air yang harus ditambahkan pada tanah
tersebut agar memiliki kandungan air yang sesuai bagi tanaman? (1 ml air = 1
gram).
V.
SIFAT-SIFAT BIOLOGI TANAH
5.1
Lingkungan hidup tanah
Tanah mengandung jasad
hidup, baik dari jenis tumbuhan (flora), maupun dari jenis hewan (fauna); dari
yang berukuran mikro, meso hingga makro. Jasad hidup ini tumbuh, berkembang
dan mati di dalam tanah. Aktivitas jasad ini sangat mempengaruhi sifat-sifat
tanah, baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Selanjutnya, jasad ini juga menyumbangkan bahan organik ke
dalam tanah.
Perombakan bahan
organik di dalam tanah merupakan kegiatan utama jasad hidup tanah ini. Kegiatan
ini dmulai oleh makro fauna seperti serangga tanah, cacing tanag serta rodensia
yang mampu meghancurkan bahan organik segar menjadi bahan-bahan yang berukuran
lebih halus. Selanjutnya, tugas ini
diteruskan oleh jasad lain yang berukuran lebih halus seperti bakteri, jamur,
protozoa, aktinomisetes serta alga.
Jumlah jasad hidup
yang terdapat di dalam tanah sangat beragam. Di antara jasad ini, akar
tumbuh-tumbuhan adalah yang palig banyak dijumpai, terutama di lapisan
permukaan tanah. Besarnya jasad hidui rata-rata pada tanah disajikan seperti Tabel
berikut.
Tabel 4. Prakiraan rata-rata jasad hidup tanah
=================================================================
Jasad hidup Kg/Ha
Jumlah per hektar
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jasad makro / meso
Akar tanaman 15.000
Serangga 1.000 20.000.000
Cacing tanah 500 1.000.000
Nematoda 50 200.000.000
Crustacea 40 400.000
Ulat tanah 20 10.000
Rodensia 20 200
Jasad mikro
Bakteri 3.000 2 x 1018
Jamur 3.000 2 x 1014
Aktinomisetes 1.500 5 x 1016
Protozoa 100 5 x 1012
Alga 100 1 x 1010
=================================================================
Sumber : Thompson dan Troeh, 1982
5.2
Jasad mikro tanah
Jasad mikro merupakan jasad hidup yang paling berperan
dalam perombakan bahan-bahan organik di dalam tanah. Di antara jasad mikro tanah
ini, bakteri menempati urutan yang paling tinggi dalam hal jumlahnya di dalam
tanah dibandingkan dengan jasad mikro yang lain.
a.
Bakteri
Bakteri merupakan jasad hidup bersel tunggal. Di dalam
tanah jumlah bakteri ini sangat besar. Pada tanah yang subur, setiap gramnya
bisa mengandung lebih dari satu milyar bakteri.
Bakteri dibedakan menjadi bakteri aerob dan bakteri
anaerob, berdasarkan kebutuhannya akan oksigen. Kegiatan bakteri aerob pada tanah
pertanian adalah lebih nyata dibandingkan dengan bakteri anaerob. Kondisi tanah
yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri adalah reaksi (pH) tanah
yang mendekati netral, dengan kelembaban dan temperatur yang sesuai.
b.
Aktinomisetes
Aktinomisetes adalah jasad mikro yang berbentuk seperti
benang yang bersel tunggal. Sebagaimana halnya dengan bakteri, pada lingkungan
yang sesuai, jumlah aktinomisetes ini juga sangat besar. Kondisi yang ideal
bagi jasad ini adalah reaksi tanah yang agak basa. Biasanya jumlah jasad ini di
dalam tanah sedikit lebih rendah daripada bakteri.
c. Fungi (Jamur)
Fungi berukuran sanbat beragam, dari yang seukuran
bakteri (satu sel) hingga yang berukuran makroskopis. Jamur merupakan jasad
hidup yang sangat berperan dalam perombakan bahan organik tanah, terutama ada
tanah yang bereaksi masam. Biasanya tanah hutan didominasi oleh jamur karena
jasad hidup inilah yang lebih tahan pada kondisi tanah hutan yang relatif
masam.
d. Alga
Alga adalah kumpulan antara jasad hidup makro dan mikro
yang mengandung klorofil. Alga ini berukuran antara jasad yang bersel tunggal
hingga jasad yang berukuran makro. Salah satu alga yang terkenal adalah alga
biru-hijau yang mampu memfiksasi N atmosfir.
e. Protozoa
Protozoa adalah binatang bersel tunggal. Kebanyakan tanah
mengandung mikro fauna lebih sedikit daripada mikroflora. Protozoa ini memakan
bakteri serta mikro flora yang lain.
f.
Nematoda
Nematoda adalah cacing yang berukuran sangat halus yang
merupakan mikro fauna yang lebih berkembang daripada protozoa. Kebanyakan
nematoda hidup pada bahan-bahan organik yang telah mati, namun, sebagian juga dapat hidup di akar tanaman
sebagai parasit.
5.3
Aktivitas jasad mikro tanah
Jasad mikro tanah memiliki peran yang sangat penting
dalam pembebasan hara tanaman yang berasal dari bahan organik. Tanpa jasa
makhluk ini, maka bahan organik tanah tidak dapat lapuk sehingga bumi menjadi
steril.
Jasad renik tanah mampu melengkapi siklus hara sehingga
hara yang telah diserap oleh tanaman dapat dibebaskan lagi ke dalam tanah. Dengan
demikian, ion yang sama dapat digunakan
berkali-kali oleh tanaman berkat aktivitas jasad ini. Tingginya aktivitas jasad
renik ini di dalam tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut subur.
Di dalam tanah terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas jasad mikro ini, yakni :
- Jumlah energi yang tersedia
- Aerasi tanah
- Ketersediaan air
- Suhu tanah
- pH tanah
- Ketersediaan hara di dalam tanah
Energi yang digunakan oleh jasad renik ini berasal dari
senyawa karbon yang terdapat di dalam bahan organik. Perombakan senyawa ini
akan membebaskan sejumlah hara seperti N, P dan S serta CO2 ke
atmosfir. Akibat perombakan ini adalah turunnya kandungan karbon pada bahan
organik sehingga semakin lama jumlah energi yang tersediapun semakin berkurang.
Biasanya jasad renik akan aktif apabila tersedia udara
dalam jumlah yang cukup. Pada kondisi ini jasad aerobik lah yang berperan.
Sebaliknya, pada kondisi anaerob, aktivitas ini bisanya menjadi lambat.
Pada kondisi ini jasad renik masih dapat memanfaatkan
udara serta air yang ada di dalam tanah untuk aktivitasnya.
Temperatur tanah mempengaruhi aktivitas jasad renik
tanah. Biasanya peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah ini. Namun, apabila temperatur terlalu tinggi, maka
aktivitas jasad renik ini akan terhenti. Hanya jasad renik dari kelompok
thermofilik saja yang mampu hidup dan berkembang pada kondisi temperatur
tinggi.
Reaksi (pH) tanah yang ideal bagi aktivitas jasad renik
tanah adalah yang mendekati netral atau sedikit basa dengan cadangan kalsium
yang cukup. Pengapuran yang bertujuan meningkatkan pH tanah nampak
meningkatkan aktivitas jasad renik ini. Peningkatan ini dapat mempercepat
pembebasan hara tanaman dari bahan organik yang dirombak oleh jasad ini.
5.4
Pelapukan bahan organik
Bahan organik yang dibenamkan ke dalam tanah akan
mengalami pelapukan. Tingkat pelapukan bahan organik ini dinyatakan dengan
nilai nisbah C/N. Bahan organik segar biasanya memiliki nilai C yang tinggi
sehingga nisbah C/N nya pun besar. Seiring dengan pelapukan bahan tersebut oleh
jasad hidup tanah maka akan terjadi penurunan nilai nisbah C/N ini mendekati
nisbah C/N jasad renik tanah. Penurunan nisbah ini terjadi karena hilangnya C
dari bahan organik sebagai akibat perombakan oleh jasad renik tanah. Nitrogen
yang terkandung di dalam bahan bahan inipun juga dapat hilang karena penguapan
(NH3) atau tercuci ke dalam tanah (NO3-), namun, kehilangan C jauh lebih cepat daripada
hilangnya nitrogen ini.
Dalam pelapukan bahan organik, terjadi dua proses yang
sangat utama, yakni : - mineralisasi, dan - imobilisasi.
Mineralisasi
adalah pembebasan ion mineral yang berasal dari bahan organik, sedangkan imobilisasi
adalah pengikatan ion mineral oleh jasad renik tanah sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Mineralisasi dan imobilisasi ini berjalan secara terus
menerus sepanjang pelapukan tersebut berlangsung. Namun, intensitas kedua proses ini sangat tergantung
kepada nisbah C/N dari bahan organik yang bersangkutan.
Bahan organik segar, yang memiliki nisbah C/N tinggi,
akan mempermudah berkembangnya jasad renik tanah karena jumlah energi (C) yang
tersedia adalah tinggi. Keadaan ini mengakibatkan unsur hara, seperti N, P dan
S yang dibebaskan akibat pelapukan bahan organik, akan segera digunakan kembali
oleh jasad renik tersebut karena dalam pertumbuhannya jasad ini juga memerlukan
hara tersebut. Apabila jumlah hara ini tidak cukup, maka jasad renik ini akan
mencari hara lain yang terdapat di sekitarnya, yang berasal dari pupuk atau
sumber lain. Dengan demikian, pada
kondisi ini imobilisasi lebih dominan dibandingkan dengan mineralisasi.
Sejalan dengan waktu, maka bahan organik yang terlapuk
akan memiliki nisbah C/N yang lebih rendah. Penurunan jumlah C pada bahan
organik ini berarti penurunan jumlah energi yang tersedia bagi jasad renik
tanah. Dengan demikian, perkembangan
jasad renik tanah akan berkurang sehingga hara tanaman yang dibebaskan dari
perombakan bahan organik akan dengan mudah digunakan oleh tanaman. Pada kondisi
ini proses mineralisasi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan mineralisasi.
Bahan organik segar yang mengandung nisbah C/N > 30
biasanya menunjukkan imobilisasi yang lebih penting dibandingkan dengan
mineralisasi. Bahan organik akan dikategorikan sebagai "matang"
apabila mengandung nisbah C/N < 18. Tanah pertanian biasanya mengandung
bahan organik dengan nisbah C/N antara 8 hingga 10.
5.5
Komponen humus tanah
Humus adalah bahan organik tanah yang telah stabil. Humus
dihasilkan dari pelapukan bahan-bahan organik segar oleh jasad renik tanah. Pelapukan
ini menghasilkan unsur hara serta bahan-bahan yang memiliki struktur yang
kompleks sehingga sulit untuk dilapuk oleh jasad renik tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahan-bahan kompleks ini terutama adalah asam-asam humat
serta komponen humin. Bahan-bahan inilah yang Selanjutnya, membentuk "bunga tanah" yang kita
namakan dengan humus.
Humus di dalam tanah memiliki peran yang sangat penting
bagi sifat fisik maupun kimia tanah. Humus memiliki sifat yang mampu merekatkan
partikel tanah seperti pasir dan debu. Dengan demikian, keberadaan humus ini dapat mempengaruhi
struktur tanah, meningkatkan aerasi tanah serta kemampuan tanah dalam menahan
air. Selanjutnya, komponen humus ini
juga mengandung gugusan aktif yang mampu mempengaruhi kemampuan tanah dalam
menjerap kation maupun anion di dalam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam kompleks
humus tanah terdapat empat gugusan aktif, yakni :
- Gugusan karboksil (-COOH)
- Gugusan fenolik ( -OH)
- Gugusan enol (R-OH)
- Gugusan amina (-NH2)
Pada kondisi masam, terjadi penambahan ion H+ pada
gugusan amina sehingga kompleks ini bermuatan positif. Kondisi ini memungkinkan
kompleks mampu menjerap anion tanah, seperti fosfat. Sebaliknya, pada kondisi
basa, terjadi disosiasi ion H+ pada gugusan karboksil, fenol maupun enol sehingga
kompleks bermuatan negatif. Kondisi ini memungkinkan kompleks humus mampu
menjerap kation tanah. Dengan demikian, pada suasana ini terjadi peningkatan kapasitas
kation tanah.
5.6
Distribusi bahan organik di dalam tanah
Bahan organik tanah paling banyak dijumpai di permukaan
tanah. Semakin dalam lapisan tanah maka semakin rendah kandungan bahan organik
ini. Distribusi bahan organik di dalam tanah adalah dipengaruhi oleh
faktor-faktor pembentukan tanah, yakni jenis vegetasi, iklim, topografi, bahan
induk serta waktu.
a.
Pengaruh vegetasi
Jenis vegetasi yang ada di permukaan tanah mempengaruhi
penyebaran bahan organik di dalam tanah. Penyebaran bahan organik antara tanah
yang ditumbuhi rumpt dengan vegetasi hutan dapat digambarkan sebagai berikut.
Pada vegetasi padang rumput, kadar bahan organik
berkurang secara teratur dengan semakin dalamnya profil tanah. Sebaliknya pada
tanah hutan, penurunan kadar bahan organik terjadi secara nyata pada horizon
A2, dan kadar bahan ini meningkat pada horizon iluviasi di horizon B. Rendahnya
kadar bahan organik di horizon A2 pada tanah hutan ini adalah karena sumber
utama bahan organik pada tanah ini adalah dari daun-daun yang gugur. Akar
tanaman hutan relaif kurang menyediakan bahan organik karena usianya yang lebih
lama, berbeda dengan usia tanaman rumput.
b.
Pengaruh iklim
Iklim sangat menentukan kecepatan pelapukan bahan organik
tanah. Pada kondisi iklim yang ideal, pelapukan bahan organik terjadi secara
cepat sehingga kandungannya di dalam tanah relatif rendah. Selanjutnya, curah hujan juga sangat mempengaruhi kecepatan
pencucian bahan-bahan organik dari profil tanah. Pada daerah dengan curah hujan
yang tinggi, biasanya akan memiliki horizon A yang rendah kandungan bahan
organiknya, dan horizon B yang relatif kaya bahan organik.
c. Topografi
Topografi mampu mengubah iklim mikro dan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Dengan demikian, topografi akan
memberikan pengaruh yang nyata dalam kandungan bahan organik tanah. Selanjutnya,
topografi juga menentukan pergerakan air
baik di atas maupun di bawah tanah.
d. Bahan induk
Bahan induk tanah sangat menentukan kesuburan tanaman
yang tumbuh di atasnya. Bahan induk dari batuan keras misalnya, akan
menghasilkan tanaman yang lebih miskin bahan organin daripada tanah yang
berkembang dari bahan induk dari batuan yang lebih lunak.
e. Waktu
Perombakan, pencucian serta penimbunan bahan organik di
dalam horizon tanah sangat ditentukan oleh waktu. Pencampuran bahan organik
dengan partikel tanah serta tingkat pematangan tanah merupakan proses yang
berjalan secara terus menerus.
Jawablah
pertanyaan berikut secara ringkas
1.
Jelaskan
bahwa tanah sebenarnya bukan lingkungan yang mati.
2.
Berikan
contoh flora dan fauna tanah yang penting dalam perombakan bahan organik
tanah.
3.
Pada
kondisi masam, jasad hidup tanah apakah yang paling berperan? Jelaskan jawaban
Anda.
4.
Terangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah.
5.
Komponen
organik apakah yang penting dalam penjerapan ion tanah? jelaskan.
6.
Berikan
perbedaan antara sebaran bahan organik pada profil tanah hutan dan padang
rumput. Menurut Saudara apakah yang menyebabkan perbedaan tersebut?
7.
Jelaskan
peran nisbah C/N bahan organik dengan mineralisasi dan imobilisasi hara tanah.
VI.
MINERAL LIAT TANAH
6.1
Pengertian tentang mineral liat
Mineral tanah adalah padatan anorganik di dalam tanah
yang tersusun oleh unsur yang membentuk susunan spesifik dari mineral yang
bersangkutan. Bebatuan induk tanah biasanya tersusun oleh beberapa mineral.
Mineral-mineral tanah terdiri atas unsur kimia yang
spesifik. Dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 unsur yang utama yang
paling banyak dijumpai di dalam mineral tanah, yakni :
- Oksigen ........... 60%
- Silikon ........... 20%
- Aluminium ......... 6%
- Hidrogen .......... 3%
- Natrium ........... 3%
- Kalsium ........... 2%
- Besi .............. 2%
- Magnesium ......... 2%
- Kalium ............ 1%
Oksigen bukan hanya unsur yang paling banyak dijumpai di
dalam mineral tanah, tetapi juga merupakan satu-satunya unsur yang dijumpai
dalam bentuk anion. Ukurannya yang besar serta jumlahnya yang banyak
mengakibatkan unsur ini meliputi lebih dari 90% volume kerak bumi. MIneral yang
tersusun oleh atom oksigen dan silikon dinamakan dengan silikat, sedangkan
silikat yang mengandung aluminium di dalam kerangka mineralnya dinamakan dengan
alumino silikat. Mineral-mineral inilah yang akan kita bahas pada bagian ini
karena di samping jumlahnya yang banyak, juga mineral-mineral inilah yang
penting dalam dunia pertanian.
6.2
Struktur mineral liat
Terdapat tiga struktur dasar mineral yang kita ketahui,
yakni Tetra hedron, Okta hedron, dan
Kubus.
- Tetrahedron
Tetrahedron adalah bentuk
tiga dimensi yang terdiri atas empat buah segitiga. Bentuk ini dapat digambarkan
seperti piramida dengan sisi-sisinya berbentuk segitiga. Struktur ini terdiri
atas empat atom oksigen pada empat sudutnya, sedangkan di tengahnya terisi
oleh kation yang berukuran kecil seperti Si32+ atau Al3+.
Pada struktur tetrahedron ini lebih sering terisi oleh kation Si32+,
sedangkan Al3+ lebih banyak dijumpai pada struktur oktahedron.
- Oktahedron
Oktahedron dapat digambarkan seperti dua buah piramida
bersisi empat yang dasarnya digabungkan satu sama lain. Struktur oktahedron ini
memiliki enam buah sudut yang terisi oleh enam atom oksigen. Rongga di antara
atom oksigen ini terlalu besar untuk kation seperti Si32+. Oleh
karena itu biasanya ruang ini terisi oleh kation yang berukuran sedang seperti
Al3+, Mg2+, atau Fe2+.
- Kubus
Kubus merupakan struktur mineral yang memiliki delapan
sudut yang masing-masing diisi oleh oksigen. Rongga di antara sudut-sudut ini
adalah cukup besar untuk diisi oleh ion berukuran besar seperti Na+, Ca2+
dan K+.
Struktur mineral ini dapat bergabung satu sama lain dan
membentuk rantai yang lebih panjang yang berupa lembaran-lembaran. Kelompok
silikat akan bergabung dan membentuk struktur filosilikat yang berupa
lembaran. Demikian pula dengan kelompok aluminium dan yang lain. Struktur
mineral ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 8 : Struktur
kristal mineral
6.3
Pembentukan mineral liat
Mineral liat adalah mineral yang berukuran kurang dari 2
æ. Mineral liat terbentuk karena dua proses, yakni (1) Rekristalisasi
(sintesis) dan (2) Alterasi (perubahan)
Rekristalisasi merupakan proses pembentukan kembali (sintesis) dari
mineral-mineral yang telah lapuk sehingga terbentuk mineral baru. Alterasi adalah perubahan secara
langsung mineral-mineral primer yang telah ada menjadi mineral baru. Perubahan
dari mineral primer menjadi mineral liat dapat dilukiskan seperti diagram
berikut ini.
Gambar 9 :
Beberapa kemungkinan terhadap asal mineral liat silikat dan oksida
Alterasi Mineral primer -------------> Mineral
sekunder
(pasir, debu) sintesis (liat)
- Feldspar
- Mika --> illit ---> Montmorillonit -->
Kaolinit --> Oksida
- dsb. Fe & Al
Mineral liat di dalam tanah dibedakan menjadi tiga
bagian, yakni :
(1) Mineral liat Al - silikat
(2) Oksida Fe dan Al (seskuioksida)
(3) Mineral primer.
(1)
Mineral liat Al-silikat
Mineral liat ini tersusun atas lempengan-lempengan Al dan
silikat. Mineral liat Al-silikat ini dapat dibedakan menjadi :
·
Mineral
liat Al-silikat yang mempunyai bentuk kristal yang baik (kristalin). Contoh
mineral ini adalah Kaolinit, Haloisit, Montmorillonit, dan Illit.
·
Mineral
liat Al-silikat yang tidak mempunyai bentuk kristal (amorf). Contoh mineral ini
adalah alofan pada tanah Andosol.
Mineral liat Al-silikat mempunyai struktur
berlapis-lapis. Setiap unit terdiri atas lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedron.
Berdasarkan jumlah lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedronnya, dalam setiap
satuan mineral, mineral liat Al-silikat ini dibedakan menjadi tiga kelompok,
yakni :
- Mineral liat tipe 1 : 1 (1 lapis Si-tetra dan 1 lapis
Al-okta)
- Mineral liat tipe 2 : 1 (2 lapis Si-tetra dan 1 lapis
Al-okta)
- Mineral liat tipe 2 : 2 (2 lapis Si-tetra dan 2 lapis
Al-okta)
Struktur mineral liat ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 : Jenis mineral liat berdasarkan perbandingan
lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedron
Mineral liat ini memiliki muatan listrik negatif (anion).
Hal ini terjadi karena 1) terjadinya kelebihan muatan negatif pada ujung
patahan kristal, baik pada lembar Si-tetrahedron maupun pada Al-oktahedron, 2)
terjadinya disosiasi ion H+ dari gugusan OH yang terdapat pada tepi atau ujung
kristal. Pada pH rendah, ion H+
terikat erat, sedangkan pada pH tinggi, ion H+ mudah terlepas sehingga muatan
negatif mineral meningkat. Muatan ini disebut dengan muatan tergantung pH, dan
3) substitusi isomorfik, yakni penggantian kation dalam struktur kristal oleh
kation lain yang berukuran sama, namun, bervalensi berbeda. Misalnya penggantian Al3+
oleh Mg2+ atau Fe2+ dalam sisi Al-oktahedron, atau
penggantian Si32+ oleh Al3+ pada lembar Si-tetrahedron.
Penggantian ini mengakibatkan kelebihan muatan negatif pada liat.
(2)
Seskuioksida
Mineral ini banyak terdapat pada tanah tua di daerah
tropika. Oksida-oksida ini bersifat amorf dan memiliki KTK yang rendah.
Sebaliknya oksida Al dan Fe biasanya bermuatan positif sehingga dapat
memfiksasi ion fosfat melalui pertukaran anion.
Al(OH)3
---------> Al(OH)2+ + OH-
Al(OH)2+
+ H2PO4- -------> Al(OH)2H2PO4
(3)
Mineral primer
Di dalam fraksi liat tanah, kadang-kadang dijumpai
mineral primer seperti kuarsa feldspar dan sebagainya. Mineral-mineral ini
berukran sangat halus, yakni kurang dari 2æ.
6.4
Beberapa mineral liat yang penting
a.
Kaolinit
Mineral liat kaolinit adalah mineral liat tipe 1 : 1.
Pada mineral ini masing-masing unit (Al-oktahedron dan Si-tetrahedron) melekat
dengan unit yang lain secara kuat melalui ikatan hidrogen. Adanya ikatan ini
mengakibatkan mineral tidak mudah mengembang atau mengerut. Pada liat ini,
substitusi isomorfik sangat sedikit sehingga kandungan muatan negatifnya
rendah. Muatan negatif hanya terjadi pada patahan kristal atau disosiasi H pada
pH yang tinggi. Dengan demikian, sebagian besar muatan negatif mineral ini
adalah tergantung pada pH. Mineral ini banyak dijumpai pada tanah merah
(coklat) yang berdrainase baik.
b. Montmorillonit
Mineral liat ini adalah bertipe 2 : 1. Setiap unit
mineral liat ini (2 lapis Si-tetrahedron dan 1 lapis Al-oktahedron) dihubungkan
dengan unit yang lain oleh ikatan yang relatif lemah (ikatan oksigen). KOndisi
ini mengakibatkan liat ini mudah mengembang apabila basah, dan mengerut bila
kering. Pengembangan dan oengerutan ini berkaitan dengan masuk atau keluarnya
air dan kation ke dalam ruang antar unit mineral liat ini.
Pada pembentukannya, proses substitusi ion Al3+
oleh Mg2+ telah terjadi sehingga mineral liat ini banyak memiliki
kelebihan muatan negatif. Di samping itu mineral ini mudah dimasuki ion pada
ruang antara unit mineralnya sehingga permukaan mineral ini lebih besar.
Kondisi ini mengakibatkan montmorillonit ini memiliki muatan negatif yang
tinggi. Mineral ini banyak dijumpai pada tanah vertisol (grumosol).
c. Illit
Mineral illit (hidrous mika) ini tidak banyak diketemukan
di Indonesia. Mineral ini tergolong bertipe 2 : 1 dan umumnya terbentuk secara
langsung dari mika melalui proses alterasi. Dalam proses ini struktur mika
tidak banyak berubah, tetapi terjadi penggantian sebagian ion K+ dari ruang
antar unit mineral oleh ion H+. Adanya substitusi Si32+ oleh Al3+
mengakibatkan muatan negatif mineral ini cukup tinggi (KTK 10 - 40 me/100 g).
d. Alofan
Mineral ini tidak memiliki kristal yang tetap (amorf).
Mineral liat ini banyak dijumpai pada tanah yang terbentuk dari abu vulkan
(Andosol) dan diperkirakan berasal dari pelapukan gelas vulkanik atau mineral
feldspar. Nilai KTK mineral ini adalah sangat tinggi, namun, dia juga dapat memfiksasi P secara kuat.
Jawablah
pertanyaan berikut secara ringkas
1. Berikan batasan (definisi) tentang mineral menurut
Saudara.
2. Berikan tiga struktur kristal mineral yang Saudara
ketahui dan jelaskan.
3. Darimanakah sumber muatan negatif mineral liat?
4. Apakah yang Saudara ketahui tentang istilah muatan
yang tergantung pH pada mineral liat?
5. Jelaskan tipe-tipe mineral liat tanah yang Saudara
ketahui.
6. Apakah alofan itu? dimanakah dijumpai mineral ini?
berikan sifatnya yang khusus.
VII.
SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH
7.1
Larutan Tanah
Larutan yang terdapat di antara partikel tanah merupakan
media yang paling penting dalam proses kimia tanah. Dengan perantara larutan
ini ion yang semula terjerap oleh kompleks jerapan tanah akan mengalami
pertukaran dengan ion lain yang terlarut di dalamnya. Demikian pula serapan ion
oleh akar tanaman hanya akan terjadi apabila di dalam tanah terdapat larutan
tanah.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian besar kation
tanah berada dalam keadaan terjerap oleh koloid tanah, dan hanya sekitar 1%
saja yang berada dalam larutan tanah ini. Sekalipun jumlahnya kecil, ion yang
terdapat di dalam larutan inilah yang paling besar perannya bagi pertumbuhan
tanaman. Keberadaan ion ini di dalam larutan serta proporsinya terhadap ion
yang lain sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia tanah terutama pH dan
kapasitas tukar kation tanah yang akan dibahas lebih lanjut.
Ion di dalam larutan tanah berada dalam kondisi yang
seimbang dengan ion yang terikat oleh kompleks jerapan. Seiring dengan waktu,
perubahan-perubahan terus-menerus terjadi pada komposisi serta kadar ion di
dalam larutan tanah ini. Proses-proses yang terjadi di lingkungan tanah seperti
penyerapan ion oleh akar, penambahan ion oleh pupuk atau oleh air hujan
merupakan contoh faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan komposisi larutan
tanah. Perubahan ini akan diimbangi oleh perubahan kandungan ion yang berada
dalam kompleks jerapan, seperti pelepasan ion ke dalam larutan atau pengikatan
ion dari larutan oleh kompleks jerapan.
7.2
Koloid tanah
Fraksi tanah yang paling penting dalam menentukan sifat
kimia tanah adalah koloid tanah, yakni bahan-bahan mineral (liat) maupun
organik (humus) yang berukuran sangat halus. Kata koloid berasal dari bahasa
yunani "colla" yang berarti lem. Ukuran koloid ini adalah kurang dari
1 mikron, dengan demikian, tidak semua
mineral liat termasuk dalam koloid ini karena mineral liat adalah fraksi tanah
yang berukuran kurang dari 2 mikron. Halusnya ukuran koloid tanah ini
mengakibatkan bahan-bahan ini memiliki luas permukaan per satuan berat yang
sangat besar. Kondisi ini mengakibatkan koloid ini memiliki sifat adhesi yang
sangat tinggi terhadap partikel tanah yang lain.
Partikel tanah yang sangat halus ini dinamakan dengan
"misel" (dari micro cell). Misel ini memiliki permukaan yang
bermuatan listrik negatif (anion), sehingga mampu menarik kation (ion positif)
yang terdapat di dalam larutan tanah. Penarikan ini mengakibatkan terbentuknya
lapisan ganda (double layer). Bagian dalam lapisan ganda ini terdiri atas
partikel koloid yang bermuatan negatif, sedangkan bagian luarnya adalah
kerumunan kation yang tertarik oleh partikel koloid ini.
Muatan negatif pada permukaan misel ini dapat berasal
dari beberapa sumber, yakni :
1)
Patahan
mineral liat yang mengandung gugusan hidroksil (-OH). Hidrolisis gugusan ini
mengakibatkan terjadinya muatan negatif pada daerah ini.
2)
Terjadinya
kelebihan muatan negatif pada ujung patahan mineral liat.
3)
Adanya
substitusi, yakni penggantian kation di dalam struktur kristal oleh kation lain
yang mempunyai ukuran yang sama tetapi dengan valensi yang berbeda. Misalnya
pengantian Al3+ oleh Fe2+ atau oleh Mg2+ dan
sebagainya.
4)
Koloid
organik mengandung beberapa gugusan yang sangat potensiil untuk membentuk
muatan negatif, yakni :
-
gugusan
karboksil (-COOH)
-
gugusan
fenol
-
gugusan
enol (R-OH)
Hidrolisis gugusan-gugusan ini pada pH yang mendekati
netral mengakibatkan timbulnya muatan negatif pada koloid organik ini sehingga
memperbesar muatan negatif pada misel.
Distribusi ion di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
muatan negatif misel. Kation ini tertarik oleh misel namun, tidak terlalu kuat, sehingga mudah
dipertukarkan oleh kation yang lain. Sebagian kation ini terjerap di permukaan
misel, sedangkan sebagian lainnya berada dalam jarak yang cukup jauh di dalam
larutan tanah. Konsentrasi ion ini semakin turun dengan semakin jauhnya jarak
dari permukaan jerapan ini.
7.3
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Ion yang terjerap oleh kompleks jerapan ion (misel) dapat
digunakan oleh tanaman melalui pertukaran ion antara ion yang terjerap dengan
ion di dalam larutan tanah. Pada proses ini akan terjadi keseimbangan muatan
listrik positif maupun negatif antara ion baik yang terdapat di dalam larutan
tanah maupun yang terdapat di permukaan misel. Berkurangnya jumlah kation dari
dalam larutan tanah sebagai akibat penyerapan ion oleh akar akan diimbangi
dengan pembebasan kation dari permukaan kompleks jerapan ke dalam larutan
tanah, demikian pula sebaliknya apabila terjadi penjenuhan kation di dalam
larutan (misalnya sebagai akibat pemberian pupuk).
Kation yang terkandung di dalam larutan tanah dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kation basa, dan kation asam. Disebut
kation basa karena penjerapan kation ini oleh kompleks jerapan ion
mengakibatkan terakumulasinya sejumlah ion OH- apabila muatan
positif kation ini melebihi muatan negatif dari misel. Kondisi ini
mengakibatkan tanah bereaksi basa. Contoh kation ini adalah Ca2+, Mg2+
dan sebagainya. Sedangkan kation asam adalah kation yang, akibat penjerapannya
oleh misel, mengakibatkan terjadinya suasana masam pada tanah. Contoh kation
ini adalah H+ dan Al3+.
Pada dasarnya, setiap kation akan dapat terjerap oleh kompleks
jerapan (misel) ini, namun, pada
kenyataannya kation tertentu lebih banyak dijumpai di dalam tanah dibandingkan
dengan kation yang lain. Besarnya jumlah kation yang terjerap oleh kompleks
jerapan ini sangat tergantung kepada beberapa hal, yakni :
a
Jumlah
kation yang tersedia di dalam larutan.
b
Intensitas
pencucian serta pengangkutan kation yang bersangkutan.
c
Kekuatan
pengikatan kation oleh kompleks jerapan.
Penjerapan ion oleh kompleks jerapan (misel) sangat
tergantung kepada jumlah kation di dalam larutan dan kekuatan pengikatan ion
yang bersangkutan. Secara garis besar, jumlah muatan ion dan kemampuan
hidrasinya sangat menentukan kemampuan penjerapan ion ini. Ion yang bermuatan
dan kemampuan hidrasi yang lebih besar akan semakin meningkatkan kemampuan
jerapan ion oleh kompleks jerapan. Secara berturut-turut tingkat jerapan ion
adalah sebagai berikut :
Al3+
> Ca2+ > Mg2+ > K+ = NH+ > Na+
Posisi ion H+ masih diperdebatkan. Penambahan
ion H+ (asam) ke dalam suspensi partikel liat biasanya menyebabkan
flokulasi. Kemampuan ini menimbulkan dugaan bahwa ion H+ memiliki
sifat yang mirip dengan Ca2+ dalam urutan di atas. Namun, , kation
monovalen yang telah terhidrasi seperti H+ ini seharusnya memiliki
sifat seperti Na+.
Besarnya kemampuan misel dalam menjerap kation ini
dinyatakan dengan kapasitas tukar kation (KTK) yang memiliki satuan me/100 g
liat. Besarnya KTK ini dapat dihitung dengan cara menggantikan seluruh kation
yang terjerap oleh satu kation yang tertentu (misalnya amonium) kemudian
menghitung kadar kation ini dengan analisis tanah. Pengukuran KTK ini dapat
dilakukan pada kondisi pH = 7 (dengan menggunakan amonium asetat yang dibuffer
pada pH 7), pada pH tanah yang sebenarnya (dengan menggunakan garam netral,
misalnya KCl 1 N), atau dengan menggunakan BaCl2 pada pH 8,2. Nilai
KTK yang diukur pada pH yang sebenarnya (ekstraksi dengan 1N KCl) merupakan
nilai KTK yang efektif. Apabila tanah yang telah terekstrak dengan KCl ini
kemudian diekstrak dengan BaCl2, maka nilai KTK yang diperoleh menunjukkan KTK
yang tergantung pH tanah. Jumlah antara KTK efektif dengan KTK tergantung pH
menunjukkan KTK total tanah. Sedangkan besarnya KTK yang terekstraksi dengan pH
= 7 terletak di antara KTK efektif dan KTK tergantung pH.
Kandungan kation basa yang terjerap di dalam kompleks
jerapan ini dapat dinyatakan dalam nilai kejenuhan basa, yakni merupakan
perbandingan antara jumlah kation basa (me/100 g liat) dengan nilai KTK nya.
Sebagai contoh, suatu tanah dengan nilai KTK = 15 me/100 g, dan jumlah basa
(Ca, Mg, dsb) = 6,0 me/100 g akan memiliki kejenuhan basa (KB) = 6,0/15 X 100%
= 40%. Tanah yang bereaksi basa biasanya memiliki nilai KB yang tinggi,
sedangkan tanah yang bereaksi masam adalah sebaliknya.
Di antara kation yang terjerap oleh kompleks jerapan ini,
kation basa merupakan kation yang paling banyak dijumpai, terutama pada tanah
pertanian. Basa-basa yang dominan di dalam kompleks jerapan ini terutama adalah
Ca2+ dan Mg2+. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ion
kalsium biasanya dijumpai dalam konsentrasi 75 hingga 85% dari basa-basa yang
terjerap. Dominasi kalsium pada kompleks jerapan ini diduga disebabkan oleh dua
hal, yakni :
1).
Pelapukan
mineral tanah, seperti feldspar dan mineral lainnya banyak menghasilkan kalsium
karena cepatnya pelapukan mineral ini.
2).
Kalsium
lebih mudah dijerap oleh kompleks jerapan daripada kation basa yang lain.
7.4
Kapasitas Tukar Anion
Pertukaran anion biasanya kurang begitu dikenal dan tidak
sebanyak pengenalan kita tentang pertukaran kation pada kebanyakan tanah.
Beberapa jenis anion yang terdapat di dalam tanah sangat mudah terjerap oleh
kompleks pertukaran anion, sedangkan anion yang lain relatif kurang dapat
terjerap. Pengikatan ion fosfat oleh kompleks pertukaran anion, misalnya,
terjadi sangat kuat sehingga ion ini sangat sulit untuk dibebaskan. Sebaliknya
anion nitrat sangat sedikit terjerap oleh kompleks ini.
Di dalam tanah, daerah pertukaran anion dapat berasal
dari beberapa sumber, yakni :
1)
Gugusan
amina pada humus.
2)
Muatan
positif kation yang terletak di bagian ujung patahan kristal liat silikat.
3)
Ionisasi
guguhas OH- dari bahan-bahan seperti Al(OH)3 atau Fe(OH)3.
Ionisasi ini sangat tergantung kepada banyaknya mineral yang mengandung
bahan-bahan ini, dan pH tanah. Pada tanah tua yang terlapuk dan tercuci,
ionisasi ini semakin meningkat karena komponen Fe dan Al terakumulasi pada tanah
ini, dan sebagian dari ion OH- terionisasi ini akan bergabung dengan
ion H+ untuk membentuk air pada suasana masam.
Sebagaimana halnya dengan kompleks pertukaran kation (KTK),
besarnya muatan positif pada kompleks pertukaran anion (KTA) ini pun dapat
dihitung dengan mengukur besarnya anion yang terjerap di kompleks jerapan ini.
Besaran ini dinyatakan dalam satuan me/100 g liat.
Beberapa kompleks jerapan anion maupun kation dijumpai di
ujung kristal liat silikat. Kompleks jerapan ini terjadi terutama pada jenis
mineral liat kaolinit. Perubahan pH tanah mengakibatkan terjadinya perubahan
jumlah muatan positif maupun negatif pada muatan ujung patahan kristal ini. Dengan
demikian, kapasitas tukar anion meningkat pada pH rendah dan kapasitas tukar
kation meningkat pada pH tinggi.
Liat-liat yang belum melapuk memiliki kandungan mineral
silikat tipe 2 : 1 yang tinggi, seperti illit, vermikulit dan montmorillonit.
KTK liat-liat ini relatif tinggi. Liat kaolinit (tipe 1 : 1) meningkat semakin
tinggi dengan semakin meningkatnya pelapukan sehingga nilai KTK dan KTA relatif
sama besar. Pelapukan lebih lanjut mengakibatkan terakumulasinya Fe dan Al
bebas di dalam fraksi liat sehingga mengakibatkan KTA melebihi nilai KTK tanah.
Kondisi terakhir ini terjadi pada tanah tua terutama di daerah tropis.
7.5
Reaksi (pH tanah)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH pada dasarnya merupakan jumlah
konsentrasi ion hidrogen (h+) yang terdapat di dalam tanah. Semakin tinggi
kadar ion H+ di dalam tanah, maka semakin asam sifat tanah tersebut, demikian
pula sebaliknya.
Selain ion H+, di dalam tanah juga dijumpai
ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya ion H+.
Pada tanah yang bereaksi masam, jumlah ion H+ adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah ion OH-, sedangkan pada tanah alkalis,
kandungan ion OH- adalah lebih banyak. Apabila kandungan ion H+
adalah sama dengan kandungan ion OH-, maka tanah tersebut
menunjukkan nilai pH = 7 dan dinamakan dengan tanah bereaksi netral.
Tabel 5. Kisaran pH rata-rata pada tanah
-----------------------------------------------------------------
Tanah Kisaran
pH
-----------------------------------------------------------------
- Optimum untuk seluruh tanaman 6,0 - 7,5
- Gambut terdrainase 1,0
- 3,0
- Tanah hutan basah 4,0
- 6,5
- Tanah padang rumput subhumid 5,0 - 7,0
- Tanah padang rumput semiarid 6,5 - 8,0
- Tanah kaya garam-garam Ca2+ 7,5 - 8,5
- Tanah kaya garam-garam Na+ 8,0 - 10,0
-----------------------------------------------------------------
Pada tanah pertanian, pH tanah biasanya berkisar antara 4
hingga 8. Hampir semua tanah yang nilai pH nya di atas 8 memiliki kandungan Na+
yang tinggi di dalam kompleks pertukaran kationnya; sedangkan tanah yang pH nya
di bawah 4 biasanya kaya akan asam sulfat.
Penilaian terhadap pH tanah adalah diperlukan untuk
memberi gambaran tentang kondisi tanah pada saat itu. Salah satu cara penilaian
pH ini adalah dengan menggunakan deskripsi pH seperti bagan berikut ini.
Nilai pH tanah sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Selain
kelima faktor pembentuk tanah, nilai pH tanah juga ditentukan oleh kondisi
musim setiap tahunnya, cara bercocok tanam, cara pengambilan sampel tanah,
kandungan air pada saat pengambilan sampel serta metoda pengukuran pH yang
digunakan.
Pencucian kation basa pada tanah mengakibatkan hilangnya
basa-basa ini sehingga cenderung menurunkan nilai pH tanah sejalan dengan
waktu. Penurunan pH tanah ini lebih nyata pada tanah muda. Selain itu pemberian
pupuk-pupuk yang bereaksi "asam" juga dapat mengakibatkan turunnya
nilai pH tanah ini. Sebaliknya kita juga dapat meningkatkan pH tanah melalui
pemberian amandemen kapur seperti CaCO3 atau CaSO4.
Tanaman atau vegetasi yang tumbuh di atas permukaan tanah
juga dapat mempengaruhi nilai pH tanah secara langsung maupun tidak langsung.
Akar-akar tanaman mampu mengeluarkan eksudat akar yang berupa asam-asam organik
yang dapat mempengaruhi pH di sekitar perakaran. Selain itu, sisa-sisa tanaman
yang berupa bahan-bahan organik juga akan mampu mengubah pH tanah pada saat dekomposisinya.
Pengangkutan kation oleh akar ke bagian atas tanaman akan mengurangi kadar ion
ini di dalam tanah sehingga berpotensi untuk mengasamkan tanah.
Tanah yang ada di Indonesia pada umumnya bereaksi masam
dengan pH berkisar antara 4,0 hingga 5,5. Dengan demikian, tanah yang ber pH antara 6,0 hingga 6,5 telah
dikatakan sebagai cukup netral sekalipun sebenarnya masih agak asam.
Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah sangat masam
dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sulfat masam (cat clay) karena banyak mengandung asam
sulfat. Di daerah yang sangat kering (arid) kadang-kadang pH tanah sangat
tinggi (pH lebih tinggi dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na.
7.6 Peran pH tanah
Peran pH tanah antara lain adalah :
1)
Menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman.
Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada
pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah
larut dalam air. Pada tanah masam, unsur P tidak dapat diserap tanaman karena
diikat oleh Al, sedangkan pada kondisi alkalis, unsur P juga tidak dapat
diserap oleh tanaman karena difiksasi oleh Ca.
Pada pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi,
dekomposisi bahan organik akan terhambat. Dengan demikian, pembebasan unsur hara yang berasal dari bahan
organik, seperti N dan S, juga akan terhambat. Kondisi ini menjelaskan tentang
rendahnya kandungan unsur ini di dalam tanah pada pH demikian.
Bagi unsur kalium, kelarutannya dapat terjadi pada pH
berapapun. Namun, ketersediaan unsur
ini di dalam tanah sangat dihambat oleh penyerapan yang tinggi oleh mineral
liat. Pencucian tanah serta penurunan pH tanah akan mengakibatkan menurunnya
ketersediaan unsur ini di dalam tanah, sedangkan peningkatan pH melalui
pengapuran akan mengubah K menjadi tidak larut sehingga ketersediaannya bagi
tanaman pun berkurang.
Bagi unsur hara mikro, kecuali molibdenumum,
ketersediaannya biasanya akan berkurang pada pH yang tinggi. Sedangkan bagi molibdenumum,
ketersediaan unsur ini semakin tinggi dengan semakin meningkatnya pH tanah. Pada pH rendah unsur ini mudah diendapkan oleh
besi dan Al.
2)
Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun.
Pada tanah masam banyak ditemukan ion Al di dalam tanah. Ion
ini selain dapat memfiksasi unsur P, juga dapat meracuni tanaman. Beberapa
tanaman yang ditanam pada tanah masam (PMK) menunjukkan gejala keracunan unsur
ini. Pada tanah rawa yang ber pH rendah, seringkali pertumbuhan tanaman
terhambat oleh tingginya kandungan ion sulfat.
Reaksi tanah yang masam seringkali dikaitkan dengan
semakin meningkatnya kelarutan unsur hara mikro, selain molibdenum, sehingga
dapat meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah yang bereaksi terlalu alkalis (pH
tinggi), tanaman seringkali menunjukkan defisiensi unsur mikro terutama besi.
3)
Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.
Kehidupan dan aktivitas mikroorganisme yang terdapat di
dalam tanah sangat ditentukan oleh reaksi (pH) tanahnya. Pada umumnya bakteri
akan dapat berkembang secara baik pada kondisi pH 5,5 atau lebih. Penurunan pH
ini mengakibatkan aktivitas bakteri akan terganggu.
Jamur akan dapat berkembang secara baik pada segala
tingkat pH tanah, namun, pada pH yang
lebih dari 5,5, aktivitas jamur ini harus bersaing dengan bakteri. Sedangkan
pada pH rendah, aktivitas mikroorganisme tanah didominasi oleh jamur daripada
oleh bakteri.
Bakteri pemfiksasi N udara serta bakteri nitrifikator
hanya akan berkembang secara baik pada pH yang lebih dari 5,5. Penurunan pH
tanah akan mengakibatkan berkurangnya aktivitas bakteri ini.
Jawablah
secara ringkas pertanyaan berikut.
1)
Apakah
yang dimaksud dengan "misel" menurut pengertian Saudara?, jelaskan.
2)
Jelaskan
secara ringkas mengapa kadar ion Ca2+ pada kompleks jerapan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan kation yang lain.
3)
Jelaskan
sumber-sumber muatan negatif dan muatan positif pada koloid tanah. Bagaimanakah
peran bahan organik tanah menurut Saudara?
4)
Apakah
yang dimaksud dengan kejenuhan basa (KB) menurut Saudara? Jelaskan pula peran
KB terhadap nilai pH tanah.
5)
Berikan
gambaran hubungan antara KTK, KTA dan tingkat pelapukan tanah. Jelaskan secara
ringkas jawaban Saudara.
6)
Faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi pH tanah?
7)
Berikan
gambaran peran pH tanah terhadap ketersediaan hara bagi tanaman.
VIII.
HUBUNGAN HARA DAN TANAMAN
8.1
Pengertian hara esensiil
Yang dimaksudkan dengan hara esensiil adalah unsur hara
yang sangat diperlukan bagi tanaman, dan fungsinya di dalam tanaman tidak dapat
digantikan oleh unsur yang lain. Kekurangan unsur hara ini selama pertumbuhan
tanaman mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara normal.
Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman berasal dari
udara, air dan tanah. Secara garis besar, unsur hara esensiil tanaman dibedakan
menjadi dua kelompok, yakni unsur hara makro, dan unsur hara mikro. Hingga
dewasa ini kita mengenal adanya 16 unsur hara yang dikategorikan sebagai
esensiil bagi tanaman, yakni :
-
Unsur
hara makro : C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S
-
Unsur
hara mikro : Fe, B, Mo, Mn, Cu, Zn dan Cl
Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman dalam jumlah besar. Unsur ini menyusun sebagian besar jaringan tanaman.
Sebaliknya unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
dalam jumlah yang sedikit. Biasanya unsur mikro ini berperan dalam penyusunan
enzim di dalam fisiologi tanaman.
8.2 Mekanisme penyediaan dan penyerapan hara
Sebagian unsur hara yang diperlukan oleh tanaman ini
diserap langsung dari daun, namun, sebagian besar lainnya berasal dari larutan
tanah yang diserap oleh akar tanaman. Unsur C dan O diperoleh tanaman dari
udara melalui proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah oleh akar
tanaman.
Selain unsur C dan O, stomata daun serta lentisel pada
bagian atas tanaman juga mampu menyerap hara tanaman. Penelitian dengan
menggunakan bahan-bahan radioaktif menunjukkan bahwa ion fosfat, nitrat dan
sulfat dapat secara langsung diserap oleh mulut daun (stomata). Bentuk-bentuk
ion yang dapat diserap oleh tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bentuk-bentuk ion dan molekul hara yang dapat
diserap tanaman (Donahue et al., 1977)
Unsur Hara Bentuk yang dapat diserap Keterangan
C CO2 Diserap
dari udara
H H+, H2O
Diserap
dari air
O O2,
CO2 Diserap
dari udara
N NH4+,
NO3- Diserap
dari tanah
P H2PO4-,
HPO4-- sda.
K K+ sda.
Ca Ca2+ sda.
Mg Mg2+ sda.
S SO4--
sda.
Fe Fe2+,Fe3+
sda.
Mn Mn2+ sda.
B BO3---,
H2BO3-, B(OH)4- sda.
Mo MoO4- sda.
Cu Cu2+ sda.
Zn Zn2+ sda.
Cl Cl-
sda.
Ion yang terdapat di dalam tanah tersebut dapat diserap
oleh akar tanaman melalui tiga proses, yakni :
-
aliran
massa (mass flow)
-
difusi
-
intersepsi
akar.
a.
Aliran massa
Ion yang mudah larut seperti nitrat, sulfat, kalium dan
sebagainya akan bergerak di dalam tanah sesuai dengan pergerakan aliran air
tanah. Gerakan ion bersama-sama dengan massa air ini dinamakan dengan aliran
massa. Air ini bergerak dari daerah di luar jangkauan akar ke permukaan akar
tanaman karena tanaman menyerap air ini untuk mengimbangi penguapan. Ion yang
terkandung di dalam air ini dapat segera diserap oleh akar tanaman.
b. Difusi
Difusi adalah proses bergeraknya suatu zat (unsur hara)
dari tempat yang konsentrasinya lebih tinggi ke tempat yang konsentrasinya
lebih rendah. Ion yang terdapat di dalam larutan tanah pada dasarnya berada
dalam kondisi yang seimbang. Penyerapan ion oleh akar tanaman mengakibatkan
berkurangnya konsentrasi ion di sekitar akar. Hal ini menyebabkan terjadinya
pergerakan ion dari daerah di luar perakaran ke permukaan akar untuk menyeimbangkan
konsentrasinya. Dengan demikian, pergerakan ion ini sama sekali tidak
dipengaruhi oleh pergerakan air tanah.
c. Intersepsi akar
Pertumbuhan akar tanaman memungkinkan permukaan akar bersinggungan
secara langsung dengan unsur hara yang semula di luar jangkauan akar.
Pemanjangan akar ini berarti pula pemendekan jarak tempuh ion untuk masuk ke
dalam tanaman, baik melalui aliran massa maupun secara difusi.
Di antara hara esensiil tanaman, unsur N, S, Ca dan Mo
merupakan unsur yang paling banyak diserap melalui aliran massa. Unsur P dan K
kebanyakan diserap oleh tanaman melalui difusi, sedangkan unsur yang banyak
diserap melalui intersepsi akar adalah unsur Ca.
8.3
Hara tanaman yang utama
a.
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan hara esensiil yang paling banyak
diperlukan oleh tanaman setelah C, H dan O. Di dalam tanah, nitrogen dapat
berasal dari bahan-bahan organik, pupuk, air hujan atau fiksasi N atmosfir oleh
jasad renik tanah.
Nitrogen diperlukan oleh tanaman terutama untuk :
-
Memperbaiki
pertumbuhan vegetatif tanaman
-
Pembentukan
protein
Kekurangan nitrogen oleh tanaman biasanya ditunjukkan
oleh gejala terhambatnya pertumbuhan, terbatasnya perakaran tanaman, serta
menguningnya daun. Oleh karena nitrogen merupakan unsur yang mobil di dalam
tanaman, maka gejala ini nampak pertama kali pada daun-daun yang tua.
Kelebihan nitrogen pada tanaman akan memberikan akibat
buruk, yakni:
-
Terhambatnya
pematangan fisiologis tanaman
-
Lemahnya
batang sehingga mudah roboh
-
Tanaman
mudah terserang penyakit.
Nitrogen di dalam tanah diambil oleh tanaman dalam bentuk
ion nitrat dan ion amonium. Bentuk amonium (NH4+) adalah bentuk nitrogen yang
mudah dijerap oleh koloid tanah, sedangkan bentuk nitrat (NO3-) adalah bentuk
yang kurang terjerap sehingga mudah hilang dari tanah karena tercuci. Pada
tanah yang beraerasi baik, biasanya bentuk nitrat adalah yang lebih dominan
daripada bentuk amonium.
b. Fosfor (P)
Fosfor di dalam tanah dapat berasal dari berbagai sumber
seperti pelapukan bahan organik, pupuk, serta mineral-mineral tanah. Fosfor
merupakan hara esensiil bagi tanaman, terutama untuk :
-
Pembelahan
sel
-
Pembentukan
albumin
-
Pembentukan
bunga, buah, dan biji
-
Mempercepat
pematangan fisiologis
-
Memperkokoh
tegaknya batang
-
Perkembangan
akar
-
Memperbaiki
kualitas sayur-sayuran
-
Meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit
-
Membentuk
nukleoprotein
-
Metabolisme
karbohidrat
-
Menyimpan
dan memindahkan energi (ATP dan ADP).
Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk ion H2PO4-,
HPO42- atau PO43-. Pada tanah yang bereaksi masam, bentuk fosfor yang utama
adalah H2PO4-, sedangkan pada kondisi alkalis bentuk fosfor tanah didominasi
oleh ion PO4-.
Ion fosfat tanah memiliki sifat yang sangat mudah terjerap
oleh koloid tanah, baik pada suasana masam (oleh ion Al3+) maupun
pada suasana basa (oleh ion Ca2+), seperti reaksi berikut.
pH
rendah
Al3+
+ H2PO4- + 2H2O
------> Al(OH)2.H2PO4 + 2H+
(larut) (larut)
(tidak
larut)
Al(OH)3 + H2PO4-
------------> Al(OH)2.H2PO4
+ OH-
(larut) (larut)
(tidak
larut)
pH
tinggi
Ca(H2PO4)2 + 2
Ca2+ <=========>
Ca3(PO4)2
+ 4H+
(larut) sukar
larut)
Ca(H2PO4)2 + 2 CaCO3
<==========> Ca3(PO4)2 + 2 CO2
+ 2 H2O
(larut) (sukar
larut)
Mudahnya ion fosfat terfiksasi ini mengakibatkan tanaman
sangat mudah kekurangan (defisiensi) unsur ini terutama pada tanah yang
bereaksi terlalu asam atau terlalu basa. Selain itu, karena unsur P ini mudah
terfiksasi, maka pemberiannya ke dalam tanah melalui pemupukan sebaiknya tidak
disebarkan, melainkan diberikan dalam larikan agar kontak dengan tanah dapat
diperkecil.
Tanaman yang kekurangan hara P akan ditunjukkan oleh gejala
:
-
Terhambatnya
pertumbuhan tanaman karena terganggunya pembelahan sel.
-
Timbulnya
warna ungu pada daun yang dimulai pada ujung daun.
-
Pada
tanaman jagung, gejala ini ditunjukkan oleh kurang sempurnanya perkembangan
tongkol.
c.
Kalium (K)
Kalium di dalam tanah dapat berasal dari mineral primer
tanah, maupun dari pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Unsur kalium diperlukan
oleh tanaman untuk :
-
Pembentukan
pati
-
Pengaktif
enzim
-
Pengaturan
stomata
-
Proses
metabolisme sel
-
Mempengaruhi
penyerapan hara lain
-
Mempertinggi
ketahanan tanaman terhadap kekeringan
-
Perkembangan
akar tanaman.
Unsur kalium diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion
K+ yang larut di dalam larutan tanah. Ion ini sangat mudah terikat dan masuk ke
dalam kisi kristal mineral liat sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Tanaman yang kekurangan hara kalium akan menunjukkan
gejala pemendekan ruas batang serta timbulnya warna coklat pada daun yang
dimulai dari daun yang tua. Tanaman tidak menunjukkan keracunan kalium
meskipun jumlah K yang diserap oleh tanaman melebihi kebutuhannya.
d. Kalsium (Ca)
Kalsium di dalam tanah berasal dari mineral-mineral
primer, seperti plagioklas, atau dari mineral-mineral sekunder seperti kalsit,
dolomit, gipsum serta batuan fosfat. Tanaman menyerap kalsium dalam bentuk ion Ca2+
di dalam larutan tanah.
Kalsium digunakan oleh tanaman untuk :
-
Penyusunan
dinding sel tanaman
-
Pembelahan
sel
-
Perpanjangan
akar.
Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan tidak tumbuhnya
tunas maupun akar tanaman. Selain itu kekurangan ini biasanya ditunjukkan oleh
munculnya warna coklat pada ujun daun tanaman.
e.
Magnesium (Mg)
Unsur magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+
di dalam larutan tanah. Ion ini dapat berasal dari mineral biotit, hornblende,
serta garam-garam sederhana seperti MgSO4.
Magnesium diperlukan oleh tanaman untuk :
-
Pembentukan
klorofil
-
Pengaktif
enzim
-
Pembentukan
minyak.
Kekurangan magnesium pada tanaman akan mengakibatkan timbulnya
warna kuning pada daun karena terganggunya pembentukan klorofil. Pada tanaman
jagung, gejala ini diikuti oleh timbulnya garis-garis kuning pada daunnya. Oleh
karena unsur ini relatif mobil di dalam tanaman, maka gejala ini timbul
mula-mula pada daun yang lebih tua.
f. Belerang (S)
Tanaman menyerap belerang dalam bentuk ion SO4=
di dalam larutan tanah. Selain itu stomata juga mampu menyerap gas SO2
atmosfir. Di dalam tanah, belerang dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS2)
dan gipsum (CaSO4) di samping dalam bentuk belerang organik.
Belerang ini digunakan oleh tanaman terutama untuk
pembentukan protein serta klorofil. Oleh karena itu kekurangan belerang akan
ditunjukkan oleh gejala kerdilnya tanaman, terhambatnya pematangan serta
kuningnya daun. Gejala ini dimulai pada daun yang lebih tua.
g. Unsur hara mikro
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman dalam jumlah yang sedikit. Di alam, unsur ini biasanya dijumpai dalam
jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan unsur hara makro. Unsur ini
berasal dari bahan organik serta mineral-mineral tanah. Pada tanah yang
bertekstur pasir, tanah yang ber pH terlalu tinggi (tanah kapur), atau tanah
organik seringkali dijumpai gejala kekurangan hara mikro.
Peran hara mikro bagi tanaman adalah sebagai berikut :
- Zn : -
Pembentukan hormon tumbuh
- Katalis pembentukan protein
- Pematangan biji
- Fe : -
Pembentukan klorofil
- Oksidasi dan reduksi pernafasan
- Penyusunan enzim dan protein
- Cu : - Katalis
pernafasan
- Penyusunan enzim
- Pembentukan klorofil
- Metabolisme karbohidrat dan protein
- B : -
Pembentukan protein
- Metabolisme N dan karbohidrat
- Perkembangan akar
- Pembentukan buah dan biji
- Mn : -
Metabolisme N dan asam organik
- Fotosintesis (asimilasi CO2)
- Perombakan karbohidrat
- Pembentukan kerotin, riboflavin,
dan asam askorbat
- Mo : -
Meningkatkan pengikatan N oleh bakteri simbiotik
- Pembentukan protein
- Cl : - Belum jelas, namun, pertumbuhan akar terhambat jika tidak ada Cl
Unsur hara mikro dapat diserap oleh akar tanaman dalam
bentuk :
- Kation : Fe2+, Mn2+, Zn2+
dan Cu2+
- Anion : BO33-, MoO43-,
dan Cl-
Di samping itu unsur ini dapat diserap melalui daun.
8.4 Keseimbangan unsur hara
Unsur hara yang terdapat di dalam tanah akan saling
berinteraksi. Penyerapan ion yang satu akan mengakibatkan berubahnya
konsentrasi ion yang lain di dalam larutan tanah. Oleh karena itu harus ada
keseimbangan ion tersebut di dalam tanah agar proses penyerapan ion oleh
tanaman dapat berjalan sebagaimana semestinya.
Ketidak seimbangan ion ini akan mengakibatkan
terganggunya penyerapan ion lain seperti contoh-contoh berikut ini :
-
Kelebihan
Cu atau sulfat akan menghambat penyerapan Mo
-
Terlalu
banyaknya Zn dan Zn akan mengakibatkan terganggunya penyerapan Fe
-
Terlalu
tingginya konsentrasi fosfat akan mengakibatkan terganggunya penyerapan Zn, Fe
dan Cu
-
Terlalu
banyaknya N mengakibatkan terganggunya penyerapan Cu
-
Kelebihan
N dan K mempersulit penyerapan Cu
-
Terlalu
banyaknya Ca akan menghambat penyerapan B
-
Kelebihan
Fe, Cu dan Zn akan mengurangi penyerapan Mn.
Jawablah
secara ringkas pertanyaan berikut
1. Jelaskan konaep tentang hara esensiil, hara makro dan
hara mikro pada tanaman?
2. Jelaskan tiga proses penyerapan ion oleh akar tanaman.
3. Apakah peran N, P, K bagi tanaman? jelaskan akibat
kekurangan hara ini bagi tanaman.
4. Menurut Saudara, kenapakah harus ada keseimbangan unsur
di dalam tanah? Berikan contohnya.
IX.
KLASIFIKASI TANAH
9.1.
Pengertian klasifikasi
Tanah yang ada di sekitar kita sangat beragam, karena kompleksnya
interaksi antara faktor-faktor pembentukan tanah yang ada. Sekalipun demikian, tanah
tadi memiliki ciri yang sama atau hampir sama antara satu dengan yang lain.
Ciri-ciri ini bisa berupa warnanya, kandungan mineralnya, tingkat kesubrannya
dan sebagainya. Tanah ini, yang dikelompokkan satu dengan yang lain berdasarkan
kesamaan ciri-cirinya, membentuk suatu kelompok tanah tertentu dengan
sifat-sifat umum yang sama. Dengan mengelompokkan tanah ini berarti kita telah
mengklasifikasikan tanah tersebut. Jadi klasifikasi tanah pada dasarnya adalah
usaha untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya.
Dengan cara ini tanah dengan sifat yang sama dimasukkan ke dalam satu kelompok
yang sama.
Pengelompokan tanah ini sangat penting untuk tujuan
pengelolaan tanah yang bersangkutan. Tanah dengan sifat-sifat tertentu harus
dikelola dengan cara tertentu pula agar sesuai bagi tanaman. Tanah bertekstur
pasir, misalnya, akan memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah yang
bertekstur liat.
Klasifikasi tanah pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
:
a
Klasifikasi
alami : yakni klasifikasi tanah yang didasarkan kepada sifat-sifat tanah yang
dimiliki tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah yang bersangkutan.
Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan
mineralogi tanah yang dimiliki oleh masing-masing kelas tanah. Sifat-sifat ini
dapat digunakan sebagai dasar terhadap pengelolaan tanah yang bersangkutan.
b
Klasifikasi
teknis : yakni klasifikasi tanah yang didasarkan kepada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Contoh :
klasifikasi tanah untuk kesesuaian lahan bagi tanaman perkebunan.
Klasifikasi tanah yang Selanjutnya, kita gunakan dalam bahasan ini adalah
klasifikasi alami.
9.2
Sistem Klasifikasi Tanah
Di Indonesia dikenal tiga sistem klasifikasi tanah, yakni
:
-
Klasifikasi
oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor
-
Klasifikasi
tanah oleh FAO/UNESCO
-
Klasifikasi
oleh USDA (Amerika Serikat)
Dalam klasifikasi tanah ini dikenal berbagai tingkat
(kategori) klasifikasi. Pada kategori tinggi, tanah dibedakan secara garis
besarnya saja; kemudian pada kategori yang lebih rendah, tanah dibedakan secara
lebih rinci, demikian seterusnya hingga kategori yang paling rendah.
Sifat-sifat tanah yang digunakan untuk membedakan tanah
pada kategori tinggi juga merupakan pembeda pada kategori-kategori yang lebih
rendah. Dengan demikian, , jumlah faktor pembeda akan semakin meningkat dengan
semakin rendahnya kategori yang digunakan.
Kategori yang digunakan pada klasifikasi tanah dari yang
paling tinggi ke yang paling rendah berturut-turut adalah :
-
Order
-
Sub
orber
-
Great
group
-
Sub
group
-
Family
-
Serie
-
(Fase)
Bandingkan dengan kategori yang digunakan pada
klasifikasi tumbuhan, yakni :
-
Phylum
-
Kelas
-
Sub
kelas
-
Ordo
-
Famili
-
Genus
-
Spesies
9.3
Klasifikasi tanah sistem USDA
Klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh "United
States Departement of Agriculture" (USDA) Amerika Serikat diberi nama
dengan "Soil Taxonomy" (Taksonomi tanah). Sistem klasifikasi ini
merupakan sistem yang baru, baik mengenai tata nama, definisi-definisi horizon
penciri, maupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan dalam menentukan kelas
tanah. Dalam sistem ini digunakan enam kategori, yakni : Order, Sub order,
Great group, Sub group, Family, dan Seri.
9.3.1 Horizon penciri (Diagnostic horizon)
Horizon penciri merupakan horizon yang memiliki
sifat-sifat tertentu yang digunakan dalam klasifikasi tanah sistem USDA.
Horizon penciri ini terdiri atas horizon permukaan dan horizon bawah penciri.
a.
Epipedon
Epipedon merupakan horizon permukaan tanah, tetapi tidak
sinonim dengan horizon A yang kita kenal. Epipedon bisa jadi lebih tipis dari
horizon A, namun, bisa jadi pula lebih
tebal dari horizon A (meliputi horizon B). (Catatan : pemakaian epipedon hanya
ditujukan untuk klasifikasi tanah, sedangkan untuk diagnostik profil tanah,
kita tetap menggunakan horizon A, B dan seterusnya).
Epipedon yang kita kenal adalah :
-
Epipedon
histik : yakni horizon permukaan yang mengandung bahan organik tinggi (>
20%)
-
Epipedon
mollik : horizon permukaan yang mengandung bahan organik > 1%, dengan warna
pada kondisi lembab memiliki nilai value < 3,5 dan ketebalan 18 cm atau
lebih; kejenuhan basa > 50%.
-
Epipedon
umbrik : horizon permukaan yang memiliki sifat seperti epipedon mollik, namun, memiliki kejenuhan basa < 50%.
-
Epipedon
anthropik : horizon permukaan seperti epipedon mollik, tetapi mengandung >
250 ppm P2O5 larut dalam asam sitrat.
-
Epipedon
ochrik : horizon permukaan yang berwarna terang (nilai value pada kondisi
lembab > 3,5), bahan organik < 1% dan bersifat keras / masif.
-
Epipedon
plaggen : horizon permukaan yang tebalnya tidak lebih dari 50 cm, berwarna
hitam, terbentuk karena pemupukan bahan organik (pupuk kandang) secara terus
menerus.
Horizon-horizon lain di permukaan yang juga digunakan
sebagai penciri adalah :
-
Horizon
arenik : horizon permukaan yang kaya pasir, dengan ketebalan > 50 cm dan
terletak di atas horizon argillik.
-
Horizon
glossarenik : horizon seperti arenik, tetapi tebalnya lebih dari 100 cm.
b.
Horizon bawah penciri
Yang termasuk dalam horizon bawah penciri adalah :
-
Horizon
agrik : horizon di bawah lapisan olah yang merupakan akumulasi debu, liat, dan
humus.
-
Horizon
albik : horizon yang berwarna pucat (horizon A2), dengan warna value pada
kondisi lembab > 5.
-
Horizon
argillik : horizon penimbunan liat, yakni horizon B yang kadar liatnya
sekurang-kurangnya 1,2 kali kadar liat di atasnya. Pada horizon ini dijumpai
selaput liat.
-
Horizon
kalsik : horizon dengan ketebalan ò 15 cm yang mengandung karbonat (CaCO3 atau
MgCO3) dalam jumlah tinggi.
-
Horizon
kambik : horizon yang memiliki sifat hampir sama dengan argillik atau spodik,
tetapi belum memenuhi syarat untuk dikelompokkan ke dalam kedua horizon
tersebut.
-
Horizon
gipsik : horizon yang kaya akan gipsum (CaSO4) sekunder.
-
Horizon
natrik : horizon argillik yang kaya Na.
-
Horizon
oksik : horizon dengan tebal ò 30 cm, KTK (NH4OAc) < 16 me/100 g liat, dan
KTK (NH4Cl tanpa buffer) < 10 me/100 g liat.
-
Horizon
petrokalsik : horizon kalsik yang mengeras.
-
Horizon
petrogipsik : horizon gipsik yang mengeras.
-
Horizon
salik : horizon dengan tebal ò 15 cm, banyak mengandung garam-garam sekunder
mudah larut.
-
Horizon
sombrik : horizon yang berwarna gelap, sifat-sifat seperti epipedon umbrik,
terjadi iluviasi humus tanpa Al dan tidak terletak di bawah horizon albik.
-
Horizon
spodik : horizon iluviasi seskuioksida bebas dan bahan organik.
- Horizon sulfurik : horizon yang kaya sulfat masam (Cat Clay), dengan pH < 3,5 dan terdapat
karatan yang terdiri atas jerosit.
c.
Horizon penciri untuk tanah organik
-
Horizon
fibrik : kandungan bahan organik kasar (fibrik) lebih dari 2/3.
-
Bahan
hemik : kandungan bahan organik dengan tingkat pelapukan kasar 1/3 - 2/3.
-
Bahan
saprik : kandungan bahan organik kasar kurang dari 1/3.
-
Bahan
humilluvik : iluviasi humus setelah lama digunakan untuk bercocok tanam (pada
tanah organik).
-
Bahan
limnik : endapan organik atau anorganik dari makhluk hidup di air.
d.
Penciri khusus
-
Konkresi
: senyawa tertentu yang mengeras, berlapis konsentris (memusat). Bahan yang
disementasikan misalnya kapur, besi, mangan, dan silikat.
-
Padas
(pan) : horizon atau lapisan yang sangat memadat. Pemadatan oleh besi, bahan
organik, silikat, kapur, liat, debu (terbentuk karena pembentukan tanah atau
karena tekanan).
-
Orterde
: Penimbunan besi dan bahan organik tanpa sementasi.
-
Ortstein
: penimbunan besi dengan bahan organik dengan sementasi.
-
Fragipan
: lapisan tanah yang teguh, mudah pecah, kepadatan tinggi. Tampak memadas bila
kering, tetapi mudah pecah bila lembab.
-
Duripan
: lapisan tanah yang teguh, tak tembus air dan akar.
-
Padas
liat (clay pan) : lapisan atau
horizon yang padat, kaya akan liat, batas dengan horizon di atasnya jelas.
-
Krotovinas
: corak yang berbentuk pipa tak teratur dalam suatu horizon, terbentuk dari
bahan yang berasal dari horizon yang lain.
-
Plintit
: bahan liat lapuk yang kaya seskuioksida, miskin humus, biasanya berupa
karatan merah di atas dasar kelabu atau dasar merah dengan karatan kelabu atau
putih.
-
Slickenside
: permukaan licin dan mengkilap karena pergeseran massa tanah.
-
Selaput
liat (Clay skin) : selaput liat di
bidang belahan struktur atau pori-pori. Bagian lapisan yang mengeras berwarna
merah, biasanya mengandung karatan kuning, abu-abu, atau putih.
-
Kontak
lithik : batas tanah dengan bahan di bawahnya yang keras dan padu.
-
Kontak
paralithik : batas tanah dengan bahan di bawahnya yang lunak dan padu.
9.3.2
Regim temperatur (untuk kedalaman tanah ñ 50 cm)
-
Pergilic
: suhu tanah rata-rata tahunan < 0ø C (permafrost).
-
Cryic
: suhu tanah rata-rata tahunan 0 - 8ø C, suhu musim panas < 15ø C.
-
Frigid
: suhu tanah rata-rata tahunan 0 - 8ø C, pada musim panas suhu rata-rata lebih
dari 15ø C.
-
Mesic
: suhu tanah rata-rata tahunan 8 - 15ø C.
-
Thermic
: suhu tanah rata-rata tahunan 15 - 22ø C.
-
Hyperthermic
: suhu tanah rata-rata tahunan > 22ø C.
-
Iso
(frigid, mesic, thermic, hyperthermic) : perbedaan suhu tanah rata-rata musim
panas dan musim dingin < 5ø C, suhu tanah rata-rata tahunan adalah frigid,
mesic, thermic, hyperthermic.
-
Tropic
: mempunyai sifat iso dan suhu tanah rata-rata tahunan lebih dari 8ø C.
9.3.3
Regim kelembaban (untuk kedalaman antara 10 - 90 cm)
-
Aquic
: tanah sering jenuh air sehingga terjadi reduksi yang ditunjukkan oleh karatan
dan nilai chroma rendah.
-
Aridic
atau Torric : kering lebih dari 6 bulan (bila tanah tidak pernah beku). Tidak pernah
lembab 90 hari berturut-turut atau lebih pada setiap tahun.
-
Perudic
: curah hujan setiap bulan selalu melebihi evapotranspirasi.
-
Udic
: tanah tidak pernah kering 90 hari (kumulatif) setiap tahun.
-
Ustic
: tanah setiap tahun kering lebih dari 90 hari (kumulatif) tetapi kurang dari
180 hari.
-
Xeric
: hanya terdapat di daerah beriklim mediteran. Setiap tahun kering lebih dari
45 hari berturut-turut di musim panas, lembab lebih dari 45 hari berturut-turut
di musim dingin.
9.3.4 Tata nama (Klasifikasi USDA)
Dalam sistem klasifikasi Soil Taxonomy (USDA), penamaan
tanah selalu memiliki arti yang umumnya menunjukkan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan. Dalam kategori order, nama tanah selalu diberi akhiran
"sol" (solum = tanah), sedangkan suku kata sebelumnya menunjukkan
sifat utama tanah tersebut. Untuk kategori yang lebih rendah, akhiran
"sol" tidak lagi digunakan, dan sebagai gantinya digunakan akhiran
yang merupakan singkatan dari order yang bersangkutan (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Arti nama tanah dalam tingkat order dan akhiran
untuk kategori yang lebih rendah
=================================================================
Nama order Akhiran untuk Arti asal kata
kategori lain
-----------------------------------------------------------------
Alfisol Alf dari Al - Fe
Aridisol Id Aridus, sangat kering
Entisol Ent dari Recent ,baru
Histosol Ist Histos, jaringan
Inceptisol Ept Inceptum, permulaan
Mollisol Oll Mollis, lunak
Oxisol Ox Oxide, oksida
Spodosol Od Spodos, abu
Ultisol Ult Ultimus, akhir
Vertisol Ert Verto, berubah
=================================================================
Dalam klasifikasi ini, nama pada kategori suborder
terdiri atas dua suku kata, great group terdiri atas tiga suku kata dengan suku
kata terakhir menunjukkan nama order tanah. Untuk nama sub group digunakan dua
kata dengan kata kedua merupakan nama great group, sedangkan kata pertama
menunjukkan sifat utama sub groupnya.
Pada tingkat famili, tanah diberi nama secara deskriptif
yang umumnya menerangkan susunan besar butir, susunan mineral liat, regim suhu
tanah, atau sifat-sifat lain yang spesifik dan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Pada tingkat seri tanah diberi nama menurut nama tempat pertama kali
tanah tersebut diketemukan.
Contoh klasifikasi tanah menurut sistem USDA adalah
sebagai berikut :
Order : Ultisol
Sub order : Udult (ud dari udic : lembab)
Great group : Tropudult (trop dari tropic)
Sub group : Aquic tropudult (aquic : berair)
Famili : Aquic tropudult, berliat halus, kaolinitik,
iso hipertermik
Seri : Granada (pertama kali diketemukan di daerah ini)
9.3.5
Sifat-sifat tanah dalam tingkat order (Klasifikasi USDA)
Berdasarkan klasifikasi ini, tanah dikelompokkan dalam
sepuluh order. Sifat-sifat tanah ini secara umum adalah sebagai berikut :
-
Alfisol
: Tanah yang memiliki penimbunan liat di horizon bawah (horizon argillik);
kejenuhan basa tinggi (> 35%) pada kedalaman 180 cm. Liat yang tertimbun
adalah berasal dari pencucian horizon di atasnya.
-
Aridisol
: Tanah yang mempunyai kelembaban tanah arid (sangat kering), mempunyai
epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horizon penciri lain.
-
Entisol
: Tanah yang masih sangat muda, yaitu baru pada tingkat permulaan dalam
perkembangan tanah. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik,
albik, atau histik.
-
Histosol
: Tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (tekstur pasir), atau
lebih dari 30% (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tersebut
tebalnya lebih dari 40 cm.
-
Inceptisol
: Merupakan tanah muda tetapi lebih berkembang daripada entisol. Umumnya tanah
ini mempunyai horizon kambik. Karena tanah ini belum berkembang lanjut,
kebanyakan tanah ini cukup subur.
-
Mollisol
: Tanah dengan tebal epipedon leboh dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap),
kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi
tanah baik sehingga tanah tidak keras bila kering.
-
Oxisol
: Tanah tua sehingga mineral-mineral yang mudah lapuk tinggal sedikit.
Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation rendah
(<16 me/100 g liat). Banyak mengandung oksida-oksida Fe atau Al, batas
horizon tidak jelas.
-
Spodosol
: Tanah yang horizon bawahnya mengalami penimbunan oksida Fe dan Al serta humus
(horizon spodik), sedangkan di lapisan atas terdapat horizon eluviasi yang
berwarna pucat (albic).
-
Ultisol
: Tanah yang mengalami penimbunan liat di horizon bawah (argillic), bersifat
masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm kurang dari 35%.
-
Vertisol
: Tanah dengan kandungan liat tinggi (> 30%) di seluruh horizon, memiliki
sifat mengembang dan mengkerut. Pada saat kering, tanah mengkerut dan
pecah-pecah, sedangkan pada saat basah, tanah mengembang dan lengket.
Secara ringkas penciri utama order tanah dapat dilihat
pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Order tanah dan penciri utama menurut sistem
USDA
=================================================================
Order Penciri utama :
Horizon penciri Sifat
penciri lain
-----------------------------------------------------------------
Alfisol Horizon argillic Kejenuhan basa tinggi (>35%)
Aridisol - Regim kelembaban aridic
Entisol Epipedon ochric, albic -
atau histic
Histosol Epipedon histic tebal -
(> 40 cm)
Inceptisol Horizon kambic -
Mollisol Epipedon mollic KB seluruh solum > 50%
Oxisol Horizon oxic -
Spodosol Horizon spodic -
Ultisol Horizon argillic KB rendah (< 35%)
Vertisol - Sifat vertic (mengembang dan
mengkerut), liat
> 30%
=================================================================
9.4
Klasifikasi tanah sistem FAO / UNESCO
Sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO ini dibuat dalam
rangka pembuatan peta tanah dunia skala 1 : 5.000.000. Dalam klasifikasi ini
terdapat dua kategori klasifikasi, yakni Great group dan Sub group seperti pada
sistem klasifikasi taksonomi tanah (USDA). Kategori yang lebih tinggi atau yang
lebih rendah dari kedua kategori ini tidak dikembangkan.
Sebagaimana halnya dengan sistem klasifikasi tanah USDA,
pada sistem FAO/UNESCO juga digunakan horizon-horizon penciri yang sebagian
diambil dari sistem USDA. Nama tanah diambil dari nama tanah Rusia yang sudah
terkenal, di samping nama-nama lain yang digunakan di Eropa barat, Kanada,
Amerika serikat, dan beberapa nama baru.
9.5
Klasifikasi tanah sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor
Sistem klasifikasi tanah yang berasal dari Pusat
Penelitian Tanah (PPT) Bogor dan yang telah banyak dikenal di Indonesia adalah
sistem Dudal - Soepraptohardjo (1957). Sejalan dengan berjalannya waktu dan
dengan dikenalnya sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO (1974) dan Soil Taxonomy
(1975), sistem klasifikasi tanah Dudal - Soepraptohardjo juga mengalami
perubahan-perubahan terutama yang menyangkut definisi jenis-jenis tanah (great
group) dan macam tanah (sub group). Perubahan ini mengakibatkan terbentuknya
nama-nama baru yang kebanyakan mirip dengan yang digunakan pada sistem
FAO/UNESCO, sedangkan sifat-sifat pembedanya digunakan horizon-horizon penciri
seperti pada taksonomi tanah USDA.
Sistem klasifikasi tanah oleh Pusat Penelitian Tanah
menggunakan enam kategori, yaitu : Golongan (order), Kumpulan (sub order),
Jenis (great group), Macam (sub group), Rupa (family), dan Seri. Pada kategori
golongan dan kumpulan, tanah dibedakan berdasarkan kepada tingkat perkembangan
dan susunan horizon tanah. Tanah diberi nama baru mulai pada kategori jenis
tanah (great group) sehingga nama dalam tingkat golongan (order) dan kumpulan
(sub order) tidak dikenal. Pada kategori rendah (rupa dan seri) penciri
utamanya adalah tekstur dan drainase tanah.
Contoh klasifikasi tanah sistem PPT Bogor:
-
Golongan
: dengan perkembangan profil
-
Kumpulan
: Horizon ABC
-
Jenis
tanah : Latosol
-
Macam
tanah : Latosol humik
-
Rupa
: Latosol humik, tekstur halus, drainase baik
-
Seri
: Bogor (Latosol humik, tekstur liat, drainase baik)
Padanan nama-nama tanah menurut berbagai sistem
klasifikasi tanah secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 . Padanan nama tanah menurut berbagai sistem
klasifikasi (disederhanakan)
=================================================================
Sistem Dudal- Modifikasi FAO/UNESCO Soil Taxonomy
Soepraptohardjo 1978/1982 (1974) (1975)
(1957,1961) (PPT)
-----------------------------------------------------------------
- Tanah Aluvial - Tanah Aluvial - Fluvisol - Entisol,
Inceptisol
- Andosol - Andosol - Andosol - Inceptisol
- Tanah hutan-
coklat - Kambisol -
Cambisol - Inceptisol
- Grumosol - Grumosol - Vertisol - Vertisol
- Latosol - Kambisol - Cambisol - Inceptisol
- Latosol -
Nitosol - Ultisol
- Lateritik -
Ferralsol - Oxisol
- Litosol - Litosol - Lithosol - Entisol
- Mediteran - Mediteran - Luvisol - Alfisol/
Inceptisol
- Organosol - Organosol - Histosol - Histosol
- Podsol - Podsol - Podsol - Spodosol
- Podsolik merah- - Podsolik - Acrisol - Ultisol
kuning
- Podsolik coklat - Kambisol - Cambisol - Inceptisol
- Podsolik coklat- - Podsolik - Acrisol - Ultisol
kekelabuan
- Regosol - Regosol - Regosol - Entisol
- Rendzina - Rendzina - Rendzina - Rendoll
- - Ranker -
Ranker -
- Tanah berglei - Gleisol - Gleysel - Aquic (sub-
order)
- Glei humus - Gleisol humik - -
- Glei humus- - Gleisol - -
rendah
- Hidromorf kelabu - Podsolik gleiik - Acrisol Gleyic -
- Aluvial- - Gleisol hidrik - -
hidromorf
- Planosol - Planosol - Planosol - Aqualf
=================================================================
Sifat umum jenis tanah (great group) menurut sistem PPT
-
Organosol
: Tanah organik (gambut) yang ketebalannya > 50 cm.
-
Lithosol
: Tanah mineral yang ketebalannya ó 20 cm, di bawahnya terdapat batuan keras
yang padu.
-
Rendzina
: Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, bahan organik > 1%, kejenuhan
basa > 50%), di bawahnya terdapat batuan kapur.
-
Grumusol
: Tanah dengan kadar liat lebih dari 30%, bersifat mengembang dan mengkerut.
-
Gleisol
: Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan
sifat-sifat hidromorf yang lain.
-
Alluvial
: Tanah yang berasal dari endapan baru, berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya
berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik,
atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60%.
-
Regosol
: Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir > 60%, hanya memiliki horizon
penciri ochrik, histik, atau sulfurik.
-
Arenosol
: Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman ò 50
cm, atau memperlihatkan ciri-ciri horizon argillic, kambik, atau oksik tetapi
tidak memenuhi syarat karena teksturnya terlalu kasar. Tidak ada penciri lain
kecuali epipedon ochrik.
-
Andosol
: Tanah berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horizon
kambik. Berat isi kurang dari 0,85 g/cm3. Banyak mengandung bahan amorf, atau
lebih dari 60% terdiri atas abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan pyroklassik
lain.
-
Latosol
: Tanah dengan liat > 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah
seragam. Solum tanah dalam (> 150 cm), KB < 50% dan pada umumnya
mempunyai epipedon umbrik dan horizon kambik.
-
Brunizem
: Seperti latosol, tetapi kejenuhan basa > 50%.
-
Kambisol
: Tanah dengan horizon kambik, atau epipedon umbrik atau mollik. Tidak ada gejala
hidromorfik (pengaruh air).
-
Nitosol
: Tanah dengan penimbunan liat (horizon argillik). Dari horizon penimbunan liat
maksimum ke horizon-horizon di bawahnya, kadar liatnya kurang dari 20%.
Memiliki sifat ortoksik (KTK < 24 me/100 g liat).
-
Podsolik
: Tanah dengan penimbunan liat (argillik), KB < 50% dan tidak mempunyai
horizon albik.
-
Mediteran
: Seperti tanah podsolik (horizon argillik), dengan kejenuhan basa > 50%.
-
Planosol
: Tanah dengan horizon albik yang terletak di atas horizon dengan permeabilitas
lambat (argillik atau natrik), terdapat fragipan, dan ciri-ciri hidromorfik.
-
Podsol
: Tanah dengan penimbunan besi, Al oksida dan bahan organik (horizon spodik),
mempunyai horizon albik.
-
Oksisol
: Tanah tua dan mempunyai horizon oksik, fraksi liat dengan aktivitas rendah,
KTK rendah (< 16 me/100 g liat), tidak memiliki batas horizon yang jelas.
9.6
Tanah di Indonesia
Tanah di Indonesia sebagian terdiri atas tanah muda dan
relatif subur karena adanya penambahan bahan-bahan baru yang kaya unsur hara,
seperti tanah aluvial di delta sungai atau tanah andosol di daerah gunung
berapi. Namun, , sebagian lain dari tanah yang ada di Indonesia adalah tanah
tua yang kurang baik untuk diusahakan sebagai tanah pertanian.
Dalam garis besar, tanah untuk perluasan areal yang ada
di Indonesia dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu :
-
Tanah
lahan kering, yang pada umumnya terdiri atas tanah ultisol (podsolik merah
kuning), dan mungkin oksisol.
-
Tanah
di daerah rawa-rawa, yang pada umumnya terdiri atas tanah histosol (tanah
gambut) dan tanah berpotensi masam (sulfaquent, dan sulfaquept).
Tanah Ultisol maupun Oksisol memiliki problem yakni
tingginya kadar Al dan rendahnya hara. Tanah ini perlu pengelolaan yang baik.
Tanah gambut umumnya kurang subur karena vegetasi asal tanah ini biasanya
miskin hara. Pada tanah ini biasanya dijumpai masalah kekurangan hara mikro.
Jawablah
secara ringkas pertanyaan berikut
1. Jelaskan konsep tentang klasifikasi teknis dan
klasifikasi alam pada klasifikasi tanah?
2. Terangkan tentang horizon penciri, regim temperatur,
dan regim kelembaban?
3. Berikan contoh order-order tanah pada klasifikasi USDA
dan sifat umumnya.
4. Termasuk klasifikasi (USDA) apakah tanah berikut ini?
-
Andosol
- PMK
-
Regosol
-
Aluvial
- Gambut
-
Latosol
5. Jelaskan sifat-sifat umum tanah PMK yang Saudara
ketahui.
X.
PENGELOLAAN TANAH
10.1
Beberapa pengertian
Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berguna bagi
kelangsungan hidup manusia karena di tanahlah tumbuhan dapat hidup, berkembang
dan berproduksi. Tanah sebagai penyedia hara dan penyokong tegaknya tanaman
perlu dikelola secara baik dan benar agar potensi tanah ini tidak berkurang.
Pengelolaan tanah secara baik dan benar akan menjaga kelangsungan pertumbuhan
dan produksi tanaman, sebaliknya tanah yang tidak dikelola secara baik akan
berakibat rusaknya tanah tersebut sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
Praktek pengelolaan tanah harus disesuaikan dengan
kondisi tanah yang ada. Kondisi ini meliputi sifat-sifat fisk, kimia maupun
biologi tanah. Di samping itu, kondisi alam yang lain seperti iklim serta
fisiografi daerah juga sangat menentukan ketepatan dalam pengelolaannya.
Penggunaan teknologi baru juga harus disesuaikan dengan kemampuan lahan yang
ada sehingga penggunaan teknologi ini tidak malah merusak tanah.
Praktek pengelolaan tanah juga harus disesuaikan dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan ini. Biaya, maupun sarana yang akan
digunakan juga akan mempengaruhi cara-cara pengelolaan tanah. Kesemuanya ini
bertujuan agar kelangsungan fungsi tanah dapat tetap dijaga dan dilestarikan.
10.2
Kemampuan lahan
Setiap lahan mempunyai kemampuan untuk dapat digunakan
sebagai media tumbuh tanaman. Kemampuan lahan sebagai media tanaman adalah
sangat dibatasi oleh berbagi faktor yang ada di lingkungan tersebut. Faktor ini
misalnya adalah kedalaman air tanah, adanya lapisan padas, pH tanah yang rendah
dan sebagainya. Pengenalan tentang kemampuan lahan ini sangat penting dalam
tujuan pengelolaan tanah. Untuk itu survei tentang kemampuan lahan merupakan
hal yang sangat penting.
Biasanya survei tentang kemampuan lahan ini menghasilkan
tanah dengan kelas-kelas yang berbeda, mulai dari kelas I, yakni tanah yang
tidak memiliki pembatas yang berarti dan dapat digunakan untuk segala jenis
penggunaan pertanian, hingga kelas VIII yang merupakan lahan dengan
faktor-faktor pembatas yang sangat besar.
Tanah dengan tingkat pembatas yang tinggi biasanya
dianjurkan untuk digunakan sebagai tanah pertanian. Secara ringkas, kelas
kemampuan lahan dapat disajikan sebagai berikut :
Kelas I : Kelas lahan yang paling sesuai untuk segala
tujuan penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan khusus. Pada
lahan ini, tindakan pemupukan tetap diperlukan untuk menjaga produktivitas.
Kelas II: Kelas lahan yang sesuai untuk penggunaan
pertanian, namun, ada sedikit hambatan
kerusakan. Biasanya lahan ini berupa lereng landai. Untuk tujuan pertanian
diperlukan upaya pengawetan secara ringan.
KelasIII: Kelas lahan yang sesuai untuk pertanian namun, ancaman kerusakan lebih besar dari kelas II.
Kemiringan tanahnya lebih besar daripada kelas II sehingga pengelolaannya
memerlukan tindakan yang lebih cermat, misalnya dengan memberikan tanaman
penutup.
Kelas IV: Kelas lahan ini sesuai untuk pertanian, namun, resiko kerusakan lebih besar dari kelas III.
Pengawetan tanah harus dilakukan secara lebih cermat. Biasanya kemiringan
tanah ini cukup tajam (15 - 30%).
Kelas V : Lahan ini tidak sesuai untuk tanaman semusim
dan lebih sesuai untuk lahan bagi tanaman makanan ternak. Tanah ini selalu
tergenang air dan bereaksi masam.
Kelas VI: Lahan ini tidak sesuai bagi tanaman semusim
karena kemiringannya lebih tinggi (30-45%). Tanah ini lebih sesuai untuk daerah
padang rumput atau dihutankan.
KelasVII: Lahan ini tidak sesuai bagi vegetasi semusim, namun,
lebih sesuai bagi vegetasi permanen.
Kecuraman tanah ini sangat tinggi (45 - 60%).
KelasVIII:Lahan ini tidak sesuai untuk produksi pertanian
dan harus dibiarkan alami seperti daerah hutan lindung. Kemiringan tanah ini
> 65% atau bahkan > 90%.
10.3 Pengapuran tanah
Tanah yang bereaksi masam (pH rendah) adalah kurang
sesuai bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini karena pada kondisi ini
beberapa unsur haha kurang tersedia bagi tanaman, seperti P, Ca, Mg dan
sebagainya. Selanjutnya, pada pH rendah,
biasanya tanah mengandung Al terlarut yang tinggi sehingga meracuni tanaman. Selanjutnya,
pada pH rendah, aktivitas mikroorganisme
tanah juga rendah sehingga peran bahan organik tanah kurang terasa. Untuk
itulah maka tanah ini perlu diberi kapur.
Pengapuran tanah pada hakekatnya bertujuan untuk :
Menaikkan pH tanah
Menambah unsur Ca dan Mg
Menambah ketersediaan unsur P dan Mo
Mengurango keracunan Fe, Mn dan Al
Memperbaiki kehidupan jasad renik tanah.
Kapur yang diberikan ke dalam tanah bisa berupa kalsit
(CaCO3), dolomit (CaMg(CO3)2), kapur bakar
(CaO), maupun kapur hidrat (CA(OH)2). Jumlah kapur yang diberikan ke
dalam tanah sangat tergantung kepada :
-
pH
tanah
-
Tekstur
tanah
-
Kandungan
bahan organik tanah
-
Mutu
kapur, dan
-
Jenis
tanaman.
Dalam menentukan kebutuhan kapur, kita dapat menggunakan
beberapa metoda, seperti SMP (Schoemaker, Mc Lean dan Pratt), atau berdasarkan
kadar Al yang daat dipertukarkan. Biasanya penggunaan kapur sebanyak 1,5 x
kadar Al dd. (ton per hektar) dapat menetralkan 85-90% dari Al dd pada tanah
yang mengandung 2 - 7% bahan organik.
Pemberian kapur dapat dilakukan sekitar 2 minggu sebelum
tanam> Kapur dapat ditaburkan di atas tanah yang telah diolah kemudian
dicampur dengan tanah. Dalam waktu dua minggu tersebut diharapkan kapur telah
bereaksi dengan tanah.
10.4
Pemupukan
Sebagai penyedia hara tanaman, tanah memiliki
keterbatasan dalam jumlah hara yang disediakan bagi tanaman. Cadangan hara di
dalam tanah semakin lama semakin berkurang dengan pemanenan dan pengangkutan
hasil-hasil tanaman yang ditanam pada tanah tersebut. Dengan demikian, diperlukan penambahan unsur hara baru ke dalam
tanah melalui pemupukan. Pupuk yang diberikan ini bisa berupa pupuk mineral
atau organik, baik alami maupun buatan.
Dalam penentuan jumlah pupuk yang akan diberikan, kita
harus mempertimbangkan beberapa hal, yakni :
-
Jenis
tanaman yang akan dipupuk
-
Sifat
tanah yang akan dipupuk
-
Jenis
pupuk yang akan digunakan
-
Dosis
(jumlah) pupuk yang diberikan
-
Waktu
pemupukan
-
Cara
pemupukan.
a. Jenis tanaman yang akan dipupuk
Jenis tanaman santa menentukan kebutuhan hara yang akan
diberikan melalui pemupukan. Beberapa tanaman menghendaki unsur hara tertentu
lebih dari yang lain. Misalnya beberapa jenis Crucifera lebih menyukai belerang
(S) daripada jenis tanaman yang lain. Selanjutnya, perkembangan perakaran tanaman yang satu berbeda
dengan yang lain. Hal ini juga sangat menentukan jenis serta jumlah pupuk yang
akan diberikan ke dalam tanah.
b.Sifat tanah
Sifat tanah yang satu dengan tanah yang lain sangat
berbeda. Sifat tanah yang menentukan penggunaan pupuk adalah :
-
Kandungan
hara tanah
-
Kemasaman
tanah
-
Kemampuan
tanah untuk memfiksasi unsur.
c. Jenis pupuk
Setiap jenis pupuk mempunyai jumlah kandungan hara,
reaksi fisiologis, kelarutan, serta kecepatan kerja yang berbeda-beda. Dengan
demikian, jumlah pupuk yang diberikan
pun juga berbeda-beda.
d. Jumlah pupuk
Jumlah pupuk yang diberikan sangat ditentukan oleh
kebutuhan tanaman akan hara, kandungan hara di dalam tanah, serta kadar hara
yang terdapat di dalam pupuk.
e. Waktu pemupukan
Pupuk yang bekerjanya cepat dapat diberikan setelah tanam
dan diberikan sedikit demi sedikit (2-3 kali). Pupuk ini biasanya mudah
tercuci. Sedangkan pupuk yang bekerjanya lambat harus diberikan sebelum tanam.
Pupuk yang bekerjanya sedang dapat diberikan sebelum atau setelah tanam.
f. Cara pemupukan
Cara pemupukan sangat menentukan jumlah pupuk yang akan
diberikan. Pada dasarnya cara pemupukan dilakukan dengan tujuan :
-
agar
pupuk dapat digunakan oleh tanaman secara efisien
-
agar
pupuk tidak merusak biji atau akar tanaman
-
mempermudah
pemberiannya sehingga mengurangi tenaga kerja.
Pupuk ini dapat diberikan secara tersebar (broad cast),
di samping tanaman (side band), di dalam larikan (row), ditaburkan pada
tanaman (top dressed dan side dressed), diberikan bersamaan dengan biji (pop
up), diberikan lewat daun (foliar application) atau lewat air irigasi.
Di samping pupuk mineral, tanaman juga dapat diberi pupuk
organik. Pada tanah yang sangat miskin, pemberian pupuk organik ini sangat
dianjurkan. Pemberian pupuk mineral pada tanah yang beraerasi tinggi (pasir)
akan mengakibatkan tercucinya pupuk tersebut. Sebaliknya, pemberian pupuk
kandang (organik) akan meningkatkan daya tahan air tanah sehingga menghambat
pencucian ion di dalam tanah.
10.5
Pengawetan tanah dan air
Pengawetan tanah dan air merupakan salah satu praktek
pengelolaan tanah yang dapat menjaga kelestarian produktivitas tanah.
Pengawetan tanah adalah upaya-upaya untuk menjaga agar tanah tetap produktif,
atau upaya memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih
produktif. Pengawetan air adalah usaha-usaha agar air dapat lebih banyak
disimpan di dalam tanah sehingga dapat digunakan oleh tanaman dan mengurangi
terjadinya banjir dan erosi. Agar pengawetan tanah dan air berjalan dengan
baik, maka tanah harus digunakan sesuai dengan kemampuannya.
Erosi yang terjadi pada tanah dapat mengakibatkan
hilangnya kemampuan tanah untuk berproduksi. Oleh karena itu upaya-upaya
pengelolaan tanah harus dilakukan untuk mengurangi erosi ini. Beberapa metode
dapat dilakukan melalui :
-
Melindungi
tanah dari curahan langsung air hujan
-
Meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah
-
Mengurangi
run off
-
Meningkatkan
stabilitas agregat tanah.
Praktek pengelolaan tanah dalam upaya menanggulangi erosi
adalah melalui :
a.
Metode vegetatif yang
dilakukan dengan cara :
-
Melindungi
tanah dari daya perusak butir-butir hujan
-
Melindungi
tanah dari daya perusak aliran permukaan (run off)
-
Memperbaiki
kapasitas infiltrasi tanah.
-
Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui :
-
Penghutanan
kembali (reboisasi)
-
Penanaman
rumput makanan ternak
-
Penggunaan
cover crop
-
Penggunaan
mulsa
-
dan
sebagainya.
b.
Cara mekanik yang dilakukan dengan cara :
-
Memperlambat
aliran permukaan
-
Menampung
dan menyalurkan aliran permukaan
Kegiatan ini dilakukan melalui :
-
Pengolahan
tanah secara kontinyu
-
Pembuatan
galengan
-
Pembuatan
teras
-
Memperbaiki
drainase / irigasi
-
dan
sebagainya.
c. Metode kimia
Metode ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia
untuk memperbaiki struktur tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat
(struktur), misalnya dengan menggunakan krilium. Metode ini mahal dan belum
dapat dilakukan dalam skala besar.
Jawablah
pertanyaan berikut secara ringkas
1. Jelaskan tujuan pengelolaan tanah menurut Saudara.
2. Apakah yang dimaksud dengan kemampuan lahan? mengapakah
kita perlu mengetahuinya dalam pengelolaan tanah? Jelaskan.
3. Mengapa tanah dengan kemiringan tinggi kurang sesuai bagi
tanaman semusim? jelaskan jawaban Saudara.
4. Dalam praktek pemupukan tanah, faktor-faktor apa sajakah
yang perlu dipertimbangkan? Jelaskan jawaban Saudara.
5. Mengapakah kita perlu memberi kapur ke dalam tanah?
6. Jelaskan tiga metoda pengawetan tanah dan air yang
Saudara ketahui.