Minggu, 16 September 2012

Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Agroekoteknologi Fp Unib)


I. PENDAHULUAN

Tanah merupakan lapisan yang menyelimuti bumi dengan kete­balan yang bervariasi dari beberapa sentimeter hingga lebih dari 3 meter. Dibandingkan dengan massa bumi, lapisan ini sebenarnya tidak berarti, namun,  dari tanah inilah segala makhluk hidup yang berada di muka bumi, baik tumbuhan maupun hewan memperoleh segala kebutuhan mineralnya. Selain itu, antara tanah dan makhluk hidup ini membentuk suatu hubungan yang dinamis. Dari tanah diperoleh kebutuhan mineral makhluk hidup dan ke dalam tanah akan dikembalikan residu dari makhluk tersebut. Kehidupan sangat vital bagi tanah dan tanah sangat vital bagi kehidupan.
Pandangan manusia tentang tanah sangat dipengaruhi oleh latar belakang setiap individu. Seorang petani menganggap tanah sebagai media tempat tumbuh tanamannya, sedangkan seorang insinyur bangunan memandang tanah sebagai tempat berdirinya bangunan serta sebagai sumber bahan bangunan yang bernilai ting­gi. Bagi kita, tanah merupakan sumber yang dapat menghasilkan makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal kita. Jelas bahwa keberadaan kita sangat tergantung kepada tanah.
Istilah tanah berasal dari bahasa Yunani solum yang artinya lantai. Beberapa ahli kimia, seperti Liebig, menganggap tanah sebagai gudang cadangan makanan bagi tumbuhan. Sedangkan para ahli geologi terdahulu menganggap tanah sebagai hasil lapu­kan batuan. Kedua konsep ini tidak salah namun,  keduanya belumlah lengkap.
Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan tanah ini sesuai bidangnya masing-masing. Para edafolog, yang memandang tanah dalam kaitannya dengan penggunaannya sebagai media tumbuh tanaman, mendefinisikan tanah sebagai suatu campuran bahan-bahan organik dan mineral yang mampu mendukung kehidupan tumbuhan. Sedangkan para pedolog, yang memandang tanah sebagai suatu bentuk utuh yang tersendiri, mendefinisikan tanah sebagai suatu hasil alami yang terbentuk dari pelapukan batuan sebagai akibat kegia­tan iklim dan jasad renik. Pada kedua konsep ini terlihat bahwa kehidupan sangat penting artinya bagi tanah. Di satu segi tanah merupakan media yang sangat diperlukan bagi kehidupan, sedangkan di lain segi sifat-sifat tanah sangat dipengaruhi oleh kehidupan yang terdapat di sekitarnya.
Di bawah lapisan tanah ini terdapat sekumpulan hasil lapukan batuan yang terhampar di atas lapisan batuan dan belum terkena pengaruh kegiatan makhluk hidup. Bagian batuan yang telah melapuk ini dinamakan dengan lapukan batuan atau lebih sering dikenal dengan nama bahan induk tanah yang berbeda dengan tanah yang didefinisikan sebelumnya. Sedangkan bahan-bahan lepas yang terda­pat di atas lapisan batuan, yang telah atau yang belum terkena pengaruh makhluk hidup dinamakan dengan regolit.
1.2 Komposisi tanah
Tanah berkembang dari bahan mineral yang berasal dari batuan induknya dan bahan organik yang berasal dari makh­luk hidup yang terdapat di sekitarnya. Bahan-bahan ini membentuk bagian padat tanah yang dinamakan dengan kerangka tanah. Di antara partikel padat ini terdapat rongga yang dapat berisi udara atau berisi air. Ruang pori ini meliputi sekitar setengah volume tanah pada horizon A, sedangkan pada horizon B dan C ruang pori ini lebih sedikit jumlahnya. Bagian pori yang lebih kecil biasanya diisi oleh air sedangkan udara mengisi bagian pori yang lebih besar.
Bahan mineral tanah terdiri atas partikel yang berukuran sangat beragam, yakni dari yang berukuran sangat kasar (pasir, kerikil, batu) hingga yang berukuran halus (debu, liat). Bahan mineral ini sangat besar perannya bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman serta kemungkinan penyediaan hara serta air. Tanah yang ideal biasanya mengandung sekitar 45% mineral dari volumenya.
Bahan organik tanah menyusun antara 1 hingga 6% volume tanah. Bahan ini paling banyak dijumpai di bagian atas tanah dan kadangkala membentuk horizon organik. Tanah yang mengandung 20 hingga 30% bahan organik biasanya diklasifikasikan dalam tanah organik. Hal ini tergantung kepada ketebalannya dalam suatu profil tanah. Bahan organik memiliki peran yang sangat besar bagi kesuburan tanah, baik fisik, kimia, maupun biologi. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi biasanya dicirikan oleh struktur tanah yang mantap, aerasi yang baik, serta mampu menyediakan hara bagi tanaman.
Pada tanah yang ideal, biasanya mengandung susunan bahan padat 50% (mineral 45%, bahan organik 5%), udara 25%, dan air 25% dari seluruh volume tanah. Lapisan tanah yang demikian biasanya sangat sesuai bagi pertumbuhan serta perkembangan pera­karan tanaman.
1.3 Perkembangan tanah
Tanah berkembang dari bebatuan yang terdapat di bawahnya. Perkembangan ini berjalan secara terus-menerus seiring dengan berjalannya waktu dan di bawah pengaruh interaksi lingkungan yang ada di sekitarnya, baik lingkungan hayati (makhluk hidup), maupun lingkungan non hayati (terutama iklim). Perkembangan tanah ini mengakibatkan berubahnya sifat fisik tanah, morfologi tanah, sifat kimia tanah serta sifat biologinya.
Perkembangan tanah ini mengakibatkan terjadinya penurunan potensi tanah sebagai sumber hara tanaman. Tanah yang masih muda (baru terbentuk) biasanya memiliki cadangan mineral yang lebih tinggi daripada tanah yang telah tua (telah mengalami pelapukan lanjut). Proses pencucian bahan penyusun tanah seperti liat, bahan organik dan,kapur mengakibatkan terja­dinya pemiskinan lapisan tanah atas sehingga tanah menjadi kurang subur. Selanjutnya,  pengendapan bahan liat pada lapisan tanah bawah mengakibatkan terbentuknya lapisan yang keras dan kurang permeabel bagi air maupun akar tanaman.
1.4 Tanah sebagai sumber daya alam
Tanah merupakan bagian ekosistem yang sangat penting. Bagi manusia, tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang tidak dapat diabaikan perannya. Dari tanahlah tanaman dapat tumbuh dan berkembang, sementara itu manusia tidak dapat hidup tanpa meman­faatkan tanaman yang ada di sekitarnya. Selanjutnya,  tanah merupa­kan tempat tinggal serta berpijaknya manusia di muka bumi. Dapat dibayangkan seandainya seluruh permukaan bumi ini dilapisi oleh air, tentu manusia tidak akan dapat bertahan hidup.
Sebagai sumber daya alam yang sangat penting, manusia hen­daklah mampu mengelola tanah yang ada di sekitarnya secara arif dan bijaksana agar kondisi tanah yang ada tidak rusak akibat perilaku manusia. Segala kegiatan yang mengakibatkan turunnya mutu tanah hendaknya dikurangi agar peran tanah sebagai sumber kehidupan tetap dapat dipertahankan. Manusia harus mengurangi kegiatan yang mengakibatkan erosi tanah, hancurnya struktur tanah, atau meningkatnya polusi di dalam tanah.
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara ringkas
1. Jelaskan konsep tentang tanah menurut Saudara sendiri.
2. Terangkan mengapa tanah merupakan bagian vital bagi kehidupan?
3. Jelaskan kriteria tanah yang "baik" bagi pertumbuhan tanaman menurut Saudara?



II. PEMBENTUKAN TANAH


2.1 Pengertian Profil dan Solum Tanah
A. Beberapa definisi
Profil tanah adalah penampang vertikal tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah. Sedangkan horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil pembentukan tanah yang hampir sejajar dengan permukaan tanah.
Apabila kita membuat irisan tegak tanah (biasanya hingga kedalaman 110 cm), maka kita akan melihat lapisan-lapisan tanah (horizon) ini, yang secara berturut-turut dari permukaan tanah adalah :
- horizon organik (O)
- horizon A
- horizon B
- horizon C
Yang kita namakan tanah pada hakekatnya adalah gabungan horizon A dan B yang disebut solum. Solum berbeda dengan regolit, yakni lapisan batuan yang telah mengalami pelapukan yang berada di atas batuan induk. Regolit meliputi horizon A, B dan C (lihat gambar 1).
B. Horizon-horizon pada profil tanah
·   Horizon O : Horizon ini diketemukan pada tanah hutan yang belum terganggu. Horizon ini merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral. Horizon O pada dasarnya dibeda­kan menjadi horizon O1 dan O2 :
§  Horizon O1 : bentuk asli sisa-sisa tanaman masih dapat dibe­dakan secara jelas.
§  Horizon O2 : bentuk asli sisa-sisa tanaman tidak lagi dapat dibedakan secara jelas.
·   Horizon A : merupakan horizon yang berada di permukaan tanah, terdiri atas campuran antara bahan organik dan bahan mineral. Horizon ini merupakan horizon pencucian (eluviasi) dari bahan-bahan seperti liat, asam-asam organik, serta kation tanah terutama Ca2+, K+, Na+, dan Mg2+.
       Secara umum, horizon A dibedakan menjadi tiga (3) bagian, yakni A1, A2 dan A3.
Ø  Horizon A1: bahan mineral bercampur dengan bahan organik (humus) dan memiliki warna yang gelap.
Ø  Horizon A2: horizon A yang telah mengalami pencucian (elu­viasi) yang maksimal terhadap bahan-bahan seper­ti liat, bahan organik dan kation. Warna horizon ini lebih terang dibandingkan dengan horizon A1.
Ø  Horizon A3: merupakan horizon peralihan dari A ke B namun,  masih memiliki sifat-sifat yang lebih menyerupai horizon A (terutama struktur tanahnya).

Gambar 1. Horizon penyusun tanah




·         Horizon B: Horizon B merupakan horizon penimbunan (iluviasi) bahan-bahan tercuci dari horizon A.
Horizon B dibedakan menjadi tiga (3) bagian, yakni B1, B2 dan B3.
Ø  Horizon B1 : peralihan horizon A ke B, namun,  sifat-sifatnya lebih menyerupai horizon B.
Ø  Horizon B2 : horizon penimbunan (iluviasi) yang maksimum terhadap bahan-bahan seperti liat, kation, Fe, Al, dan bahan organik.
Ø  Horizon B3 : horizon peralihan dari B ke C, namun,  lebih menyerupai horizon B.
·         Horizon C : merupakan lapisan bahan induk tanah yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan yang terjadi pada horizon ini baru pada tahap pelapukan fisik dan belum mengalami peruba­han secara kimiawi. Pengaruh makhluk hidup belum mencapai horizon ini.
·         Horizon D atau R: lapisan ini merupakan hamparan batuan yang belum mengalami pelapukan, baik secara fisik maupun kimia. Horizon ini merupa­kan sumber bahan penyusun tanah yang sangat menentukan sifat-sifat tanah yang terbentuk (lihat bahasan lebih lanjut).
Perlu dijelaskan di sini, bahwa tanah yang kita jumpai di alam tidak selalu memiliki horizon seperti yang diterangkan di atas. Perkembangan tanah pada hakekatnya akan mengakibatkan terbentuknya horizon-horizon seperti yang diberikan pada Gambar 1. Semakin lama proses pembentukan tanah, semakin lengkap horizon yang terbentuk. Namun, , berbagai kondisi lingkungan juga sangat menentukan pembentukan horizon ini. Erosi tanah, misalnya, akan mengakibatkan hilangnya horizon A, sehingga yang tertinggal hanya horizon B dan C. Selain itu, pekerjaan/tindakan manusia dapat juga menyebabkan terjadinya penimbunan tanah dari tempat lain, sehingga horizon A tidak lagi terdapat di permukaan tanah melainkan di bawah timbunan tanah tersebut. Horizon O hanya dijumpai pada tanah yang belum pernah diolah. Pengolahan tanah mengakibatkan hilangnya horizon ini. Selanjutnya,  tanah yang masih muda biasanya belum memiliki horizon A2 atau B3, atau bahkan belum memiliki horizon B sehingga hanya terdiri atas A dan C.
C. Penamaan horizon
Perkembangan ilmu pengetahuan mengakibatkan terjadinya perubahan nama-nama horizon. Perubahan nama-nama horizon oleh USDA (1982) adalah seperti yang dicantumkan pada
Tabel 1.



D. Pedon dan Polipedon
Tanah yang berkembang di bawah pengaruh berbagai faktor pembentukan tanah akan memiliki sifat yang berbeda dalam hal :
·         Profil (jenis dan susunan horizon)
·         Kedalaman solum
·         Kandungan bahan organik
·         Sifat-sifat lainnya.
Perbedaan ini tidak hanya terjadi antara satu daerah dengan daerah yang lain, melainkan juga pada daerah yang sama bahkan hanya dipisahkan oleh jarak beberama meter saja. Dengan demikian, , jelas bahwa pada areal yang luas kita tidak dapat mempelajari sifat tanah hanya pada satu tempat saja sebab mungkin pada areal tadi terdiri atas beberapa jenis tanah.
Satuan individu terkecil dalam tiga dimensi yang masih disebut dengan tanah dinamakan dengan pedon. Sifat-sifat tanah yang tergabung dalam pedon ini memiliki keseragaman yang sama. Biasanya pedon memiliki luas antara 1 hingga 10 m2. Sehingga cukup luas untuk dapat mempelajari sifat tanah dan susunan hori­zon tanah yang ada.
Karena kecilnya pedon yang ada, maka pedon tidak dapat digunakan sebagai satuan dasar untuk pengelompokan tanah di lapang. Guna keperluan ini, maka digunakan kumpulan pedon yang menunjukkan sifat tanah yang sama. Kumpulan pedon ini kita namakan dengan polipedon. Polipedon ini menghasilkan "seri tanah" tertentu pada klasifikasi tanah. Satu satuan polipedon akan memiliki sifat seperti satu seri tanah tertentu.
2.2 Proses Pelapukan Batuan dan Mineral
Bebatuan penyusun tanah pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yakni batuan keras dan batuan lunak. Batuan keras terdiri atas : batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan batuan lunak terdiri atas abu vulkan dan bahan endapan.
Pelapukan batuan mengakibatkan berubahnya bebatuan ini menjadi bahan lebih lunak yang disebut dengan regolit. Bagian atas regolit inilah yang Selanjutnya,  berubah menjadi tanah. Pelapukan batuan ini dapat berlangsung melalui 3 cara, yakni :
·         Pelapukan secara fisik
·         Pelapukan secara kimiawi
·         Pelapukan secara biologi-mekanik.

Gambar 2. Ilustrasi pembentukan tanah
A. Pelapukan Secara Fisik
Pelapukan batuan terjadi akibat pengaruh lingkungan yang mengakibatkan berubahnya sifat fisik (terutama ukuran mineral). Pelapukan secara ini dapat terjadi karena perubahan iklim (suhu) atau kiondisi lingkungan yang lain, misalnya gesekan antar batuan sehingga mengakibatkan hancurnya mineral. Beberapa contoh pelapukan secara fisik ini adalah :
(1)    Adanya pengaruh suhu yang mengakibatkan terjadinya pemuaian atau pengkerutan mineral tanah. Oleh karena tingkat pemuaian dan pengkerutan mineral yang terdapat di dalam bebatuan itu berbeda-beda, maka kegiatan ini mengakibat­kan retak/hancurnya batuan yang bersangkutan.
(2)    Di daerah yang beriklim dingin, air yang meresap pada pori-pori batuan akan berubah menjadi es dan bertambah besar volumenya. Pada saat suhu meningkat, terjadi pencairan es dan volumenya mengalami penurunan. Hal ini juga dapat mengakibat­kan pecahnya bebatuan yang bersangkutan.
(3)    Pengangkutan bebatuan dari satu tempat ke tempat lain oleh air (sungai) juga akan mempercepat terjadinya hancuran fisik batuan yang bersangkutan.
B. Pelapukan Secara Kimiawi
Pelapukan secara kimiawi merupakan tahapan yang sangat penting dalam penyiapan batuan menjadi sumber hara bagi tanaman. Proses ini pada dasarnya hanya terjadi apabila terdapat air sebagai medianya. Akibat kegiatan ini adalah hancurnya mineral-mineral yang semula tergabung di dalam bebatuan sehingga dapat terbentuk mineral-mineral baru dan membebaskan sebagian unsur yang terkandung di dalam mineral tersebut sehingga dapat digunakan oleh tanaman.
Pelapukan secara kimiawi terjadi melalui empat proses utama yakni (1) hidrasi-dehidrasi, (2) oksidasi-reduksi, (3) hidro­lisis, dan (4) pelarutan.
(1)   Hidrasi-dehidrasi
Hidrasi adalah reaksi pengikatan molekul air oleh senyawa tertentu, sedangkan dehidrasi adalah reaksi kebalikannya. Proses ini dapat mengakibatkan di satu fihak terjadinya "pelunakan" mineral-mineral sehingga mudah larut dan di lain fihak mengakibatkan terjadinya penambahan volume mineral sehingga mempercepat pelapukan. Contoh proses ini adalah pengikatan dan pelepasan dua molekul air oleh CaSO4 sebagai berikut :
            CaSO4 + 2H2O --------> CaSO4.2H2O (hidrasi)
            CaSO4.2H2O --------> CaSO4 + 2H2O (dehidrasi)
(2)   Oksidasi-reduksi
Oksidasi adalah reaksi pengurangan elektron karena terdapat oksigen, sedangkan reduksi adalah reaksi penambahan elektron pada suasana kekurangan oksigen. Contoh proses ini adalah oksidasi dan reduksi ion besi seperti berikut
            Fe2+ ----------------> Fe3+ + e- (oksidasi)
            Fe3+ + e- -----------> Fe2+ (reduksi)
Oksidasi dan reduksi merupakan proses yang sangat penting bagi pelapukan mineral-mineral yang kaya akan besi fero seperti biotit, glaukonit, hornblende, piroksin, dan sebagainya. Perubahan fero (Fe2+) ke feri (Fe3+) mengakibat­kan terjadinya perubahan ukuran serta muatan sehingga mem­percepat penghancuran mineral. Perubahan dari feri ke fero akan memperbesar mobilitas ion besi sehingga mempercepat pencucian. Apabila fero tidak tercuci, maka ion ini akan bereaksi dengan unsur lain seperti S dan membentuk senyawa FeS serta senyawa lainnya dan memberikan warna hijau kebiruan pada tanah sebagai tanda adanya proses reduksi pada tanah yang bersangkutan (warna gley pada tanah sawah).
(3)   Hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses penggantian kation yang terdapat di dalam struktur kristal oleh ion hidrogen (H+). Proses ini mengakibatkan hancurnya struktur kristal mineral yang bersangkutan. Hidrolisis mengakibatkan terjadinya pelapukan yang "sempurna" atau modifikasi yang drastis pada mineral-mineral yang mudah lapuk. Contoh proses ini adalah hancurnya mineral feldspar oleh ion hidrogen seperti berikut
KAlSi3O8 (feldspar) + H+ ----------> HAlSi3O8 + K+



(4)   Pelarutan
Pelarutan terutama terjadi pada garam-garam sederhana seperti karbonat, klorida, dan sebagainya.
CaCO3 + 2H+ ------------> H2CO3 + Ca2+
C. Pelapukan Secara Biologi-Mekanik
Pelapukan batuan dapat diakibatkan oleh kegiatan makhluk hidup seperti akar tanaman dan juga oleh kegiatan mikroorganisme tanah. Kegiatan makhluk hidup ini dapat mengakibatkan hancurnya bebatuan karena tekanan (oleh akar) atau karena pelarutan oleh zat-zat tertentu yang dibebaskan oleh jasad renik yang bersinggungan dengan bebatuan yang bersangkutan.
Pelapukan bebatuan oleh penembusan akar terjadi karena sel-sel tanaman yang berkembang dapat menimbulkan kekuatan pene­kanan yang sangat besar (> 10 atmosfer). Selanjutnya,  beberapa enzim dan asam-asam organik yang dibebaskan oleh jasad renik juga mengakibatkan hancurnya bebatuan yang sangat keras.
2.3 Perkembangan Profil Tanah
a. Proses pembentukan profil tanah
Secara garis besar terdapat empat (4) proses pembentukan profil tanah, yakni :
·      Penambahan bahan-bahan dari tempat lain ke dalam tanah
·      Kehilangan bahan-bahan yang ada di dalam tanah
·      Perubahan bentuk bahan-bahan yang ada di dalam tanah
·      Pemindahan bahan-bahan di dalam solum.
Keempat proses tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.           

(1) Penambahan bahan-bahan (additions) meliputi
-        Penambahan air hujan, embun dan lainnya ke dalam tanah
-        Penambahan O2 dan CO2 dari atmosfer
-        Penambahan N, Cl, S dari atmosfer dan hujan
-        Penambahan bahan organik dari sisa tanaman dan hewan
-        Penambahan bahan-bahan endapan
-        Penambahan energi serta sinar matahari


 

Gambar 3. Ilustrasi Proses Pembentukan Tanah
Source: Lesley Dampier

 (2) Kehilangan bahan-bahan (losses) meliputi
-      Kehilangan air melalui penguapan (evapotranspirasi)
-      Kehilangan N melalui denitrifikasi
-      Kehilangan C (B.O) karena dekomposisi
-      Kehilangan tanah karena erosi
-      Kehilangan energi karena radiasi
(3) Perubahan bentuk (transformation) meliputi
-      Perubahan B.O kasar menjadi humus
-      Penghancuran pasir menjadi debu halus dan liat
-      Pembentukan struktur tanah
-      Pelapukan mineral dan pembentukan mineral liat
-      Pembentukan konkresi
(4) Pemindahan dalam solum (translocation) meliputi
-      Pemindahan liat, B.O, Fe, Al dari lapisan atas ke bawah
-      Pemindahan hara dari bawah ke atas melalui siklus vegetasi
-      Pemindahan tanah antar lapisan tanah akibat fauna
-      Pemindahan garam dari bawah ke atas melalui kapiler
b. Penghancuran batuan (disintegrasi) dan penyusunan tanah (sintesis)
Disintegrasi bebatuan akan membebaskan unsur hara yang dapat digunakan oleh tanaman. Selain itu, proses ini juga menghasilkan mineral liat (proses sintesis) yang mampu menahan unsur hara dan air yang berguna bagi tanaman. Proses sintesis di dalam tanah dapat terjadi bersamaan waktunya dengan proses disintegrasi bahan lain yang ada di dalam tanah.
c. Organisme dan bahan organik
Tanaman yang tumbuh di atas lapukan batuan akan memacu terbentuknya tanah. Bahan organik yang terdapat di atas tanah (horizon O) atau yang terdapat di dalam tanah, lama kelamaan akan bercampur dengan lapisan tanah yang paling atas, sehingga mengha­silkan warna tanah yang lebih gelap (horizon A). Horizon iai selain memiliki warna yang lebih gelap juga memiliki struktur tanah yang lebih stabil.
Pelapukan bahan organik tanah juga akan menghasilkan asam organik yang dapat mempercepat pelapukan bahan mineral sehingga dapat menghasilkan unsur yang dapat digu­nakan oleh tanaman atau tercuci ke lapisan yang lebih dalam (horizon B).
Orgaisme hidup, bersama-sama dengan air tanah, akan menetap­kan nisbah (rasio) asam/basa dalam larutan tanah. Siklus hara tanah, yang meliputi penggunaan unsur hara tanah oleh tanaman yang kemudian akan dikembalikan lagi ke dalam tanah melalui sisa-sisa tanaman akan membantu mengendalikan keseimbangan asam-basa dari larutan tanah yang bersangkutan.
d. Peranan air
Air merupakan bahan yang sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan horizon tanah. Air berperan :
-        sebagai pemacu pertumbuhan tanaman
-        sebagai sarana dalam reaksi kimia
-        sebagai bahan pengangkut dalam pemindahan liat dsb.
-        air kapiler membantu pergerakan air ke permukaan tanah dan mengakibatkan penimbunan bahan-bahan garam di permukaan tanah.
Tanah yang memiliki sifat mudah meresapkan air akan memiliki aerasi baik sehingga baik pula bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebaliknya tanah yang sulit meresapkan air akan memiliki aerasi yang jelek sehingga kurang sesuai bagi pertumbu­han tanaman.
2.4 Faktor-Faktor Pembentukan Tanah
Tanah berkembang dari bahan induk berupa bebatuan. Bebatuan ini melapuk sebagai akibat interaksi faktor-faktor lingkungan, termasuk makhluk hidup. Bidang ilmu yang mempelajari pembentukan tanah dari bahan induknya dinamakan dengan genesa tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi lima komponen (Jenny, 1946), yakni (1) iklim, (2) bahan induk, (3) organisme, (4) topografi, dan (5) waktu. Hubungan antara kelima faktor pembentukan tanah disajikan pada Gambar 4.

a. Iklim
Iklim adalah faktor yang sangat penting dalam pemben­tukan tanah. Komponen iklim yang paling penting dalam hal ini adalah suhu dan curah hujan. Kedua komponen iklim ini sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika tanah.
Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam kecepatan reaksi kimia tanah. Setiap kenaikan suhu sebesar 10o C akan mempercepat reaksi kimia 2 kali lipat. Selanjutnya,  reaksi yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya.
Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelarutan dan pengangkutan (pencucian koloid tanah serta kation yang dikandung tanah). Di daerah tropis, curah hujan serta suhu biasanya cukup tinggi sehingga proses pelapukan serta pencucian berjalan dengan sangat cepat. Hal ini akan menghasilkan pelapu­kan lanjut, tanah miskin hara serta memiliki reaksi masam. Sebaliknya pada daerah kering, proses pencucian berjalan sangat lambat sehingga menghasilkan tanah yang kurang masam dan kandungan kation basa lebih tinggi.


Gambar 4. Interaksi faktor-faktor pembentukan tanah

b. Bahan Induk
Bahan induk merupakan bahan asal terbentuknya tanah. Sifat-sifat bahan induk akan sangat mempengaruhi sifat tanah yang dihasilkan. Sifat-sifat ini bahkan masih dapat dilihat pada tanah yang terdapat di daerah humid yang telah mengalami pelapukan lanjut. Salah satu contoh adalah apabila tanah bertek­stur pasir, maka tentu dia berkembang dari bahan induk yang mengandung pasir dalam jumlah tinggi.
Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya mempenga­ruhi intensitas tingkat pelapukan, akan tetapi juga menentukan jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya. Sebagai contoh, tanah mineral yang kaya kapur akan menghambat terjadinya pemasaman tanah. Di samping itu vegetasi yang tumbuh di atasnya juga kaya akan kapur. Pengembalian vegetasi ini ke dalam tanah akan meng­hambat kemasaman tanah.
Bahan induk tanah pada dasarnya dibedakan menjadi tiga bagian, yakni (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, dan (3) batuan metamorfosa.
(1) Batuan beku
Batuan beku terbentuk karena magma yang membeku. Berdasarkan tempat pembekuannya, batuan ini dibedakan menjadi :
a.       Batuan beku atas (batuan vulkanik) yakni magma yang membeku di permukaan bumi.
b.      Batuan beku gang yakni magma yang membeku di saluran (antara sarang magma dan permukaan bumi).
c.       Batuan beku dalam yakni magma yang membeku di sarang magma.
            Berdasarkan kandungan SiO2 nya, batuan beku dibedakan menjadi batuan beku masam, batuan beku intermedier, dan batuan beku basa. Semakin tinggi kadar SiO2 maka sifat batuan semakin asam.
(2) Batuan Sedimen
            Batuan sedimen (endapan) dibedakan menjadi batuan endapan tua dan batuan endapan baru.
a.    Batuan endapan tua yakni bahan endapan (pada umumnya endapan laut) yang telah diendapkan berjuta tahun yang lalu sehingga membentuk batuan yang keras. Contoh batuan ini adalah batuan gamping, batuan pasir serta batuan liat.
b.    Batuan endapan baru yakni bahan endapan yang masih baru sehingga belum menjadi batu. Contohnya adalah bahan yang diendapkan oleh air (di daerah banjir) dan bahan yang diendapkan oleh angin (di daerah pantai).
(3) Batuan Metamorfose
            Batuan ini berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang karena tekanan dan suhu yang tinggi akan berubah menjadi jenis batuan yang lain. Batuan ini pada umumnya bertekstur lembar (foliated texture) sebagai akibat rekristalisasi beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi paralel sehingga membentuk lembaran. Beberapa contoh batuan ini adalah :
a.       Batuan metamorf dengan lembaran halus yang disebut dengan schist, misalnya mika schist.
b.      Batuan metamorf dengan lembaran kasar disebut dengan Ggneis, misalnya granit gneis.
c.       Beberapa batuan metamorf tidak menunjukkan tekstur lembar, misalnya kwarsit (dari batu pasir) dan marmer (dari batu kapur karbonat).
(4) Bahan Induk Organik
Pada daerah rawa yang selalu tergenang air, penghancuran bahan organik terjadi sangat lambat (lebih lambat daripada penimbunannya), sehingga terjadi penimbunan bahan organik. Bahan organik ini Selanjutnya,  akan menjadi bahan induk tanah gambut yang banyak dijumpai di daerah pantai di Indone­sia, misalnya di sepanjang Timur pantai Sumatera, pantai Barat, Selatan dan Timur Kalimantan, dan batas Selatan Irian Jaya.
c. Organisme
Selain sebagai sumber bahan organik, organisme juga membantu dalam siklus hara, menstabilkan struktur serta mampu menghambat erosi tanah. Perbedaan jenis vegetasi antara lingkungan hutan dan padang rumput akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda pula. Selain itu, kandungan unsur kimia pada tanaman juga mempengaruhi sifat tanah yang ada di sekitarnya. Misalnya, jenis cemara tertentu mengandung kation Ca, Mg, dan K yang rendah. Dengan demikian, , siklus hara yang berada di bawah tanaman ini akan lebih rendah dari pada yang terjadi di bawah tanaman yang berdaun lebar yang lebih kaya basa. Jadi, tanah yang berada di bawah pohon pinus/cemara akan lebih masam. Selain itu pencucian basa pada lingkungan ini juga lebih intensif.
d. Topografi
Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk le­reng. Topografi ini mempengaruhi pembentukan tanah dengan cara :
1).    Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh tanah.
2).    Mempengaruhi kedalaman air tanah.
3).    Mempengaruhi besarnya erosi.
4).    Mengarahkan gerakan air dan bahan yang terlarut di dalamnya.
Topografi suatu daerah dapat menghambat ataupun mempercepat pengaruh iklim dalam proses penghancuran bebatuan. Pada daerah datar atau cekung, air tidak begitu nampak. Sebaliknya di daerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan dan temperatur) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Pada daerah lereng, erosi biasanya terjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan tanah lebih dangkal. Sebaliknya pada daerah kaki bukit, terjadi penim­bunan bahan-bahan dari daerah atas sehingga tanah lebih tebal.
Sifat-sifat tanah yang biasanya berkaitan dengan relief ini antara lain :
1).    Ketebalan solum
2).    Ketebalan dan kadar bahan organik pada horizon A
3).    Kandungan air tanah
4).    Warna tanah
5).    Tingkat perkembangan horizon
6).    Kejenuhan basa
e. Waktu
Tanah adalah benda alam yang terus menerus mengalami peruba­han. Adanya pencucian serta pelapukan yang berlangsung terus menerus akan menghasilkan tanah yang semakin tua dan semakin kurus. Pada tanah ini, mineral yang mudah lapuk sudah habis dan yang tert­inggal hanya mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Selain itu, seiring meningkatnya usia tanah, maka profil tanah juga semakin berkembang.
Berdasarkan waktu pembentukannya, tanah dibedakan menjadi :
1).    Tanah muda (immature atau young soil)
2).    Tanah dewasa (mature soil)
3).    Tanah tua (old soil).
Perkembangan profil tanah sebagai indikasi tingkat perkembangan tanah disajikan pada Gambar 5.



(d)

(c)

(b)

(a)
Keterangan :
(a) : bahan induk
(b) : tanah muda
(c) : tanah dewasa
(d) : tanah tua (ultisol, oxisol)

Gambar 5. Tingkat Perkembangan Tanah

a)      Tanah muda
Pada tanah ini, pembentukan tanah baru pada tahap pencampu­ran bahan organik dengan bahan mineral yang terdapat di permukaan tanah. Pembentukan struktur tanah terjadi karena adanya pengaruh bahan organik. Horizon yang terbentuk pada tanah ini baru horizon A dan C. Pada tanah ini, sifat tanahnya masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Contoh tanah ini adalah Entisol (Aluvial, Regosol).
b)     Tanah dewasa
Tanah muda masih akan terus mengalami pelapukan serta pencucian lanjut sehingga terbentuklah horizon B. Tingkat kesubu­ran tanah ini adalah yang paling tinggi karena di satu fihak unsur hara dari mineral telah tersedia dan di lain fihak pencucian belum begitu intensif. Contoh tanah ini adalah Inceptisol (latosol coklat, andosol), Vertisol, dan Mollisol.
c)      Tanah tua
Pada tanah ini pelapukan serta pencucian bahan-bahan telah berjalan secara lanjut. Kondisi ini mengakibatkan horizon tanah telah mengalami diferensiasi secara nyata. Pada horizon A dan B terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, dan B3. Adanya pencucian yang tinggi mengakibatkan tanah mengalami kekurangan kation basa sehingga tanah menjadi masam dan miskin unsur hara. Contoh tanah tua adalah Ultisol (P.M.K) dan Oxisol (Laterit).
Waktu yang diperlukan untuk pembentukan setiap jenis tanah berbeda-beda. Tanah yang berkembang dari bebatuan yang keras akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk pembentukan tanahnya dibandingkan dengan tanah yang berkembang dari bahan induk yang lunak dan lepas.
Adanya kekeringan serta erosi dapat menghambat perkembangan tanah. Dengan demikian, , tua atau mudanya tanah tidak dapat dinya­takan dari umur tanah tersebut dalam tahun, tetapi didasar­kan kepada tingkat perkembangan horizon-horizon tanah yang ada. Pembentukan tanah mula-mula berjalan agak cepat, tetapi semakin tua tanah proses ini berjalan semakin lambat.
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat
1.      Jelaskan perbedaan antara solum, tanah, dan regolit.
2.      Jelaskan ciri-ciri yang membedakan antara horizon A, B dan C?
3.      Jelaskan tentang tiga jenis pelapukan batuan yang Saudara ketahui.
4.      Jelaskan, apa sebabnya pelapukan batuan secara kimia dianggap paling "berja­sa" dalam penyediaan hara tanaman?
5.      Uraikan dan berikan contoh empat proses pembentukan profil tanah!.
6.      Jelaskan lima faktor pembentukan tanah. Manakah di antara faktor-faktor tersebut yang paling berperan dalam pembentukan tanah?
7.      Di antara tanah muda, dewasa, dan tua, manakah yang paling sesuai bagi tanaman? Jelaskan jawaban Anda.




III. SIFAT-SIFAT FISIK TANAH


3.1 Pengertian Umum
Sifat fisik tanah adalah sifat tanah yang dapat diukur secara visual ataupun dengan perasaan. Sifat-sifat ini dapat dinyatakan dalam skala seperti ukuran besar, ketegangan, atau intensitas. Setiap tanah memiliki sifat fisik yang tertentu, tergantung kepada sifat-sifat setiap komponennya, jumlah komponen penyusunnya, serta cara komponen tersebut tersusun.
Tanah pada hakekatnya terbentuk oleh bahan padatan, cairan, dan bahan gas yang satu dengan yang lain membentuk gabungan yang sangat beragam. Perbandingan antara air serta udara tanah sangat ditentukan oleh seberapa jauh partikel tanah membentuk susunan yang kompak. Cara penyusunan partikel yang berukuran kecil sangat berbeda dengan partikel yang berukuran lebih besar. Dengan demikian, , baik tekstur tanah (perbandingan fraksi padatan tanah) maupun struk­turnya (cara partikel tersebut bergabung) akan sangat menentukan jumlah rongga yang terbentuk serta perbandingan antara air dan udara yang dapat ditahan oleh tanah.
Sifat-sifat fisik tanah dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Secara langsung, sifat fisik tanah mempengaruhi kedalaman perakaran serta kemuda­han akar untuk memperoleh air serta udara di dalam tanah. Sedang­kan secara tidak langsung, sifat fisik tanah berpengaruh terhadap sifat kimia serta biologi tanah.
3.2 Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif suatu tanah adalah kedalaman lapisan tanah yang dapat ditembus oleh perakaran tanaman. Tanah memiliki kedalaman efektif yang tinggi apabila perkembangan perakaran tanaman tidak terhambat oleh faktor fisik tanah, seperti lapisan keras yang tidak tembus oleh akar atau oleh adanya lapisan air yang tidak sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Kedalaman efektif suatu tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah serta homogenei­tas antar lapisan tanah.
Tanah yang dalam (solum yang tebal) akan menjadi media yang lebih baik bagi perkembangan perakaran, bagi ketersediaan hara tanah, serta bagi penyimpanan air tanah. Dengan demikian, , tanah yang dalam biasanya lebih produktif dibandingkan dengan tanah yang lebih dang­kal.
Kedalaman tanah seringkali menjadi kendala utama dalam keberhasilan produksi tanaman tahunan. Terhambatnya perkembangan perakaran sebagai akibat tipisnya kedalaman tanah mengakibatkan tanaman tidak dapat memperoleh air serta hara yang cukup bagi pertumbuhannya.

3.3 Tekstur Tanah
Tekstur tanah menggambarkan persentase (berdasarkan berat) dari ketiga komponen penyusun fraksi mineral tanah, yakni pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Ketiga fraksi tanah ini dibedakan satu sama lain oleh diameter partikel yang bersangkutan. Bagi partikel yang berbentuk tidak bulat dianggap memiliki diameter yang sama dengan rerata antara ukuran maksi­mum dan minimumnya.
Fraksi pasir (sand) Selanjutnya,  dibagi lagi menjadi kelompok yang berukuran lebih kecil yang dinamakan dengan separat tanah. Tabel 1 berikut memberikan pembagian separat tanah berdasarkan sistem USDA.
Tabel 1 : Separat tanah berdasarkan klasifikasi USDA
=====================================================
Fraksi             Separat tanah                          Ukuran dalam mm
------------------------------------------------------------------------------------------
Pasir (sand)    
Pasir sangat kasar                    2,0 - 1,0
                        Pasir kasar                               1,0 - 0,5
                        Pasir sedang                            0,5 - 0,25
                        Pasir halus                               0,25 - 0,10
                        Pasir sangat halus                    0,10 - 0,05
Debu (silt)                                                       0,05 - 0,002
Liat (clay)                                                        kurang dari 0,002
=====================================================

Partikel tanah yang berdiameter lebih besar dari 2 mm tidak termasuk dalam kelompok tekstur tanah. Partikel tanah seperti kerikil dan batu dapat mempengaruhi kemudahan pengelolaan tanah, namun,  partikel ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap sifat dasar tanah seperti kemampuan penahanan air tanah, penyediaan hara tanah dan sebagainya.

A. Penamaan Tanah
Penamaan tekstur tanah menggunakan kata-kata seperti pasir (sand), lempung (loam), liat (clay), dan debu (silt). Lempung menunjukkan campuran antara pasir, debu, dan liat pada perbandin­gan yang hampir sama.
Nama tekstur tanah menunjukkan persentase berat masing-masing fraksi mineral tanah hingga batas-batas tertentu. Penamaan ini dipermudah dengan menggunakan segitiga tekstur seperti yang tertera pada Gambar 6. Segitiga ini dibagi menjadi 12 daerah yang memiliki seluruh kemungkinan perbandingan antara ketiga fraksi mineral tanah. Interseksi ketiga garis yang menun­jukkan persentase setiap fraksi ini menentukan jenis tekstur tanah yang diamati. Untuk lebih jelasnya, jika tanah mengandung 60% pasir, 25% debu, dan 15% liat, maka teksturnya adalah lempung berpasir. Jika kandungannya adalah 25% pasir, 45% debu, dan 30% liat maka teksturnya adalah lempung berliat. Kandun­gan 28% pasir, 54% debu, dan 18% liat maka teksturnya adalah lempung berdebu.
Kadang-kala titik temu ini tepat berada pada garis tengah antara dua jenis tekstur. Jika demikian, maka biasanya digunakan nama fraksi yang lebih halus. Misalnya tanah yang mengandung 40% liat, 30% debu, dan 30% pasir maka akan diberi nama liat daripa­da lempung berliat. Selanjutnya,  kata-kata seperti sangat kasar, kasar, halus, dan sangat halus digunakan untuk tekstur tanah pasir, misalnya lempung berpasir kasar dan sebagainya.
Berdasarkan sistem USDA, tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 golongan, yakni :
Ø  Liat (clay)
Ø  Liat berpasir (sandy clay)
Ø  Liat berdebu (silty clay)
Ø  Lempung (loam)
Ø  Lempung liat (clay loam)
Ø  Lempung liat berdebu (silty clay loam)
Ø  Lempung liat berpasir (sandy clay loam)
Ø  Lempung berdebu (silty loam)
Ø  Lempung berpasir (sandy loam)
Ø  Debu (silt)
Ø  Pasir (sand)
Ø  Pasir berlempung (loamy sand)

b. Pentingnya tekstur tanah
Setiap partikel tanah memberikan peran yang sangat pentig bagi sifat tanah secara keseluruhan. Liat bersama-sama dengan bahan organik memegang peran yang sangat penting dalam penahanan air tanah serta ketersediaan hara bagi tanaman. Partikel yang halus juga berperan sebagai agen perekat partikel tanah yang lebih kasar untuk membentuk agregat atau struktur tanah. Sementara itu partikel tanah yang lebih besar berperan sebagai penyusun kerangka tubuh tanah, mempertahankan permeabilitas tanah, serta meningkatkan aerasi tanah. Selain itu partikel yang lebih besar ini juga membuat tanah menjadi lebih tahan terhadap gaya berat yang terjadi di atas permukaan tanah.



Gambar 6. Segitiga tekstur (USDA)

Tanah berpasir biasanya sangat permeabel terhadap air, udara, dan akar tanaman. Namun, , tanah ini biasanya memiliki daya penahanan air tanah yang rendah dan juga rendah kemampuannya dalam hal penyediaan hara bagi tanaman. Agar menjadi lebih pro­duktif, tanah ini harus seringkali menerima penambahan air serta hara bagi tanaman. Di samping itu, jika kandungan bahan organik tanah ini cukup tinggi, maka akan mampu menggantikan peran liat dalam hal penahanan air tanah serta penyediaan hara. Sayangnya, biasanya tanah ini miskin akan bahan organik.
Rendahnya kemampuan tanah pasir dalam hal penahanan air tanah serta hara tanaman ini sangat erat kaitannya dengan rendah­nya luas permukaan partikel tanah karena ukurannya yang kasar. Luas permukaan per gram fraksi tanah adalah berbanding terbalik dengan diameter partikel fraksi tanah tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah kubus yang sisinya berukuran 1 cm, maka luas permukaan totalnya adalah 6 cm2. Apabila kubus tersebut dibagi menjadi kubus-kubus yang sisinya berukuran 0,2 cm, maka akan terbentuk 125 kubus yang luas permukaan totalnya menjadi 30 cm2. Jika kubus ini dibagi menjadi kubus-kubus yang sisinya adalah 0,001 cm, maka akan terbentuk 109 kubus dengan luas total permu­kaannya adalah 6000 cm2. Dengan demikian, , jelaslah mengapa tanah liat yang tersusun oleh fraksi berukuran jauh lebih kecil daripa­da tanah pasir memiliki kemampuan menahan air tanah serta hara tanaman yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanah pasir.
Liat bukan hanya memiliki luas permukaan yang besar, namun,  dia juga memiliki muatan listrik. Muatan listrik ini membantu penahanan ion yang diperlukan oleh tanaman, sebaliknya pasir tidak memiliki muatan ini. Selain mampu menahan ion, liat juga mampu menahan air tanah karena luas permukaan yang mengadakan kontak (singgungan) langsung dengan air tanah lebih besar diband­ingkan dengan pasir.
Tanah yang terlalu banyak mengandung liat memiliki kemampuan penahanan air tanah yang tinggi, namun,  tanah ini biasanya tidak memiliki aerasi yang baik. Masalah ini sebenarnya dapat ditanggu­langi dengan pemberian bahan organik. Bahan organik ini pada dasarnya mampu membantu penggabungan partikel liat bersama-sama dan membentuk rongga udara di antara partikel tersebut. Salah satu problem pada tanah yang berliat ini adalah tingkat kelekatannya yang tinggi pada kondisi basah. Sebaliknya tanah ini akan keras pada kondisi kering. Kedua sifat ini sangat menyulitkan pengolahan tanah terutama dengan mesin-mesin pertanian. Inilah sebabnya maka tanah berliat ini dikatakan dengan tanah "berat", sedangkan tanah pasir dikatakan sebagai tanah yang "ringan".
Tanah lempung dan lempung berdebu merupakan tanah yang sangat diinginkan bagi pertumbuhan tanaman yang baik. Tanah ini cukup memiliki liat untuk dapat menyimpan air serta hara tanaman, sementara itu kadar liat yang tidak terlalu tinggi masih memungkinkan terbentuknya aerasi tanah yang baik serta tidak menghambat pengolahan tanah dengan mesin pertanian. Tanah yang mengandung 7 hingga 27% liat dan memiliki perbandingan yang hampir sama antara pasir dan debu merupakan tanah yang bertekstur lempung. Tanah lempung yang mengandung bahan organik sangat sesuai sebagai tanah pertanian. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa tanah yang lain kurang sesuai bagi pertanian. Suatu tanah yang mengandung 50% liat pun akan dapat berproduksi tinggi apabila tanah tersebut mengandung bahan organik yang cukup tinggi untuk membantu terbentuknya struktur tanah yang baik sehingga aerasi tanahnyapun juga baik.
Tekstur tanah akan bervariasi berdasarkan kedalaman profil­nya. Horizon B yang lebih kaya akan liat dibandingkan dengan horizon A biasanya memiliki aerasi yang kurang baik dibandingkan dengan horizon A. Selain itu, perbandingan kandungan liat antara horizon A dan B pada tanah muda, dewasa, dan tanah tua sangat berbeda. Pada tanah muda, kandungan liat ini relatif homogen. Perbandingan ini akan semakin nyata dengan semakin dewasanya tanah oleh karena terjadinya pencucian.
3.4 Struktur tanah
Dua jenis tanah yang memiliki tekstur yang sama bisa jadi akan memiliki sifat-sifat fisik yang berbeda karena perbedaan susunan partikel penyusun tanah tersebut. Penyusunan partikel tunggal menjadi satuan yang lebih besar ini disebut dengan pembentukan struktur tanah. Jadi struktur tanah pada hakekatnya adalah gabungan antara partikel tunggal tanah dalam bentuk gumpalan (agregat) yang dibatasi oleh bidang belah alami. Penggabungan ini terjadi karena adanya partikel halus tanah, terutama liat dan humus. Pengikatan antar partikel tanah ini menghasilkan rongga yang terbentuk di antaranya. Rongga ini merupakan bagian tanah yang diisi oleh air serta udara, selain itu adanya rongga ini akan memudahkan perkembangan sistem perakaran. Sebenarnya struktur tanah juga dapat terbentuk dari hasil faktor luar seperti akibat pengolahan tanah.
Beberapa jenis struktur tanah yang penting akan dibahas sebagai berikut :
1). Tanpa struktur
-     Butiran lepas. Tanah dengan struktur ini memiliki sifat yakni masing-masing partikel tanahnya terlepas satu sama lain. Keadaan ini khususnya dijumpai pada tanah yang sangat berpasir.
-     Masif. Pada tanah ini seluruh massa tanah memadat tanpa menunjukkan adanya celah atau retakan. Keadaan ini dijumpai terutama pada bahan induk tanah yang kaya akan liat.
2). Berstruktur
-       Butir (granular). Di sini partikel primer tanah bergabung dan membentuk struktur bulat/berbutir. Di antara butiran-butiran ini masih terdapat rongga. Struktur ini merupakan struktur yang sangat diinginkan oleh tanaman sebab banyak terdapat ruang di antara satuan strukturnya. Di sini air dapat diikat oleh butir, namun,  udara juga masih dapat bergerak di antaranya. Biasanya struktur ini dijumpai pada horizon A. Struktur butir yang memiliki porositas yang sangat tinggi biasanya disebut dengan struktur remah.
-       Lempeng (platy). Struktur ini dicirikan oleh ukuran horizon­talnya yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran vertikal­nya. Struktur ini seringkali ditemukan di horizon A2. Adanya struktur ini mengakibatkan pergerakan air yang horizontal.
-       Gumpal (blocky). Struktur ini dicirikan oleh ukuran vertikal dan horizontal yang hampir sama. Struktur ini dibedakan dengan struktur butir sebab pada struktur gumpal ini masing-masing satuan strukturnya bergabung bersama-sama dan tidak membentuk rongga di antara satuan tersebut. Struktur ini dibedakan menjadi dua kelompok, yakni gumpal bersudut (angular blocky) yang memiliki sudut gumpal yang tajam, dan gumpal tidak bersudut (subangular blocky) yang sudutnya tidak tajam. Angular blocky seringkali diketemukan di hori­zon B, sedangkan subangular blocky bisa diketemukan di horizon A maupun B.
-       Prisma (blocky). Struktur ini memiliki ukuran vertikal yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran horizontalnya. Sekalipun kadangkala dijumpai di horizon A, struktur ini lebih sering diketemukan di horizon B pada tanah yang telah berkembang dengan baik. Struktur prisma pada horizon B pada tanah yang telah berkembang lanjut biasanya tidak lagi memiliki sudut yang tajam sebagai akibat tingginya proses eluviasi. Struktur yang demikian ini disebut dengan struktur tiang (blocky), yang biasanya diketemukan pada tanah tua atau tanah yang kaya akan natrium di dalam larutan tanahnya.
3. Struktur yang hancur
-       Lumpur. Jika tanah, terutama yang kaya akan liat, diolah pada saat jenuh air, maka akan terbentuk lumpur. Di sini struktur tanahnya telah hancur, pori-pori yang lebih besar akan hilang dan tanah tetap berada dalam keadaan yang kurang baik bagi kebanyakan tanaman (kecuali bagi tanaman padi sawah).
(a) Pembentukan struktur tanah
Bahan induk tanah pada dasarnya tidak memiliki struktur sehingga keadaannya bisa pejal atau butiran lepas, tergantung kepada teksturnya. Dengan adanya agen pembentuk tanah, maka akan terbentuklah struktur tanah. Pembasahan dan pengeringan mengaki­batkan perubahan volume partikel tanah sehingga terbentuklah pengikatan antara partikel tersebut, dan jika akar tersebut mati, maka akan meninggalkan ruang pori di dalam tanah. Demikian pula halnya dengan aktivitas fauna tanah yang menggali tanah untuk tempat tinggal atau mencari makanan. Di samping itu, tanaman, fauna, serta jasad renik tanah menghasilkan zat-zat yang dapat merekatkan partikel tanah untuk membentuk struk­tur. Kegiatan ini terus-menerus berlangsung sejalan dengan per­kembangan tanah.
(b) Peran struktur tanah
Struktur tanah pada lapisan atas sangat penting artinya bagi dunia pertanian. Hal ini karena struktur tanah sangat mempenga­ruhi :
-        aerasi tanah
-        permeabilitas air
-        ketahanan tanah terhadap erosi
-        peran tanah sebagai media perkecambahan tanaman.
Struktur butir (granular) merupakan struktur yang sangat baik bagi sirkulasi air serta udara tanah. Tanah yang memiliki struktur ini tidak mudah mengalami erosi, sebab air hujan yang jatuh tidak langsung mengalir di permukaan tanah, melainkan melesap dulu ke dalam tanah. Mudahnya sirkulasi air dan udara pada tanah ini menjadikan tanah sesuai bagi perkecambahan benih tanaman. Selain itu akar tanaman akan sangat mudah berkembang pada tanah seperti ini. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat membantu terbentuknya struktur ini terutama pada tanah yang bertekstur liat.
Struktur tanah pada horizon B pada dasarnya juga tidak kalah pentingnya dengan yang terdapat pada horizon A. Hal ini karena sifat tanah pada horizon B menentukan besarnya penahanan air tanah serta kemungkinan terbentuknya lapisan tanah yang impermea­bel terhadap perkembangan perakaran. Sifat ini terutama berlaku untuk jeis tanaman tahunan yang biasanya memiliki jenis perakaran yang dalam.
(c) Stabilitas agregat
Sifat yang penting dalam struktur tanah adalah : (i) bagai­manakah partikel tanah ini tersusun dan membentuk struk­tur tanah atau agregat, dan (ii) tingkat kestabilan struktur atau agregat yang terbentuk ini terhadap faktor-faktor luar yang merusaknya.
Stabilitas agregat sangat penting artinye dalam mempertahan­kan tingkat kesuburan tanah sebagai akibat pengolahan tanah yang berkelanjutan atau oleh sebab-sebab alami, misalnya oleh tempaan air hujan. Tanah yang memiliki stabilitas agregat yang tinggi biasanya tidak mudah hancur strukturnya, sehingga tanah ini tetap menjadi media tanaman yang baik. Pemberian bahan organik akan membantu tanah untuk mempertahankan agregatnya dari pengaruh perusakan dari luar. Namun,  pengaruh bahan organik ini hanya akan nampak jika telah terlapuk.




Gambar 5. Beberapa struktur tanah

3.5 Porositas tanah
Hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan proses peru­bahan batuan menjadi tanah adalah lepasnya bahan-bahan sehingga membentuk ruang pori di antara bahan-bahan ini. Ruang pori ini merupakan bagian volume tanah yang diisi oleh udara dan air. Peran ruang pori ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
Tanah mineral yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, biasanya separuh volumenya merupakan ruang pori yang sebagian akan terisi oleh air dan sebagian lainnya terisi oleh udara. Pada umumnya ruang pori yang berukuran besar akan terisi oleh udara, sedangkan ruang pori yang kecil akan terisi oleh air kecuali pada tanah yang sangat kering. Dari pori-pori inilah air dan udara tanah akan bergerak pada saat terjadinya perubahan kandungan air tanah.
Dalam kaitannya dengan tekstur, biasanya tanah yang memiliki tekstur kasar akan memiliki ruang pori (porositas) yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Tanah yang bertekstur kasar, seperti tanah pasir, akan memiliki ruang pori yang didominasi oleh pori yang berukuran lebih besar, sehingga sebagian pori tanah akan terisi oleh udara. Sebaliknya tanah yang bertekstur halus, maka ruang porinya dido­minasi oleh pori yang berukuran kecil sehingga sebagian besar porinya diisi oleh air.
Struktur tanah yang baik akan meningkatkan ruang pori yang terdapat di dalam tanah. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang bertekstur halus. Di sini sekali lagi peran bahan organik sangat menentukan kemampuan tanah untuk menjadi media yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Ruang pori tanah pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yakni pori makro, yang berdiameter lebih besar atau sama dengan 0,01 mm, dan pori mikro yang berdiameter lebih kecil dari 0,01 mm. Penggabungan antara pori makro di dalam tanah membentuk saluran kapiler yang memudahkan aerasi tanah serta memperlancar pergera­kan air ke bagian tanah yang lebih bawah. Sebaliknya pori mikro merupakan tempat cadangan air tanah yang sewaktu-waktu diperlukan oleh tanaman bagi pertumbuhannya.
a. Peran tanaman terhadap porositas
Perkembangan perakaran tanaman akan mengakibatkan renggang­nya volume tanah sehingga meningkatkan jumlah pori makro tanah. Namun, , pengolahan tanah yang dilakukan sebelum penanaman, teruta­ma yang menggunakan mesin-mesin pertanian, akan memacu terjadinya pemadatan tanah sehingga mengurangi jumlah pori makronya. Selain itu, sekalipun terjadi restitusi bahan organik setelah panen, akan tetapi penanaman itu sendiri akan mempercepat kehilangan kandungan bahan organik tanah. Hal ini mengakibatkan turunnya stabilitas agregat tanah sehingga tanah memiliki resiko mudah rusak dan menurunkan ruang porinya apabila pengembalian bahan organik pada tanah ini diabaikan.
b. Pengukuran porositas tanah
Secara tidak langsung, besarnya ruang pori tanah dapat dihitung melalui perbedaan antara berat volume (Bulk Density) dan berat isi (Particle Density) tanah.
- Berat volume tanah (BV)
Berat volume merupakan berat tanah yang terdapat pada setiap satuan volume tanah. Di sini ruang pori yang termasuk bagian volume tanah ikut diperhitungkan, namun,  tanah sebelumnya telah dioven untuk menghilangkan kandungan airnya.
Berat volume tanah sangat beragam, tergantung kepada jenis fraksi penyusun tanah, namun,  juga kepada cara penyusunan fraksi-fraksi tersebut (tekstur dan struktur). Tanah di horizon A biasa­nya memiliki berat volume antara 1,0 hingga 1,6 g/cm3 (kecuali tanah organik yang memiliki berat volume kurang dari 0,1 g/cm3). Tanah yang bertekstur sarang (porositas tinggi) akan memiliki berat volume yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang lebih pejal. Dengan demikian,  maka horizon B biasanya memiliki berat volume yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang terdapat di horizon A. Tanah yang memiliki berat volume yang lebih tinggi dari 1,6 g/cm3 akan mengakibatkan pertumbuhan akar tanaman terhambat. Biasanya perkembangan akar akan terhenti pada tanah yang memiliki berat volume antara 1,7 hingga 1,9 g/cm3.
Pengenalan berat volume tanah ini sangat diperlukan dalam menghitung berat massa tanah. Misalnya tanah yang memiliki berat volume 1,2 g/cm3, maka berat tanah tersebut per meter kubik adalah :
1,2 g/cm3 X (100 cm/m)3 / 1000 g/Kg = 1200 kg/m3
Dengan demikian,  berat 1 hektar lapisan olah tanah (pada kedalaman 20 cm) pada tanah yang memiliki berat volume 1,2 g/cm3 adalah :
1,2 g/cm3 X (20 cm X (100 cm/m)2 X 10.000 m2/Ha) / 1000 g/Kg =
2,4 Juta kg/Ha atau 2400 ton per hektar
- Berat isi tanah (BI)
Berat isi tanah adalah berat partikel tanah setelah menghi­langkan ruang porinya. Berat isi ini perlu diketahui untuk menghitung ruang pori total tanah. Sebagaimana halnya dengan berat volume, berat isi tanah dinyatakan dalam satuan gram/cm3.
Berbeda hanlya dengan berat volume tanah yang sangat berva­riasi, berat ini tanah adalah relatif seragam, yakni biasanya berkisar antara 2,6 hingga 2,7 g/cm3. Pada kebanyakan tanah mineral, biasanya berat isi rata-ratanya adalah 2,65 g/cm3.
Dari kedua ukuran ini, maka dapat dihitung ruang pori total tanah dengan cara sebagai berikut :
Padatan tanah (%) = (Berat Volume / Berat Isi) X 100%
Ruang pori (%) = 100% - padatan tanah
atau :
Ruang pori (%) = 100% - ((BV / BI) X 100%)
Contoh perhitungan :
Tanah dengan berat volume sebesar 1,2 g/cm3 dan berat isi sebesar 2,65 g/cm3 akan memiliki persen padatan dan roang pori sebagai berikut :
            Padatan = (1,2 / 2,65)X 100% = 45%
            Ruang pori = 100% - 45% = 55%
3.6 Konsistensi tanah
Yang dimaksud dengan konsistensi tanah adalah kohesivitas (daya gabung) partikel penyusun tanah. Berdasarkan kandungan airnya, konsistensi tanah dapat dinyatakan dalam ting­kat kekerasan (hardness), kepadatan (firmness), kelenturan (plasticity), dan kelekatan (stickiness). Dengan demikian,  untuk mengukur konsistensi tanah perlu dilakukan pada setiap kondisi kandungan air tanah.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah diukur berdasarkan tingkat kekerasannya, yakni tanah yang lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras atau keras sekali. Kekerasan ini berkaitan erat dengan kandungan liat tanah.
Pada tanah lembab, konsistensi tanah diukur berdasarkan tingkat kepadatannya, yakni tanah yang lepas, sangat remah, remah, padat, sangat padat atau padat sekali.
Pada kondisi hampir jenuh air, konsistensi tanah ditentukan berdasarkan tingkat plastisitas (kelenturan) dan kelekatannya. Plastisitas merupakan kemampuan tanah untuk mempertahankan ben­tuknya sebagai akibat penekanan. Tanah yang kurang plastis biasa­nya akan retak jika diberi tekanan. Berdasarkan plastisitasnya tanah dibedakan menjadi agak plastis, plastis atau sangat pal­stis. Semakin tinggi kandungan liatnya, maka tanah biasanya semakin plastis.
Kelekatan merupakan kemampuan tanah untuk bergabung dengan benda-benda yang lain. Tanah yang berkadar liat tinggi akan semakin mudah lekat dibandingkan dengan tanah yang kandungan liatnya rendah. Kelekatan ini sangat besar perannya dalam pengo­lahan tanah pada kondisi basah. Tanah yang mudah lekat akan mempersulit pengolahan tanah sehingga dikategorikan sebagai tanah yang "berat". Sedangkan tanah yang kaya pasir dikategorikan sebagai tanah yang "ringan".
3.7 Warna tanah
Warna merupakan satu dari sifat-sifat tanah yang mudah untuk diamati. Warna tanah merupakan sifat yang penting sebab sifat ini erat kaitannya dengan kandungan bahan organik, iklim, drainase serta mineral yang dikandung oleh tanah.
Warna mineral tanah biasanya putih atau agak kelabu, sekali­pun beberapa mineral memiliki warna lain misalnya hitam, merah dan sebagainya. Horizon A2 memiliki warna yang paling dekat dengan warna mineral asli penyusun tanah yang bersangkutan.
Di dalam tanah, terdapat dua bahan yang sangat mempengaruhi warna tanah, yakni bahan organik (humus) dan komponen besi. Kedua bahan ini mampu menyelimuti partikel mineral tanah sehingga menghilangkan warna aslinya. Warna hitam biasanya di­kaitkan oleh penyelimutan mineral tanah oleh bahan organik se­dangkan warna merah disebabkan oleh oksida besi.
Di samping bahan penyusun tanah, kondisi drainase tanah juga sangat menentukan warna tanah yang bersangkutan. Kondisi drainase yang jelek akan mengakibatkan terjadinya reduksi yang memberikan warna tanah yang sangat berbeda dengan kondisi normal (drainase baik). Warna hijau pucat (glei) pada lapisan tanah sawah merupa­kan salah satu contoh warna reduksi yang dijumpai pada tanah yang memiliki drainase yang jelek.
(a) Penentuan warna tanah
Warna tanh dapat ditentukan berdasarkan standar warna tanah yang dibuat oleh sistem "Munsel" (USDA). Pada sistem ini, warna tanah dibedakan berdasarkan tiga variabel, yakni : Hue, Value, dan Chroma.

- Hue
Hue menunjukkan panjang gelombang cahaya yang dominan yang dipantulkan oleh benda. Hue ini ditentukan oleh campuran lima warna utama, yakni biru, hijau, kuning, merah, dan ungu. Nilai Hue berkisar antara 0 hingga 10.
- Value
Value merupakan ukuran terang atau gelapnya warna tanah yang bersangkutan. Pada dasarnya warna tanah merupakan hasil pencampu­ran antara warna hitam dan putih yang menghasilkan warna kelabu. Jumlah warna putih yang diperlukan untuk memberikan warna tanah merupakan value tanah yang bersangkutan. Value ini berkisar antara 0 hingga 10. Nilai 0 menunjukkan warna hitam, dan 10 menunjukkan warna putih.
- Chroma
Chroma adalah tingkat kemurnian warna tanah (Hue). Warna yang murni, yang hanya memiliki satu panjang gelombang cahaya, akan memiliki nilai chroma 20. Namun,  warna tanah yang terdapat di alam biasanya merupakan campuran antara hue murni dengan warna kelabu netral. Warna kelabu memiliki nilai chroma nol atau disim­bolkan dengan N atau netral sebab tidak memiliki hue.
Sistem Munsell memberikan warna tanah dengan simbol standar, misalnya 10 YR 5/3 (Hue, Value/Chroma) yang menunjukkan warna coklat kekuningan.
3.8 Temperatur tanah
Yang dimaksudkan dengan temperatur tanah di sini adalah temperatur pada lapisan tanah (biasanya pada kedalaman 25 - 30 cm). Peran temperatur tanah ini sangat besar bagi tanaman maupun aktivitas jasad renik tanah. Di samping itu, temperatur tanah juga mempengaruhi sifat-sifat tanah secara umum, seperti reaksi kimia yang terjadi, tingkat ketersediaan hara serta sifat-sifat lainnya.
Temperatur tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sudut jatuhnya sinar matahari, adanya penutup tanah, warna tanah, kandungan air tanah, serta kedalaman profil. Di daerah tropis, biasanya pengaruh sudut jatuhnya sinar matahari terhadap temperatur tanah tidak begitu nyata. Pengaruh ini lebih nyata pada daerah yang memiliki empat musim.
Adanya tanaman penutup tanah akan mengurangi kontak langsung antara sinar matahari dengan permukaan tanah sehingga mengurangi panas yang diakibatkan olehnya. Di samping itu warna tanah yang lebih terang biasanya kurang menyerap panas yang dipancarkan oleh sinar matahari dibandingkan dengan tanah yang berwarna lebih gelap.
Air tanah dapat bersifat sebagai isolator panas yang diaki­batkan oleh sinar matahari. Tanah yang mengandung lebih banyak air akan lebih lambat menyerap dan membebaskan panas yang diaki­batkan oleh sinar matahari dibandingkan dengan tanah yang lebih kering. Selain itu variasi temperatur tanah di daerah permukaan tanah akan lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di lapi­san tanah yang lebih dalam.
3.9 Kesimpulan
Peran sifat fisik tanah sangat besar terhadap fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Secara langsung sifat fisik tanah akan mempengaruhi kemudahan perkembangan sistem perakaran tana­man, menyediakan air tanah bagi tanaman serta peran tanah sebagai pendukung tegaknya batang tanaman.
Peran secara tidak langsung dari sifat-sifat fisik tanah jauh lebih besar dibandingkan dengan perannya secara langsung. Sifat-sifat fisik tanah ini akan mempengaruhi berbagai sifat biologi dan kimia tanah. Tekstur dan struktur tanah yang memben­tuk sifat mudah atau tidaknya tanah dalam melesapkan air atau menahan air sangat menentukan aktivitas biologi tanah yang ada. Tanah yang "impermeabel", karena memiliki sifat fisik yang tidak baik akan ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas biologi tanah. Sebaliknya, tanah yang terlalu "sarang" pun, yang tidak mampu menahan air tanah akan dicirikan oleh terhambatnya aktivitas biologinya. Kedua kondisi ini sangat mempengaruhi kemudahan tanaman untuk dapat memperoleh hara maupun air tanah bagi pertum­buhannya.
Dari segi kimia, adanya air tanah serta mudahnya sirkulasi oksigen yang diakibatkan oleh kondisi fisik tanah yang baik akan sangat berperan dalam proses-proses kimia yang terjadi di dalam tanah. Oksidasi maupun reduksi ion di dalam tanah sangat mempengaruhi tingkat ketersediaan ion bagi tanaman, pengikatan ion satu dengan yang lain, serta reaksi (pH) tanah.
Dengan demikian,  jelaslah bahwa pengenalan terhadap sifat-sifat fisik tanah mutlak diperlukan oleh setiap ahli yang ingin membuat tanah menjadi media yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.

Jawablah secara ringkas pertanyaan berikut
1.      Apakah tanah yang memiliki solum yang tebal dapat dikatakan sebagai tanah yang dalam ? Jelaskan alasan Anda.
2.      Sebutkan 12 tekstur tanah yang Saudara ketahui. Menurut Sauda­ra, tekstur manakah yang paling sesuai bagi tanaman? Jelaskan jawaban Anda.
3.      Jelaskan definisi tentang struktur tanah menurut Anda.
4.      Apakah peran bahan organik dalam penyusunan struktur tanah?
5.      Apakah beda antara berat volume dan berat isi tanah? jelaskan kenapa berat isi relatif konstan, sedangkan verat volume sangat bervariasi.
6.      Ada berapa carakah menentukan konsistensi tanah? sebutkan.
7.      Berapakah nilai Hue, Value dan Chroma pada tanah yang memiliki warna : 7,5 YR 5/4
8.      Apakah peran temperatur tanah terhadap sifat kimia dan biologi tanah?



IV. AIR TANAH

4.1 Pengertian air tanah
Air tanah adalah air yang dikandung oleh tanah, baik yang terikat secara kuat oleh permukaan partikel tanah maupun air yang kurang dapat diikat dan mudah dibebaskan untuk kebutuhan tanaman. Air yang dikandung oleh tanah sangat besar artinya bagi pertumbu­han tanaman, karena air ini bukan hanya dapat digunakan untuk proses fisiologi tanaman, tetapi air tanah juga mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.
Air yang terdapat di dalam tanah berasal dari berbagai sumber seperti hujan dan air atmosfer lainnya (embun, salju, dan kabut), tetapi air yang jatuh ke tanah ini hanya sedikit sekali berperan bagi tanaman jika tanah tidak mampu menahan air tersebut bagi kebutuhan tanaman. Kemampuan tanah menahan air ini sangat tergantung kepada sifat-sifat fisik tanahnya, terutama kedalaman tanah, tekstur, struktur, serta kandungan bahan organik. Kemam­puan tanah dalam menahan air yang dapat digunakan oleh tanaman dinamakan dengan kapasitas penahanan air tersedia oleh tanah.
4.2 Pembagian air tanah
Air hujan yang jatuh ke tanah perlahan-lahan akan mengaki­batkan penjenuhan ruang pori tanah, mula-mula ruang pori mikro, lalu ruang pori yang lebih besar (makro). Apabila hujan tersebut terhenti, maka lambat laun air ini akan hilang sebagai akibat infiltrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Hilangnya air ini mula-mula terjadi secara cepat pada pori-pori makro tanah, kemud­ian berangsur-angsur lambat dan akhirnya terhenti. Sekalipun demikian, tanah tetap mengandung air yang sangat sulit untuk dihilangkan.
Kecepatan pelepasan ar yang semula menyelimuti partikel tanah ini sangat dipengaruhi oleh besarnya gaya tarik antara partikel tanah tersebut dengan molekul air. Semakin dekat dengan partikel tanah, maka gaya ini semakin besar sehingga air semakin sulit untuk dilepaskan. Berdasarkan kemampuan penahanan air oleh parti­kel tanah ini, maka air tanah dapat dibedakan menjadi (1) Air higroskopis, (2) Air kapiler, dan (3) Air gravitasi
1)      Air Higroskopis
Air ini merupakan air yang paling dekat dengan partikel tanah sehingga sangat sulit untuk dapat dibebaskan. Air ini tidak dapat digunakan oleh tanaman.



2)      Air kapiler
Air kapiler menempati jarak terhadap partikel tanah yang lebih jauh daripada air higroskopis. Kondisi mengakibatkan daya tarik partikel tanah terhadap air menjadi lebih kecil sehingga air ini berangsur-angsur menjadi tersedia bagi tanaman. Tidak semua air kapiler ini dapat digunakan oleh tanaman. Air kapiler yang menempati pori yang sangat kecil akan lebih sulit untuk digunakan oleh tanaman dibandingkan dengan air yang menempati pori yang lebih besar.
3)      Air gravitasi
Air ini menempati jarak yang paling jauh dari partikel tanah sehingga air ini mudah dibebaskan serta mudah mengalir ke lapisan tanah yang lebih bawah. Pengaliran ke bawah ini dipengaruhi oleh gaya berat (gravitasi), sedangkan cara pengalirannya dinamakan dengan infiltrasi. Air ini tersedia bagi tanaman, namun,  karena kecepatan pengalirannya ke bawah biasanya lebih besar dibanding­kan dengan penyerapan oleh tanaman, maka sebagian besar air ini tidak dapat digunakan oleh tanaman. Air ini mudah mengangkut bahan-bahan yang larut, seperti liat, humus serta kation.
 Gambar 6. Pembagian air tanah berdasarkan jaraknya dari pusat partikel tanah

a. Kapasitas Lapang
Kandungan air yang dimiliki oleh tanah pada saat terhentinya infiltrasi dinamakan dengan kapasitas lapang. Pada tanah yang memiliki drainase yang baik, kondisi ini biasanya tercapai 2 atau 3 hari setelah hujan. Selanjutnya,  kadar air tanah ini tetap berada dalam kondisi kapasitas lapang hingga terjadi penyerapan air oleh tanaman, evaporasi, atau hingga terjadinya penambahan kembali air tanah ini oleh hujan.
Kapasitas tanah ini sangat erat kaitannya dengan tekstur tanah dan sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah, jenis mineral, dan struktur tanah. Di samping itu kapasitas lapang suatu tanah juga dipengaruhi oleh sifat tanah yang terle­tak di bawah lapisan tanah. Liat akan lebih mudah menahan air tanah, tetapi air yang ditahan ini lebih sulit dibebaskan diband­ingkan dengan yang dilakukan oleh pasir. Selanjutnya,  bahan orga­nik tanah memiliki kemampuan penahanan air tanah yang sangat besar sehingga tanah yang kaya bahan organik menunjukkan kemam­puan penahanan air yang lebih tinggi.
Adanya peran yang besar dari struktur serta sifat-sifat lapisan tanah menyulitkan penentuan besarnya kapasitas lapang ini di laboratorium. Untuk itu digunakan pendekatan melalui penjenu­han tanah dengan air, lalu diberi tekanan sebesar 1/3 atmosfer untuk menghilangkan kelebihan air tanahnya.
b. Titik layu
Titik layu merupakan batas akhir kadar air yang dapat digu­nakan oleh tanaman. Sekitar setengah air di dalam tanah pada kapasitas lapang diikat sedemikian kuatnya oleh partikel tanah sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Titik layu tercapai apabila kecepatan penyerapan air oleh tanaman menjadi sangat lambat sehingga tanaman menunjukkan kelayuan dan kelayuan ini tidak dapat diperbaiki. Sebenarnya pada saat ini tanaman masih tetap memperoleh air, namun,  kecepatannya jauh lebih rendah di­bandingkan dengan kebutuhannya. Pada kondisi panas, biasanya tanaman juga menunjukkan kelayuan, namun,  kelayuan ini akan segera dapat diperbaiki dengan penambahan air kembali; sebaliknya pada titik layu ini, pertumbuhan tanaan tidak lagi dapat diperbaiki sekalipun dengan penambahan air kembali.
Sebagaimana halnya dengan kapasitas lapang, besarnya titik layu tanah ini didekati dengan melakukan penjenuhan tanah yang kemudian diikuti dengan memberikan tekanan sebesar 15 atmosfer untuk membebaskan kelebihan airnya.
c. Koefisien higroskopis
Koefisien higroskopis merupakan persentase air yang ditahan oleh tanah dalam kondisi kering udara. Pengeringan ini mengaki­batkan kehilangan air tanah jauh lebih banyak dibandingkan dengan dengan kehilangan air yang melalui penyerapan oleh akar tanaman. Untuk menduga kadar air pada kondisi ini dilakukan penjenuhan air yang diikuti oleh penekanan dengan kekuatan 30 atmosfer.
4.3 Cara pengukuran kadar air tanah
Secara umum, terdapat dua cara pengukuran kadar air tanah, yakni pengukuran berdasarkan berat, dan pengukuran berdasarkan volume.


a. Kadar air berdasarkan berat
Kadar air tanah biasanya dinyatakan dalam persen berat tanah. Sebagai perbandingan digunakan berat tanah yang telah dikering-ovenkan pada suhu 105 - 110ø C. Suhu yang sedikit di atas titik didih air ini dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan tanah serta mempermudah mendidihnya air tanah sebab adanya kandungan garam-garam terlarut di dalamnya. Penggunaan berat kering tanah sebagai bahan perbandingan ini sangat penting untuk perhitungan sebab berat tanah ini relatif konstan. Berat kering oven ini dianggap sama dengan 100%, dan berat air yang dikandung tanah dianggap sebagai berat tambahannya.
Contoh perhitungan :
- Berat tanah basah (BB) = 75 g
- Berat tanah kering oven (BK) = 60 g
maka :
- Berat air yang dikandung oleh tanah = BB - BK = 75 - 60 = 15 g
- Kadar air tanah = (BB-BK)/BK X 100% = 15/60 x 100% = 25%

Jika kita telah mengetahui besarnya kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu, maka dapat dihitung besarnya air tersedia, yakni yang dapat digunakan oleh tanaman.
Contoh hitungan :
- Berat tanah pada kapasitas lapang = 26,0 g
- Berat tanah pada titik layu = 23,2 g
- Berat tanah kering oven = 20,0 g
maka :
- Kadar air kapasitas lapang = (26,0 - 20,0) / 20 X 100% = 30%
- Kadar air titik layu = (23,2 - 20,0) / 20,0) X 100% = 16%
- Kadar air tanah tersedia = (26,0 - 23,2 ) / 20 X 100% = 14%
Besarnya kadar air tersedia ini dapat juga dihitung dengan mengu­rangkan antara kadar air kapasitas lapang dengan kadar air pada titik layu.
Jadi :
- Kadar air tersedia = 30% - 16% = 14%.

b. Kadar air berdasarkan volume
Selain berdasarkan persen berat tanah, kadar air tanah dapat dinyatakan berdasarkan volume tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan melesap ke dalam tanah. Dengan demikian,  ekspresi kadar air berdasarkan volume tanah dapat digunakan untuk mendekati perhitungan ketersediaan air yang sebenarnya terdapat di alam. Guna pengukuran ini digunakan berat volume tanah sebagai faktor konversi.
Persen air tanah berdasarkan volume tanah dihitung dengan rumus :

                Berat volume tanah
Kadar air (volume) = kadar air (berat) X
                                                                          Berat jenis air

Misalnya tanah yang memiliki berat volume 1,2 g/cm3 dan kadar air berdasarkan beratnya adalah 30%, maka besarnya kadar air berda­sarkan volume tanah adalah :
Kadar air (volume) = 30% X (1,2 / 1,0) = 36%
Persen air berdasarkan kedalaman adalah sama dengan kadar air berdasarkan volumenya. Jika kadar air volumik ini adalah 36%, berarti persen air berdasarkan kedalamannya adalah sama dengan 0,36 cm air per cm kedalaman tanah. Jika sifat profil tanah adalah sama, maka total kedalaman air tanah akan dihitung berda­sarkan oendekatan ini. Jadi, untuk tanah sedalam 120 cm akan memiliki kedalaman total air tanah sebesar :
120 cm tanah X 0,36 cm/cm = 43,2 cm air
Pengukuran seperti ini tentu saja tidak dapat dilakukan terhadap tanah yang memiliki sifat yang tidak sama antar horizonnya.

Jawablah secara singkat pertanyaan berikut ini.
1.      Berikan contoh sumber-sumber air tanah. Menurut Anda apakah seluruh air yang ada di dalam tanah dapat digunakan oleh tanaman? jelaskan.
2.      Jelaskan perbedaan antara air higroskopis, air kapiler dan air gravitasi. Yang manakah di antara air tersebut yang paling banyak digunakan oleh tanaman?
3.      Berikan definisi kadar air kapasitas lapang, air tersedia, dan kadar air titik layu.
4.      Kenapakah kita tidak boleh membiarkan tanaman menjadi layu karena kekurangan air? Jelaskan jawaban Anda.
5.      Menurut Anda, kenapa pembanding yang digunakan dalam penguku­ran kadar air (berat) adalah berat kering? Jelaskan alasan Anda.
6.      Tanah kering udara memiliki berat 20 g, setelah dioven berat­nya adalah 19,3 g. Hitunglah kadar air tanah (berat). Apabila kadar air kapasitas lapang tanah tersebut adalah 22%, berapa­kah jumlah air yang harus ditambahkan pada tanah tersebut agar memiliki kandungan air yang sesuai bagi tanaman? (1 ml air = 1 gram).



V. SIFAT-SIFAT BIOLOGI TANAH


5.1 Lingkungan hidup tanah
Tanah mengandung jasad hidup, baik dari jenis tumbuhan (flora), maupun dari jenis hewan (fauna); dari yang berukuran mikro, meso hingga makro. Jasad hidup ini tumbuh, berkem­bang dan mati di dalam tanah. Aktivitas jasad ini sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Selanjutnya,  jasad ini juga menyumbangkan bahan organik ke dalam tanah.
Perombakan bahan organik di dalam tanah merupakan kegiatan utama jasad hidup tanah ini. Kegiatan ini dmulai oleh makro fauna seperti serangga tanah, cacing tanag serta rodensia yang mampu meghancurkan bahan organik segar menjadi bahan-bahan yang beruku­ran lebih halus. Selanjutnya,  tugas ini diteruskan oleh jasad lain yang berukuran lebih halus seperti bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes serta alga.
Jumlah jasad hidup yang terdapat di dalam tanah sangat beragam. Di antara jasad ini, akar tumbuh-tumbuhan adalah yang palig banyak dijumpai, terutama di lapisan permukaan tanah. Besarnya jasad hidui rata-rata pada tanah disajikan seperti Tabel berikut.

Tabel 4. Prakiraan rata-rata jasad hidup tanah

=================================================================
Jasad hidup                              Kg/Ha              Jumlah per hektar
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jasad makro / meso
            Akar tanaman                          15.000            
            Serangga                                  1.000                           20.000.000
            Cacing tanah                            500                             1.000.000
            Nematoda                                50                  200.000.000
            Crustacea                                 40                               400.000
            Ulat tanah                                20                               10.000
            Rodensia                                  20                               200
Jasad mikro
            Bakteri                                     3.000                          2 x 1018
            Jamur                                       3.000                          2 x 1014
            Aktinomisetes                          1.500                          5 x 1016
            Protozoa                                  100                             5 x 1012
            Alga                                         100                             1 x 1010
=================================================================
Sumber : Thompson dan Troeh, 1982



5.2 Jasad mikro tanah
Jasad mikro merupakan jasad hidup yang paling berperan dalam perombakan bahan-bahan organik di dalam tanah. Di antara jasad mikro tanah ini, bakteri menempati urutan yang paling tinggi dalam hal jumlahnya di dalam tanah dibandingkan dengan jasad mikro yang lain.

a. Bakteri
Bakteri merupakan jasad hidup bersel tunggal. Di dalam tanah jumlah bakteri ini sangat besar. Pada tanah yang subur, setiap gramnya bisa mengandung lebih dari satu milyar bakteri.
Bakteri dibedakan menjadi bakteri aerob dan bakteri anaerob, berdasarkan kebutuhannya akan oksigen. Kegiatan bakteri aerob pada tanah pertanian adalah lebih nyata dibandingkan dengan bakteri anaerob. Kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri adalah reaksi (pH) tanah yang mendekati netral, dengan kelembaban dan temperatur yang sesuai.

b. Aktinomisetes
Aktinomisetes adalah jasad mikro yang berbentuk seperti benang yang bersel tunggal. Sebagaimana halnya dengan bakteri, pada lingkungan yang sesuai, jumlah aktinomisetes ini juga sangat besar. Kondisi yang ideal bagi jasad ini adalah reaksi tanah yang agak basa. Biasanya jumlah jasad ini di dalam tanah sedikit lebih rendah daripada bakteri.
c. Fungi (Jamur)
Fungi berukuran sanbat beragam, dari yang seukuran bakteri (satu sel) hingga yang berukuran makroskopis. Jamur merupakan jasad hidup yang sangat berperan dalam perombakan bahan organik tanah, terutama ada tanah yang bereaksi masam. Biasanya tanah hutan didominasi oleh jamur karena jasad hidup inilah yang lebih tahan pada kondisi tanah hutan yang relatif masam.
d. Alga
Alga adalah kumpulan antara jasad hidup makro dan mikro yang mengandung klorofil. Alga ini berukuran antara jasad yang bersel tunggal hingga jasad yang berukuran makro. Salah satu alga yang terkenal adalah alga biru-hijau yang mampu memfiksasi N atmosfir.
e. Protozoa
Protozoa adalah binatang bersel tunggal. Kebanyakan tanah mengandung mikro fauna lebih sedikit daripada mikroflora. Proto­zoa ini memakan bakteri serta mikro flora yang lain.




f. Nematoda
Nematoda adalah cacing yang berukuran sangat halus yang merupakan mikro fauna yang lebih berkembang daripada protozoa. Kebanyakan nematoda hidup pada bahan-bahan organik yang telah mati, namun,  sebagian juga dapat hidup di akar tanaman sebagai parasit.

5.3 Aktivitas jasad mikro tanah
Jasad mikro tanah memiliki peran yang sangat penting dalam pembebasan hara tanaman yang berasal dari bahan organik. Tanpa jasa makhluk ini, maka bahan organik tanah tidak dapat lapuk sehingga bumi menjadi steril.
Jasad renik tanah mampu melengkapi siklus hara sehingga hara yang telah diserap oleh tanaman dapat dibebaskan lagi ke dalam tanah. Dengan demikian,  ion yang sama dapat digunakan berkali-kali oleh tanaman berkat aktivitas jasad ini. Tingginya aktivitas jasad renik ini di dalam tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut subur.
Di dalam tanah terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas jasad mikro ini, yakni :
- Jumlah energi yang tersedia
- Aerasi tanah
- Ketersediaan air
- Suhu tanah
- pH tanah
- Ketersediaan hara di dalam tanah
Energi yang digunakan oleh jasad renik ini berasal dari senyawa karbon yang terdapat di dalam bahan organik. Perombakan senyawa ini akan membebaskan sejumlah hara seperti N, P dan S serta CO2 ke atmosfir. Akibat perombakan ini adalah turunnya kandungan karbon pada bahan organik sehingga semakin lama jumlah energi yang tersediapun semakin berkurang.
Biasanya jasad renik akan aktif apabila tersedia udara dalam jumlah yang cukup. Pada kondisi ini jasad aerobik lah yang berperan. Sebaliknya, pada kondisi anaerob, aktivitas ini bisanya menjadi lambat.
Pada kondisi ini jasad renik masih dapat memanfaatkan udara serta air yang ada di dalam tanah untuk akti­vitasnya.
Temperatur tanah mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah. Biasanya peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan men­ingkatkan aktivitas mikroorganisme tanah ini. Namun,  apabila temperatur terlalu tinggi, maka aktivitas jasad renik ini akan terhenti. Hanya jasad renik dari kelompok thermofilik saja yang mampu hidup dan berkembang pada kondisi temperatur tinggi.
Reaksi (pH) tanah yang ideal bagi aktivitas jasad renik tanah adalah yang mendekati netral atau sedikit basa dengan cadangan kalsium yang cukup. Pengapuran yang bertujuan meningkat­kan pH tanah nampak meningkatkan aktivitas jasad renik ini. Peningkatan ini dapat mempercepat pembebasan hara tanaman dari bahan organik yang dirombak oleh jasad ini.

5.4 Pelapukan bahan organik
Bahan organik yang dibenamkan ke dalam tanah akan mengalami pelapukan. Tingkat pelapukan bahan organik ini dinyatakan dengan nilai nisbah C/N. Bahan organik segar biasanya memiliki nilai C yang tinggi sehingga nisbah C/N nya pun besar. Seiring dengan pelapukan bahan tersebut oleh jasad hidup tanah maka akan terjadi penurunan nilai nisbah C/N ini mendekati nisbah C/N jasad renik tanah. Penurunan nisbah ini terjadi karena hilangnya C dari bahan organik sebagai akibat perombakan oleh jasad renik tanah. Nitrogen yang terkandung di dalam bahan bahan inipun juga dapat hilang karena penguapan (NH3) atau tercuci ke dalam tanah (NO3-), namun,  kehilangan C jauh lebih cepat daripada hilangnya nitrogen ini.
Dalam pelapukan bahan organik, terjadi dua proses yang sangat utama, yakni : - mineralisasi, dan - imobilisasi. Mineralisasi adalah pembebasan ion mineral yang berasal dari bahan organik, sedangkan imobilisasi adalah pengikatan ion miner­al oleh jasad renik tanah sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Mineralisasi dan imobilisasi ini berjalan secara terus menerus sepanjang pelapukan tersebut berlangsung. Namun,  intensitas kedua proses ini sangat tergantung kepada nisbah C/N dari bahan organik yang bersangkutan.
Bahan organik segar, yang memiliki nisbah C/N tinggi, akan mempermudah berkembangnya jasad renik tanah karena jumlah energi (C) yang tersedia adalah tinggi. Keadaan ini mengakibatkan unsur hara, seperti N, P dan S yang dibebaskan akibat pelapukan bahan organik, akan segera digunakan kembali oleh jasad renik tersebut karena dalam pertumbuhannya jasad ini juga memer­lukan hara tersebut. Apabila jumlah hara ini tidak cukup, maka jasad renik ini akan mencari hara lain yang terdapat di sekitarnya, yang berasal dari pupuk atau sumber lain. Dengan demikian,  pada kondisi ini imobilisasi lebih dominan dibandingkan dengan mineralisasi.
Sejalan dengan waktu, maka bahan organik yang terlapuk akan memiliki nisbah C/N yang lebih rendah. Penurunan jumlah C pada bahan organik ini berarti penurunan jumlah energi yang tersedia bagi jasad renik tanah. Dengan demikian,  perkembangan jasad renik tanah akan berkurang sehingga hara tanaman yang dibebaskan dari perombakan bahan organik akan dengan mudah digunakan oleh tanaman. Pada kondisi ini proses mineralisasi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan mineralisasi.
Bahan organik segar yang mengandung nisbah C/N > 30 biasanya menunjukkan imobilisasi yang lebih penting dibandingkan dengan mineralisasi. Bahan organik akan dikategorikan sebagai "matang" apabila mengandung nisbah C/N < 18. Tanah pertanian biasa­nya mengandung bahan organik dengan nisbah C/N antara 8 hingga 10.

5.5 Komponen humus tanah
Humus adalah bahan organik tanah yang telah stabil. Humus dihasilkan dari pelapukan bahan-bahan organik segar oleh jasad renik tanah. Pelapukan ini menghasilkan unsur hara serta bahan-bahan yang memiliki struktur yang kompleks sehingga sulit untuk dilapuk oleh jasad renik tanah. Hasil penelitian menunjuk­kan bahwa bahan-bahan kompleks ini terutama adalah asam-asam humat serta komponen humin. Bahan-bahan inilah yang Selanjutnya,  membentuk "bunga tanah" yang kita namakan dengan humus.
Humus di dalam tanah memiliki peran yang sangat penting bagi sifat fisik maupun kimia tanah. Humus memiliki sifat yang mampu merekatkan partikel tanah seperti pasir dan debu. Dengan demikian,  keberadaan humus ini dapat mempengaruhi struktur tanah, meningkatkan aerasi tanah serta kemampuan tanah dalam menahan air. Selanjutnya,  komponen humus ini juga mengandung gugusan aktif yang mampu mempengaruhi kemampuan tanah dalam menjerap kation maupun anion di dalam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam kompleks humus tanah terdapat empat gugusan aktif, yakni :
- Gugusan karboksil (-COOH)
- Gugusan fenolik ( -OH)
- Gugusan enol (R-OH)
- Gugusan amina (-NH2)
Pada kondisi masam, terjadi penambahan ion H+ pada gugusan amina sehingga kompleks ini bermuatan positif. Kondisi ini me­mungkinkan kompleks mampu menjerap anion tanah, seperti fosfat. Sebaliknya, pada kondisi basa, terjadi disosiasi ion H+ pada gugusan karboksil, fenol maupun enol sehingga kompleks bermuatan negatif. Kondisi ini memungkinkan kompleks humus mampu menjerap kation tanah. Dengan demikian,  pada suasana ini terjadi peningkatan kapasitas kation tanah.

5.6 Distribusi bahan organik di dalam tanah
Bahan organik tanah paling banyak dijumpai di permukaan tanah. Semakin dalam lapisan tanah maka semakin rendah kandungan bahan organik ini. Distribusi bahan organik di dalam tanah adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentukan tanah, yakni jenis vegetasi, iklim, topografi, bahan induk serta waktu.
a. Pengaruh vegetasi
Jenis vegetasi yang ada di permukaan tanah mempengaruhi penyebaran bahan organik di dalam tanah. Penyebaran bahan organik antara tanah yang ditumbuhi rumpt dengan vegetasi hutan dapat digambarkan sebagai berikut.
Pada vegetasi padang rumput, kadar bahan organik berkurang secara teratur dengan semakin dalamnya profil tanah. Sebaliknya pada tanah hutan, penurunan kadar bahan organik terjadi secara nyata pada horizon A2, dan kadar bahan ini meningkat pada horizon iluviasi di horizon B. Rendahnya kadar bahan organik di horizon A2 pada tanah hutan ini adalah karena sumber utama bahan organik pada tanah ini adalah dari daun-daun yang gugur. Akar tanaman hutan relaif kurang menyediakan bahan organik karena usianya yang lebih lama, berbeda dengan usia tanaman rumput.
b. Pengaruh iklim
Iklim sangat menentukan kecepatan pelapukan bahan organik tanah. Pada kondisi iklim yang ideal, pelapukan bahan organik terjadi secara cepat sehingga kandungannya di dalam tanah relatif rendah. Selanjutnya,  curah hujan juga sangat mempengaruhi kecepa­tan pencucian bahan-bahan organik dari profil tanah. Pada daerah dengan curah hujan yang tinggi, biasanya akan memiliki horizon A yang rendah kandungan bahan organiknya, dan horizon B yang rela­tif kaya bahan organik.
c. Topografi
Topografi mampu mengubah iklim mikro dan mempengaruhi per­tumbuhan tanaman. Dengan demikian,  topografi akan memberikan pengaruh yang nyata dalam kandungan bahan organik tanah. Selanjutnya,  topografi juga menentukan pergerakan air baik di atas maupun di bawah tanah.
d. Bahan induk
Bahan induk tanah sangat menentukan kesuburan tanaman yang tumbuh di atasnya. Bahan induk dari batuan keras misalnya, akan menghasilkan tanaman yang lebih miskin bahan organin daripada tanah yang berkembang dari bahan induk dari batuan yang lebih lunak.
e. Waktu
Perombakan, pencucian serta penimbunan bahan organik di dalam horizon tanah sangat ditentukan oleh waktu. Pencampuran bahan organik dengan partikel tanah serta tingkat pema­tangan tanah merupakan proses yang berjalan secara terus menerus.

Jawablah pertanyaan berikut secara ringkas
1.      Jelaskan bahwa tanah sebenarnya bukan lingkungan yang mati.
2.      Berikan contoh flora dan fauna tanah yang penting dalam perom­bakan bahan organik tanah.
3.      Pada kondisi masam, jasad hidup tanah apakah yang paling berperan? Jelaskan jawaban Anda.
4.      Terangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas jasad renik tanah.
5.      Komponen organik apakah yang penting dalam penjerapan ion tanah? jelaskan.
6.      Berikan perbedaan antara sebaran bahan organik pada profil tanah hutan dan padang rumput. Menurut Saudara apakah yang menyebabkan perbedaan tersebut?
7.      Jelaskan peran nisbah C/N bahan organik dengan mineralisasi dan imobilisasi hara tanah.



VI. MINERAL LIAT TANAH


6.1 Pengertian tentang mineral liat
Mineral tanah adalah padatan anorganik di dalam tanah yang tersusun oleh unsur yang membentuk susunan spesifik dari mineral yang bersangkutan. Bebatuan induk tanah biasanya tersusun oleh beberapa mineral.
Mineral-mineral tanah terdiri atas unsur kimia yang spesifik. Dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 unsur yang utama yang paling banyak dijumpai di dalam mineral tanah, yakni :
- Oksigen ........... 60%
- Silikon ........... 20%
- Aluminium ......... 6%
- Hidrogen .......... 3%
- Natrium ........... 3%
- Kalsium ........... 2%
- Besi .............. 2%
- Magnesium ......... 2%
- Kalium ............ 1%
Oksigen bukan hanya unsur yang paling banyak dijumpai di dalam mineral tanah, tetapi juga merupakan satu-satunya unsur yang dijumpai dalam bentuk anion. Ukurannya yang besar serta jumlahnya yang banyak mengakibatkan unsur ini meliputi lebih dari 90% volume kerak bumi. MIneral yang tersusun oleh atom oksigen dan silikon dinamakan dengan silikat, sedangkan silikat yang mengandung aluminium di dalam kerangka mineralnya dinamakan dengan alumino silikat. Mineral-mineral inilah yang akan kita bahas pada bagian ini karena di samping jumlahnya yang banyak, juga mineral-mineral inilah yang penting dalam dunia pertanian.

6.2 Struktur mineral liat
Terdapat tiga struktur dasar mineral yang kita ketahui, yakni Tetra hedron, Okta hedron, dan Kubus.
- Tetrahedron
Tetrahedron adalah bentuk tiga dimensi yang terdiri atas empat buah segitiga. Bentuk ini dapat digambarkan seperti pirami­da dengan sisi-sisinya berbentuk segitiga. Struktur ini terdiri atas empat atom oksigen pada empat sudutnya, sedangkan di tengah­nya terisi oleh kation yang berukuran kecil seperti Si32+ atau Al3+. Pada struktur tetrahedron ini lebih sering terisi oleh kation Si32+, sedangkan Al3+ lebih banyak dijumpai pada struktur oktahedron.
- Oktahedron
Oktahedron dapat digambarkan seperti dua buah piramida bersisi empat yang dasarnya digabungkan satu sama lain. Struktur oktahedron ini memiliki enam buah sudut yang terisi oleh enam atom oksigen. Rongga di antara atom oksigen ini terlalu besar untuk kation seperti Si32+. Oleh karena itu biasanya ruang ini terisi oleh kation yang berukuran sedang seperti Al3+, Mg2+, atau Fe2+.
- Kubus
Kubus merupakan struktur mineral yang memiliki delapan sudut yang masing-masing diisi oleh oksigen. Rongga di antara sudut-sudut ini adalah cukup besar untuk diisi oleh ion berukuran besar seperti Na+, Ca2+ dan K+.
Struktur mineral ini dapat bergabung satu sama lain dan membentuk rantai yang lebih panjang yang berupa lembaran-lembaran. Kelompok silikat akan bergabung dan membentuk struktur filosili­kat yang berupa lembaran. Demikian pula dengan kelompok aluminium dan yang lain. Struktur mineral ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 8 : Struktur kristal mineral




6.3 Pembentukan mineral liat
Mineral liat adalah mineral yang berukuran kurang dari 2 æ. Mineral liat terbentuk karena dua proses, yakni (1) Rekristalisasi (sintesis) dan (2) Alterasi (perubahan)
Rekristalisasi merupakan proses pembentukan kembali (sintesis) dari mineral-mineral yang telah lapuk sehingga terbentuk mineral baru. Alterasi adalah perubahan secara langsung mineral-mineral primer yang telah ada menjadi mineral baru. Perubahan dari miner­al primer menjadi mineral liat dapat dilukiskan seperti diagram berikut ini.

 Gambar 9 : Beberapa kemungkinan terhadap asal mineral liat silikat dan oksida

Alterasi Mineral primer -------------> Mineral sekunder
(pasir, debu) sintesis (liat)                  
- Feldspar
- Mika --> illit ---> Montmorillonit --> Kaolinit --> Oksida
- dsb. Fe & Al

Mineral liat di dalam tanah dibedakan menjadi tiga bagian, yakni :
(1) Mineral liat Al - silikat
(2) Oksida Fe dan Al (seskuioksida)
(3) Mineral primer.

(1) Mineral liat Al-silikat
Mineral liat ini tersusun atas lempengan-lempengan Al dan silikat. Mineral liat Al-silikat ini dapat dibedakan menjadi :
·         Mineral liat Al-silikat yang mempunyai bentuk kristal yang baik (kristalin). Contoh mineral ini adalah Kaolinit, Haloisit, Montmorillonit, dan Illit.
·         Mineral liat Al-silikat yang tidak mempunyai bentuk kristal (amorf). Contoh mineral ini adalah alofan pada tanah Andosol.
Mineral liat Al-silikat mempunyai struktur berlapis-lapis. Setiap unit terdiri atas lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedron. Berdasarkan jumlah lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedronnya, dalam setiap satuan mineral, mineral liat Al-silikat ini dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni :
- Mineral liat tipe 1 : 1 (1 lapis Si-tetra dan 1 lapis Al-okta)
- Mineral liat tipe 2 : 1 (2 lapis Si-tetra dan 1 lapis Al-okta)
- Mineral liat tipe 2 : 2 (2 lapis Si-tetra dan 2 lapis Al-okta)
Struktur mineral liat ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 : Jenis mineral liat berdasarkan perbandingan lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedron






Mineral liat ini memiliki muatan listrik negatif (anion). Hal ini terjadi karena 1) terjadinya kelebihan muatan negatif pada ujung patahan kris­tal, baik pada lembar Si-tetrahedron maupun pada Al-oktahedron, 2) terjadinya disosiasi ion H+ dari gugusan OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal.      Pada pH rendah, ion H+ terikat erat, sedangkan pada pH tinggi, ion H+ mudah terlepas sehingga muatan negatif mineral mening­kat. Muatan ini disebut dengan muatan tergantung pH, dan 3) substitusi isomorfik, yakni penggantian kation dalam struktur kristal oleh kation lain yang berukuran sama, namun,  bervalensi berbeda. Misalnya penggantian Al3+ oleh Mg2+ atau Fe2+ dalam sisi Al-oktahedron, atau penggantian Si32+ oleh Al3+ pada lembar Si-tetrahedron. Penggantian ini mengakibatkan kelebihan muatan negatif pada liat.

(2) Seskuioksida
Mineral ini banyak terdapat pada tanah tua di daerah tropika. Oksida-oksida ini bersifat amorf dan memiliki KTK yang rendah. Sebaliknya oksida Al dan Fe biasanya bermuatan positif sehingga dapat memfiksasi ion fosfat melalui pertukaran anion.
            Al(OH)3 ---------> Al(OH)2+ + OH-
            Al(OH)2+ + H2PO4- -------> Al(OH)2H2PO4

(3) Mineral primer
Di dalam fraksi liat tanah, kadang-kadang dijumpai mineral primer seperti kuarsa feldspar dan sebagainya. Mineral-mineral ini berukran sangat halus, yakni kurang dari 2æ.

6.4 Beberapa mineral liat yang penting
a. Kaolinit
Mineral liat kaolinit adalah mineral liat tipe 1 : 1. Pada mineral ini masing-masing unit (Al-oktahedron dan Si-tetrahedron) melekat dengan unit yang lain secara kuat melalui ikatan hidro­gen. Adanya ikatan ini mengakibatkan mineral tidak mudah mengem­bang atau mengerut. Pada liat ini, substitusi isomorfik sangat sedikit sehingga kandungan muatan negatifnya rendah. Muatan negatif hanya terjadi pada patahan kristal atau disosiasi H pada pH yang tinggi. Dengan demikian,  sebagian besar muatan negatif mineral ini adalah tergantung pada pH. Mineral ini banyak dijum­pai pada tanah merah (coklat) yang berdrainase baik.
b. Montmorillonit
Mineral liat ini adalah bertipe 2 : 1. Setiap unit mineral liat ini (2 lapis Si-tetrahedron dan 1 lapis Al-oktahedron) dihubungkan dengan unit yang lain oleh ikatan yang relatif lemah (ikatan oksigen). KOndisi ini mengakibatkan liat ini mudah men­gembang apabila basah, dan mengerut bila kering. Pengembangan dan oengerutan ini berkaitan dengan masuk atau keluarnya air dan kation ke dalam ruang antar unit mineral liat ini.
Pada pembentukannya, proses substitusi ion Al3+ oleh Mg2+ telah terjadi sehingga mineral liat ini banyak memiliki kelebihan muatan negatif. Di samping itu mineral ini mudah dimasuki ion pada ruang antara unit mineralnya sehingga permukaan mineral ini lebih besar. Kondisi ini mengakibatkan montmorillonit ini memi­liki muatan negatif yang tinggi. Mineral ini banyak dijumpai pada tanah vertisol (grumosol).
c. Illit
Mineral illit (hidrous mika) ini tidak banyak diketemukan di Indonesia. Mineral ini tergolong bertipe 2 : 1 dan umumnya ter­bentuk secara langsung dari mika melalui proses alterasi. Dalam proses ini struktur mika tidak banyak berubah, tetapi terjadi penggantian sebagian ion K+ dari ruang antar unit mineral oleh ion H+. Adanya substitusi Si32+ oleh Al3+ mengakibatkan muatan negatif mineral ini cukup tinggi (KTK 10 - 40 me/100 g).
d. Alofan
Mineral ini tidak memiliki kristal yang tetap (amorf). Mineral liat ini banyak dijumpai pada tanah yang terbentuk dari abu vulkan (Andosol) dan diperkirakan berasal dari pelapukan gelas vulkanik atau mineral feldspar. Nilai KTK mineral ini adalah sangat tinggi, namun,  dia juga dapat memfiksasi P secara kuat.

Jawablah pertanyaan berikut secara ringkas
1. Berikan batasan (definisi) tentang mineral menurut Saudara.
2. Berikan tiga struktur kristal mineral yang Saudara ketahui dan jelaskan.
3. Darimanakah sumber muatan negatif mineral liat?
4. Apakah yang Saudara ketahui tentang istilah muatan yang ter­gantung pH pada mineral liat?
5. Jelaskan tipe-tipe mineral liat tanah yang Saudara ketahui.
6. Apakah alofan itu? dimanakah dijumpai mineral ini? berikan sifatnya yang khusus.



VII. SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH

7.1 Larutan Tanah
Larutan yang terdapat di antara partikel tanah merupakan media yang paling penting dalam proses kimia tanah. Dengan perantara larutan ini ion yang semula terjerap oleh kompleks jerapan tanah akan mengalami pertukaran dengan ion lain yang terlarut di dalamnya. Demikian pula serapan ion oleh akar tanaman hanya akan terjadi apabila di dalam tanah terdapat larutan tanah.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian besar kation tanah berada dalam keadaan terjerap oleh koloid tanah, dan hanya sekitar 1% saja yang berada dalam larutan tanah ini. Sekalipun jumlahnya kecil, ion yang terdapat di dalam larutan inilah yang paling besar perannya bagi pertumbuhan tanaman. Keberadaan ion ini di dalam larutan serta proporsinya terhadap ion yang lain sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia tanah terutama pH dan kapasitas tukar kation tanah yang akan dibahas lebih lanjut.
Ion di dalam larutan tanah berada dalam kondisi yang seimbang dengan ion yang terikat oleh kompleks jerapan. Seiring dengan waktu, perubahan-perubahan terus-menerus terjadi pada komposisi serta kadar ion di dalam larutan tanah ini. Proses-proses yang terjadi di lingkungan tanah seperti penyerapan ion oleh akar, penambahan ion oleh pupuk atau oleh air hujan merupakan contoh faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan komposisi larutan tanah. Perubahan ini akan diimbangi oleh peru­bahan kandungan ion yang berada dalam kompleks jerapan, seperti pelepasan ion ke dalam larutan atau pengikatan ion dari larutan oleh kompleks jerapan.
7.2 Koloid tanah
Fraksi tanah yang paling penting dalam menentukan sifat kimia tanah adalah koloid tanah, yakni bahan-bahan mineral (liat) maupun organik (humus) yang berukuran sangat halus. Kata koloid berasal dari bahasa yunani "colla" yang berarti lem. Ukuran koloid ini adalah kurang dari 1 mikron, dengan demikian,  tidak semua mineral liat termasuk dalam koloid ini karena mineral liat adalah fraksi tanah yang berukuran kurang dari 2 mikron. Halusnya ukuran koloid tanah ini mengakibatkan bahan-bahan ini memiliki luas permukaan per satuan berat yang sangat besar. Kondisi ini mengakibatkan koloid ini memiliki sifat adhesi yang sangat tinggi terhadap partikel tanah yang lain.
Partikel tanah yang sangat halus ini dinamakan dengan "misel" (dari micro cell). Misel ini memiliki permukaan yang bermuatan listrik negatif (anion), sehingga mampu menarik kation (ion positif) yang terdapat di dalam larutan tanah. Penarikan ini mengakibatkan terbentuknya lapisan ganda (double layer). Bagian dalam lapisan ganda ini terdiri atas partikel koloid yang bermua­tan negatif, sedangkan bagian luarnya adalah kerumunan kation yang tertarik oleh partikel koloid ini.
Muatan negatif pada permukaan misel ini dapat berasal dari beberapa sumber, yakni :
1)      Patahan mineral liat yang mengandung gugusan hidroksil (-OH). Hidrolisis gugusan ini mengakibatkan terjadinya muatan negatif pada daerah ini.
2)      Terjadinya kelebihan muatan negatif pada ujung patahan mineral liat.
3)      Adanya substitusi, yakni penggantian kation di dalam struktur kristal oleh kation lain yang mempunyai ukuran yang sama tetapi dengan valensi yang berbeda. Misalnya pengantian Al3+ oleh Fe2+ atau oleh Mg2+ dan sebagainya.
4)      Koloid organik mengandung beberapa gugusan yang sangat potens­iil untuk membentuk muatan negatif, yakni :
-          gugusan karboksil (-COOH)
-          gugusan fenol
-          gugusan enol (R-OH)
Hidrolisis gugusan-gugusan ini pada pH yang mendekati netral mengakibatkan timbulnya muatan negatif pada koloid organik ini sehingga memperbesar muatan negatif pada misel.
Distribusi ion di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kon­sentrasi muatan negatif misel. Kation ini tertarik oleh misel namun,  tidak terlalu kuat, sehingga mudah dipertukarkan oleh kation yang lain. Sebagian kation ini terjerap di permukaan misel, sedangkan sebagian lainnya berada dalam jarak yang cukup jauh di dalam larutan tanah. Konsentrasi ion ini semakin turun dengan semakin jauhnya jarak dari permukaan jerapan ini.

7.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Ion yang terjerap oleh kompleks jerapan ion (misel) dapat digunakan oleh tanaman melalui pertukaran ion antara ion yang terjerap dengan ion di dalam larutan tanah. Pada proses ini akan terjadi keseimbangan muatan listrik positif maupun negatif antara ion baik yang terdapat di dalam larutan tanah maupun yang terdapat di permukaan misel. Berkurangnya jumlah kation dari dalam larutan tanah sebagai akibat penyerapan ion oleh akar akan diimbangi dengan pembebasan kation dari permukaan kompleks jerapan ke dalam larutan tanah, demikian pula sebaliknya apabila terjadi penjenuhan kation di dalam larutan (misalnya sebagai akibat pemberian pupuk).
Kation yang terkandung di dalam larutan tanah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kation basa, dan kation asam. Disebut kation basa karena penjerapan kation ini oleh kompleks jerapan ion mengakibatkan terakumulasinya sejumlah ion OH- apabila muatan positif kation ini melebihi muatan negatif dari misel. Kondisi ini mengakibatkan tanah bereaksi basa. Contoh kation ini adalah Ca2+, Mg2+ dan sebagainya. Sedangkan kation asam adalah kation yang, akibat penjerapannya oleh misel, mengakibatkan terjadinya suasana masam pada tanah. Contoh kation ini adalah H+ dan Al3+.
Pada dasarnya, setiap kation akan dapat terjerap oleh kom­pleks jerapan (misel) ini, namun,  pada kenyataannya kation tertentu lebih banyak dijumpai di dalam tanah dibandingkan dengan kation yang lain. Besarnya jumlah kation yang terjerap oleh kompleks jerapan ini sangat tergantung kepada beberapa hal, yakni :
a         Jumlah kation yang tersedia di dalam larutan.
b        Intensitas pencucian serta pengangkutan kation yang bersangku­tan.
c         Kekuatan pengikatan kation oleh kompleks jerapan.
Penjerapan ion oleh kompleks jerapan (misel) sangat tergan­tung kepada jumlah kation di dalam larutan dan kekuatan pengika­tan ion yang bersangkutan. Secara garis besar, jumlah muatan ion dan kemampuan hidrasinya sangat menentukan kemampuan penjerapan ion ini. Ion yang bermuatan dan kemampuan hidrasi yang lebih besar akan semakin meningkatkan kemampuan jerapan ion oleh kom­pleks jerapan. Secara berturut-turut tingkat jerapan ion adalah sebagai berikut :
Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > K+ = NH+ > Na+
Posisi ion H+ masih diperdebatkan. Penambahan ion H+ (asam) ke dalam suspensi partikel liat biasanya menyebabkan flokulasi. Kemampuan ini menimbulkan dugaan bahwa ion H+ memiliki sifat yang mirip dengan Ca2+ dalam urutan di atas. Namun, , kation monovalen yang telah terhidrasi seperti H+ ini seharusnya memiliki sifat seperti Na+.
Besarnya kemampuan misel dalam menjerap kation ini dinyata­kan dengan kapasitas tukar kation (KTK) yang memiliki satuan me/100 g liat. Besarnya KTK ini dapat dihitung dengan cara meng­gantikan seluruh kation yang terjerap oleh satu kation yang tertentu (misalnya amonium) kemudian menghitung kadar kation ini dengan analisis tanah. Pengukuran KTK ini dapat dilakukan pada kondisi pH = 7 (dengan menggunakan amonium asetat yang dibuffer pada pH 7), pada pH tanah yang sebenarnya (dengan menggunakan garam netral, misalnya KCl 1 N), atau dengan menggunakan BaCl2 pada pH 8,2. Nilai KTK yang diukur pada pH yang sebenarnya (ekstraksi dengan 1N KCl) merupakan nilai KTK yang efektif. Apabila tanah yang telah terekstrak dengan KCl ini kemudian diekstrak dengan BaCl2, maka nilai KTK yang diperoleh menunjukkan KTK yang tergantung pH tanah. Jumlah antara KTK efektif dengan KTK tergantung pH menunjukkan KTK total tanah. Sedangkan besarnya KTK yang terekstraksi dengan pH = 7 terletak di antara KTK efek­tif dan KTK tergantung pH.
Kandungan kation basa yang terjerap di dalam kompleks jerapan ini dapat dinyatakan dalam nilai kejenuhan basa, yakni merupakan perbandingan antara jumlah kation basa (me/100 g liat) dengan nilai KTK nya. Sebagai contoh, suatu tanah dengan nilai KTK = 15 me/100 g, dan jumlah basa (Ca, Mg, dsb) = 6,0 me/100 g akan memiliki kejenuhan basa (KB) = 6,0/15 X 100% = 40%. Tanah yang bereaksi basa biasanya memiliki nilai KB yang tinggi, sedangkan tanah yang bereaksi masam adalah sebaliknya.
Di antara kation yang terjerap oleh kompleks jerapan ini, kation basa merupakan kation yang paling banyak dijumpai, terutama pada tanah pertanian. Basa-basa yang dominan di dalam kompleks jerapan ini terutama adalah Ca2+ dan Mg2+. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ion kalsium biasanya dijumpai dalam konsentrasi 75 hingga 85% dari basa-basa yang terjerap. Dominasi kalsium pada kompleks jerapan ini diduga disebabkan oleh dua hal, yakni :
1).    Pelapukan mineral tanah, seperti feldspar dan mineral lainnya banyak menghasilkan kalsium karena cepatnya pelapukan mineral ini.
2).    Kalsium lebih mudah dijerap oleh kompleks jerapan daripada kation basa yang lain.

7.4 Kapasitas Tukar Anion
Pertukaran anion biasanya kurang begitu dikenal dan tidak sebanyak pengenalan kita tentang pertukaran kation pada kebanya­kan tanah. Beberapa jenis anion yang terdapat di dalam tanah sangat mudah terjerap oleh kompleks pertukaran anion, sedangkan anion yang lain relatif kurang dapat terjerap. Pengikatan ion fosfat oleh kompleks pertukaran anion, misalnya, terjadi sangat kuat sehingga ion ini sangat sulit untuk dibebaskan. Sebaliknya anion nitrat sangat sedikit terjerap oleh kompleks ini.
Di dalam tanah, daerah pertukaran anion dapat berasal dari beberapa sumber, yakni :
1)      Gugusan amina pada humus.
2)      Muatan positif kation yang terletak di bagian ujung patahan kristal liat silikat.
3)      Ionisasi guguhas OH- dari bahan-bahan seperti Al(OH)3 atau Fe(OH)3. Ionisasi ini sangat tergantung kepada banyaknya mineral yang mengandung bahan-bahan ini, dan pH tanah. Pada tanah tua yang terlapuk dan tercuci, ionisasi ini semakin meningkat karena komponen Fe dan Al terakumulasi pada tanah ini, dan sebagian dari ion OH- terionisasi ini akan bergabung dengan ion H+ untuk membentuk air pada suasana masam.
Sebagaimana halnya dengan kompleks pertukaran kation (KTK), besarnya muatan positif pada kompleks pertukaran anion (KTA) ini pun dapat dihitung dengan mengukur besarnya anion yang terjerap di kompleks jerapan ini. Besaran ini dinyatakan dalam satuan me/100 g liat.
Beberapa kompleks jerapan anion maupun kation dijumpai di ujung kristal liat silikat. Kompleks jerapan ini terjadi terutama pada jenis mineral liat kaolinit. Perubahan pH tanah mengakibat­kan terjadinya perubahan jumlah muatan positif maupun negatif pada muatan ujung patahan kristal ini. Dengan demikian, kapasitas tukar anion meningkat pada pH rendah dan kapasitas tukar kation meningkat pada pH tinggi.
Liat-liat yang belum melapuk memiliki kandungan mineral silikat tipe 2 : 1 yang tinggi, seperti illit, vermikulit dan montmorillonit. KTK liat-liat ini relatif tinggi. Liat kaolinit (tipe 1 : 1) meningkat semakin tinggi dengan semakin meningkatnya pelapukan sehingga nilai KTK dan KTA relatif sama besar. Pelapu­kan lebih lanjut mengakibatkan terakumulasinya Fe dan Al bebas di dalam fraksi liat sehingga mengakibatkan KTA melebihi nilai KTK tanah. Kondisi terakhir ini terjadi pada tanah tua terutama di daerah tropis.

7.5 Reaksi (pH tanah)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH pada dasarnya merupakan jumlah konsentrasi ion hidrogen (h+) yang terdapat di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, maka semakin asam sifat tanah tersebut, demikian pula sebaliknya.
Selain ion H+, di dalam tanah juga dijumpai ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya ion H+. Pada tanah yang bereaksi masam, jumlah ion H+ adalah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah ion OH-, sedangkan pada tanah alkalis, kandungan ion OH- adalah lebih banyak. Apabila kandungan ion H+ adalah sama dengan kandungan ion OH-, maka tanah tersebut menunjukkan nilai pH = 7 dan dinamakan dengan tanah bereaksi netral.

Tabel 5. Kisaran pH rata-rata pada tanah
-----------------------------------------------------------------
 Tanah                                                                         Kisaran pH
-----------------------------------------------------------------
- Optimum untuk seluruh tanaman                 6,0 - 7,5
- Gambut terdrainase                                      1,0 - 3,0
- Tanah hutan basah                                        4,0 - 6,5
- Tanah padang rumput subhumid                  5,0 - 7,0
- Tanah padang rumput semiarid                    6,5 - 8,0
- Tanah kaya garam-garam Ca2+                      7,5 - 8,5
- Tanah kaya garam-garam Na+                       8,0 - 10,0
-----------------------------------------------------------------

Pada tanah pertanian, pH tanah biasanya berkisar antara 4 hingga 8. Hampir semua tanah yang nilai pH nya di atas 8 memiliki kandungan Na+ yang tinggi di dalam kompleks pertukaran kationnya; sedangkan tanah yang pH nya di bawah 4 biasanya kaya akan asam sulfat.
Penilaian terhadap pH tanah adalah diperlukan untuk memberi gambaran tentang kondisi tanah pada saat itu. Salah satu cara penilaian pH ini adalah dengan menggunakan deskripsi pH seperti bagan berikut ini.
Nilai pH tanah sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Selain kelima faktor pembentuk tanah, nilai pH tanah juga diten­tukan oleh kondisi musim setiap tahunnya, cara bercocok tanam, cara pengambilan sampel tanah, kandungan air pada saat pengambi­lan sampel serta metoda pengukuran pH yang digunakan.
Pencucian kation basa pada tanah mengakibatkan hi­langnya basa-basa ini sehingga cenderung menurunkan nilai pH tanah sejalan dengan waktu. Penurunan pH tanah ini lebih nyata pada tanah muda. Selain itu pemberian pupuk-pupuk yang bereaksi "asam" juga dapat mengakibatkan turunnya nilai pH tanah ini. Sebaliknya kita juga dapat meningkatkan pH tanah melalui pemberian amandemen kapur seperti CaCO3 atau CaSO4.
Tanaman atau vegetasi yang tumbuh di atas permukaan tanah juga dapat mempengaruhi nilai pH tanah secara langsung maupun tidak langsung. Akar-akar tanaman mampu mengeluarkan eksudat akar yang berupa asam-asam organik yang dapat mempengaruhi pH di sekitar perakaran. Selain itu, sisa-sisa tanaman yang berupa bahan-bahan organik juga akan mampu mengubah pH tanah pada saat dekomposisinya. Pengangkutan kation oleh akar ke bagian atas tanaman akan mengurangi kadar ion ini di dalam tanah sehing­ga berpotensi untuk mengasamkan tanah.
Tanah yang ada di Indonesia pada umumnya bereaksi masam dengan pH berkisar antara 4,0 hingga 5,5. Dengan demikian,  tanah yang ber pH antara 6,0 hingga 6,5 telah dikatakan sebagai cukup netral sekalipun sebenarnya masih agak asam.
Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sulfat masam (cat clay) karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering (arid) kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih tinggi dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na.



7.6 Peran pH tanah
Peran pH tanah antara lain adalah :
1)      Menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman.
Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam, unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat oleh Al, sedangkan pada kondisi alkalis, unsur P juga tidak dapat diserap oleh tanaman karena difiksasi oleh Ca.
Pada pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, dekomposisi bahan organik akan terhambat. Dengan demikian,  pembebasan unsur hara yang berasal dari bahan organik, seperti N dan S, juga akan terhambat. Kondisi ini menjelaskan tentang rendahnya kandungan unsur ini di dalam tanah pada pH demikian.
Bagi unsur kalium, kelarutannya dapat terjadi pada pH bera­papun. Namun,  ketersediaan unsur ini di dalam tanah sangat dihambat oleh penyerapan yang tinggi oleh mineral liat. Pencu­cian tanah serta penurunan pH tanah akan mengakibatkan menu­runnya ketersediaan unsur ini di dalam tanah, sedangkan pen­ingkatan pH melalui pengapuran akan mengubah K menjadi tidak larut sehingga ketersediaannya bagi tanaman pun berkurang.
Bagi unsur hara mikro, kecuali molibdenumum, ketersediaannya biasanya akan berkurang pada pH yang tinggi. Sedangkan bagi molibdenumum, ketersediaan unsur ini semakin tinggi dengan semakin meningkatnya pH tanah.  Pada pH rendah unsur ini mudah diendapkan oleh besi dan Al.
2)      Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun.
Pada tanah masam banyak ditemukan ion Al di dalam tanah. Ion ini selain dapat memfiksasi unsur P, juga dapat meracuni tanaman. Beberapa tanaman yang ditanam pada tanah masam (PMK) menunjukkan gejala keracunan unsur ini. Pada tanah rawa yang ber pH rendah, seringkali pertumbuhan tanaman terhambat oleh tingginya kandungan ion sulfat.
Reaksi tanah yang masam seringkali dikaitkan dengan semakin meningkatnya kelarutan unsur hara mikro, selain molibdenum, sehingga dapat meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah yang bereaksi terlalu alkalis (pH tinggi), tanaman seringkali menunjukkan defisiensi unsur mikro terutama besi.
3)      Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.
Kehidupan dan aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah sangat ditentukan oleh reaksi (pH) tanahnya. Pada umumnya bakteri akan dapat berkembang secara baik pada kondisi pH 5,5 atau lebih. Penurunan pH ini mengakibatkan aktivitas bakteri akan terganggu.
Jamur akan dapat berkembang secara baik pada segala tingkat pH tanah, namun,  pada pH yang lebih dari 5,5, aktivitas jamur ini harus bersaing dengan bakteri. Sedangkan pada pH rendah, aktivitas mikroorganisme tanah didominasi oleh jamur daripada oleh bakteri.
Bakteri pemfiksasi N udara serta bakteri nitrifikator hanya akan berkembang secara baik pada pH yang lebih dari 5,5. Penurunan pH tanah akan mengakibatkan berkurangnya aktivitas bakteri ini.

Jawablah secara ringkas pertanyaan berikut.
1)      Apakah yang dimaksud dengan "misel" menurut pengertian Sauda­ra?, jelaskan.
2)      Jelaskan secara ringkas mengapa kadar ion Ca2+ pada kompleks jerapan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kation yang lain.
3)      Jelaskan sumber-sumber muatan negatif dan muatan positif pada koloid tanah. Bagaimanakah peran bahan organik tanah menurut Saudara?
4)      Apakah yang dimaksud dengan kejenuhan basa (KB) menurut Sauda­ra? Jelaskan pula peran KB terhadap nilai pH tanah.
5)      Berikan gambaran hubungan antara KTK, KTA dan tingkat pelapu­kan tanah. Jelaskan secara ringkas jawaban Saudara.
6)      Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pH tanah?
7)      Berikan gambaran peran pH tanah terhadap ketersediaan hara bagi tanaman.


VIII. HUBUNGAN HARA DAN TANAMAN


8.1 Pengertian hara esensiil
Yang dimaksudkan dengan hara esensiil adalah unsur hara yang sangat diperlukan bagi tanaman, dan fungsinya di dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain. Kekurangan unsur hara ini selama pertumbuhan tanaman mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara normal.
Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman berasal dari udara, air dan tanah. Secara garis besar, unsur hara esensiil tanaman dibedakan menjadi dua kelompok, yakni unsur hara makro, dan unsur hara mikro. Hingga dewasa ini kita mengenal adanya 16 unsur hara yang dikategorikan sebagai esensiil bagi tanaman, yakni :
-          Unsur hara makro : C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S
-          Unsur hara mikro : Fe, B, Mo, Mn, Cu, Zn dan Cl
Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar. Unsur ini menyusun sebagian besar jaringan tanaman. Sebaliknya unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang sedikit. Biasanya unsur mikro ini berperan dalam penyusunan enzim di dalam fisiologi tanaman.
8.2 Mekanisme penyediaan dan penyerapan hara
Sebagian unsur hara yang diperlukan oleh tanaman ini diserap langsung dari daun, namun,  sebagian besar lainnya berasal dari larutan tanah yang diserap oleh akar tanaman. Unsur C dan O diperoleh tanaman dari udara melalui proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah oleh akar tanaman.
Selain unsur C dan O, stomata daun serta lentisel pada bagian atas tanaman juga mampu menyerap hara tanaman. Pene­litian dengan menggunakan bahan-bahan radioaktif menunjukkan bahwa ion fosfat, nitrat dan sulfat dapat secara langsung diserap oleh mulut daun (stomata). Bentuk-bentuk ion yang dapat diserap oleh tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bentuk-bentuk ion dan molekul hara yang dapat diserap tanaman (Donahue et al., 1977)
Unsur Hara    Bentuk yang dapat diserap                 Keterangan
C                     CO2                                                     Diserap dari udara
H                     H+, H2O                                              Diserap dari air
O                     O2, CO2                                               Diserap dari udara
N                     NH4+, NO3-                                         Diserap dari tanah
P                      H2PO4-, HPO4--                                    sda.
K                     K+                                                        sda.
Ca                    Ca2+                                                     sda.
Mg                   Mg2+                                                    sda.
S                      SO4--                                                    sda.
Fe                    Fe2+,Fe3+                                              sda.
Mn                   Mn2+                                                    sda.
B                     BO3---, H2BO3-, B(OH)4-                    sda.
Mo                   MoO4-                                                  sda.
Cu                   Cu2+                                                     sda.
Zn                    Zn2+                                                     sda.
Cl                    Cl-                                                        sda.

Ion yang terdapat di dalam tanah tersebut dapat diserap oleh akar tanaman melalui tiga proses, yakni :
-          aliran massa (mass flow)
-          difusi
-          intersepsi akar.

a. Aliran massa
Ion yang mudah larut seperti nitrat, sulfat, kalium dan sebagainya akan bergerak di dalam tanah sesuai dengan pergerakan aliran air tanah. Gerakan ion bersama-sama dengan massa air ini dinamakan dengan aliran massa. Air ini bergerak dari daerah di luar jangkauan akar ke permukaan akar tanaman karena tanaman menyerap air ini untuk mengimbangi penguapan. Ion yang ter­kandung di dalam air ini dapat segera diserap oleh akar tanaman.
b. Difusi
Difusi adalah proses bergeraknya suatu zat (unsur hara) dari tempat yang konsentrasinya lebih tinggi ke tempat yang konsentra­sinya lebih rendah. Ion yang terdapat di dalam larutan tanah pada dasarnya berada dalam kondisi yang seimbang. Penyerapan ion oleh akar tanaman mengakibatkan berkurangnya konsentrasi ion di sekitar akar. Hal ini menyebabkan terjadinya pergerakan ion dari daerah di luar perakaran ke permukaan akar untuk menyeim­bangkan konsentrasinya. Dengan demikian,  pergerakan ion ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh pergerakan air tanah.
c. Intersepsi akar
Pertumbuhan akar tanaman memungkinkan permukaan akar bers­inggungan secara langsung dengan unsur hara yang semula di luar jangkauan akar. Pemanjangan akar ini berarti pula pemendekan jarak tempuh ion untuk masuk ke dalam tanaman, baik melalui aliran massa maupun secara difusi.
Di antara hara esensiil tanaman, unsur N, S, Ca dan Mo merupakan unsur yang paling banyak diserap melalui aliran massa. Unsur P dan K kebanyakan diserap oleh tanaman mela­lui difusi, sedangkan unsur yang banyak diserap melalui intersep­si akar adalah unsur Ca.

8.3 Hara tanaman yang utama
a. Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan hara esensiil yang paling banyak diperlu­kan oleh tanaman setelah C, H dan O. Di dalam tanah, nitrogen dapat berasal dari bahan-bahan organik, pupuk, air hujan atau fiksasi N atmosfir oleh jasad renik tanah.
Nitrogen diperlukan oleh tanaman terutama untuk :
-          Memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman
-          Pembentukan protein
Kekurangan nitrogen oleh tanaman biasanya ditunjukkan oleh gejala terhambatnya pertumbuhan, terbatasnya perakaran tana­man, serta menguningnya daun. Oleh karena nitrogen merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman, maka gejala ini nampak pertama kali pada daun-daun yang tua.
Kelebihan nitrogen pada tanaman akan memberikan akibat buruk, yakni:
-          Terhambatnya pematangan fisiologis tanaman
-          Lemahnya batang sehingga mudah roboh
-          Tanaman mudah terserang penyakit.
Nitrogen di dalam tanah diambil oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion amonium. Bentuk amonium (NH4+) adalah bentuk nitrogen yang mudah dijerap oleh koloid tanah, sedangkan bentuk nitrat (NO3-) adalah bentuk yang kurang terjerap sehingga mudah hilang dari tanah karena tercuci. Pada tanah yang beraerasi baik, biasanya bentuk nitrat adalah yang lebih dominan daripada bentuk amonium.
b. Fosfor (P)
Fosfor di dalam tanah dapat berasal dari berbagai sumber seperti pelapukan bahan organik, pupuk, serta mineral-mineral tanah. Fosfor merupakan hara esensiil bagi tanaman, terutama untuk :
-          Pembelahan sel
-          Pembentukan albumin
-          Pembentukan bunga, buah, dan biji
-          Mempercepat pematangan fisiologis
-          Memperkokoh tegaknya batang
-          Perkembangan akar
-          Memperbaiki kualitas sayur-sayuran
-          Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
-          Membentuk nukleoprotein
-          Metabolisme karbohidrat
-          Menyimpan dan memindahkan energi (ATP dan ADP).
Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42- atau PO43-. Pada tanah yang bereaksi masam, bentuk fosfor yang utama adalah H2PO4-, sedangkan pada kondisi alkalis bentuk fosfor tanah didominasi oleh ion PO4-.
Ion fosfat tanah memiliki sifat yang sangat mudah terj­erap oleh koloid tanah, baik pada suasana masam (oleh ion Al3+) maupun pada suasana basa (oleh ion Ca2+), seperti reaksi berikut.

pH rendah
Al3+       +         H2PO4-             +          2H2O ------> Al(OH)2.H2PO4 + 2H+
(larut)              (larut)                                                  (tidak larut)

Al(OH)3 +       H2PO4-             ------------>                   Al(OH)2.H2PO4 + OH-
(larut)              (larut)                                                  (tidak larut)

pH tinggi
Ca(H2PO4)2     +          2 Ca2+              <=========>           Ca3(PO4)2 + 4H+
(larut)                                                                                      sukar larut)

Ca(H2PO4)2 + 2 CaCO3 <==========> Ca3(PO4)2 + 2 CO2 + 2 H2O
(larut)                                                              (sukar larut)

Mudahnya ion fosfat terfiksasi ini mengakibatkan tanaman sangat mudah kekurangan (defisiensi) unsur ini terutama pada tanah yang bereaksi terlalu asam atau terlalu basa. Selain itu, karena unsur P ini mudah terfiksasi, maka pemberiannya ke dalam tanah melalui pemupukan sebaiknya tidak disebarkan, melain­kan diberikan dalam larikan agar kontak dengan tanah dapat di­perkecil.
Tanaman yang kekurangan hara P akan ditunjukkan oleh gejala :
-          Terhambatnya pertumbuhan tanaman karena terganggunya pembelahan sel.
-          Timbulnya warna ungu pada daun yang dimulai pada ujung daun.
-          Pada tanaman jagung, gejala ini ditunjukkan oleh kurang sempur­nanya perkembangan tongkol.

c. Kalium (K)
Kalium di dalam tanah dapat berasal dari mineral primer tanah, maupun dari pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Unsur kalium diperlukan oleh tanaman untuk :
-          Pembentukan pati
-          Pengaktif enzim
-          Pengaturan stomata
-          Proses metabolisme sel
-          Mempengaruhi penyerapan hara lain
-          Mempertinggi ketahanan tanaman terhadap kekeringan
-          Perkembangan akar tanaman.
Unsur kalium diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion K+ yang larut di dalam larutan tanah. Ion ini sangat mudah terikat dan masuk ke dalam kisi kristal mineral liat sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Tanaman yang kekurangan hara kalium akan menunjukkan gejala pemendekan ruas batang serta timbulnya warna coklat pada daun yang dimulai dari daun yang tua. Tanaman tidak menunjukkan kerac­unan kalium meskipun jumlah K yang diserap oleh tanaman melebihi kebutuhannya.
d. Kalsium (Ca)
Kalsium di dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer, seperti plagioklas, atau dari mineral-mineral sekunder seperti kalsit, dolomit, gipsum serta batuan fosfat. Tanaman menyerap kalsium dalam bentuk ion Ca2+ di dalam larutan tanah.
Kalsium digunakan oleh tanaman untuk :
-          Penyusunan dinding sel tanaman
-          Pembelahan sel
-          Perpanjangan akar.
Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan tidak tumbuhnya tunas maupun akar tanaman. Selain itu kekurangan ini biasanya ditunjuk­kan oleh munculnya warna coklat pada ujun daun tanaman.




e. Magnesium (Mg)
Unsur magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+ di dalam larutan tanah. Ion ini dapat berasal dari mineral biotit, hornblende, serta garam-garam sederhana seperti MgSO4.
Magnesium diperlukan oleh tanaman untuk :
-          Pembentukan klorofil
-          Pengaktif enzim
-          Pembentukan minyak.
Kekurangan magnesium  pada tanaman akan mengakibatkan timbul­nya warna kuning pada daun karena terganggunya pembentukan kloro­fil. Pada tanaman jagung, gejala ini diikuti oleh timbulnya garis-garis kuning pada daunnya. Oleh karena unsur ini relatif mobil di dalam tanaman, maka gejala ini timbul mula-mula pada daun yang lebih tua.
f. Belerang (S)
Tanaman menyerap belerang dalam bentuk ion SO4= di dalam larutan tanah. Selain itu stomata juga mampu menyerap gas SO2 atmosfir. Di dalam tanah, belerang dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS2) dan gipsum (CaSO4) di samping dalam bentuk belerang organik.
Belerang ini digunakan oleh tanaman terutama untuk pembentu­kan protein serta klorofil. Oleh karena itu kekurangan belerang akan ditunjukkan oleh gejala kerdilnya tanaman, terhambat­nya pematangan serta kuningnya daun. Gejala ini dimulai pada daun yang lebih tua.
g. Unsur hara mikro
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang sedikit. Di alam, unsur ini biasanya dijumpai dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan unsur hara makro. Unsur ini berasal dari bahan organik serta mineral-mineral tanah. Pada tanah yang bertekstur pasir, tanah yang ber pH terlalu tinggi (tanah kapur), atau tanah organik seringkali dijumpai gejala kekurangan hara mikro.
Peran hara mikro bagi tanaman adalah sebagai berikut :
- Zn :   - Pembentukan hormon tumbuh
            - Katalis pembentukan protein
            - Pematangan biji
- Fe :    - Pembentukan klorofil
            - Oksidasi dan reduksi pernafasan
            - Penyusunan enzim dan protein
- Cu :   - Katalis pernafasan
            - Penyusunan enzim
            - Pembentukan klorofil
            - Metabolisme karbohidrat dan protein
- B :     - Pembentukan protein
            - Metabolisme N dan karbohidrat
            - Perkembangan akar
            - Pembentukan buah dan biji
- Mn : - Metabolisme N dan asam organik
            - Fotosintesis (asimilasi CO2)
            - Perombakan karbohidrat
            - Pembentukan kerotin, riboflavin, dan asam askorbat
- Mo : - Meningkatkan pengikatan N oleh bakteri simbiotik
            - Pembentukan protein
- Cl : - Belum jelas, namun,  pertumbuhan akar terhambat jika tidak ada Cl
Unsur hara mikro dapat diserap oleh akar tanaman dalam bentuk :
- Kation : Fe2+, Mn2+, Zn2+ dan Cu2+
- Anion : BO33-, MoO43-, dan Cl-
Di samping itu unsur ini dapat diserap melalui daun.
8.4 Keseimbangan unsur hara
Unsur hara yang terdapat di dalam tanah akan saling berinteraksi. Penyerapan ion yang satu akan mengakibatkan beru­bahnya konsentrasi ion yang lain di dalam larutan tanah. Oleh karena itu harus ada keseimbangan ion tersebut di dalam tanah agar proses penyerapan ion oleh tanaman dapat berjalan sebagaima­na semestinya.
Ketidak seimbangan ion ini akan mengakibatkan terganggunya penyerapan ion lain seperti contoh-contoh berikut ini :
-          Kelebihan Cu atau sulfat akan menghambat penyerapan Mo
-          Terlalu banyaknya Zn dan Zn akan mengakibatkan terganggunya penyerapan Fe
-          Terlalu tingginya konsentrasi fosfat akan mengakibatkan ter­ganggunya penyerapan Zn, Fe dan Cu
-          Terlalu banyaknya N mengakibatkan terganggunya penyerapan Cu
-          Kelebihan N dan K mempersulit penyerapan Cu
-          Terlalu banyaknya Ca akan menghambat penyerapan B
-          Kelebihan Fe, Cu dan Zn akan mengurangi penyerapan Mn.




Jawablah secara ringkas pertanyaan berikut
1.    Jelaskan konaep tentang hara esensiil, hara makro dan hara mikro pada tanaman?
2.    Jelaskan tiga proses penyerapan ion oleh akar tanaman.
3.    Apakah peran N, P, K bagi tanaman? jelaskan akibat kekurangan hara ini bagi tanaman.
4.    Menurut Saudara, kenapakah harus ada keseimbangan unsur di dalam tanah? Berikan contohnya.



IX. KLASIFIKASI TANAH


9.1. Pengertian klasifikasi
Tanah yang ada di sekitar kita sangat beragam, karena kom­pleksnya interaksi antara faktor-faktor pembentukan tanah yang ada. Sekalipun demikian, tanah tadi memiliki ciri yang sama atau hampir sama antara satu dengan yang lain. Ciri-ciri ini bisa berupa warnanya, kandungan mineralnya, tingkat kesubrannya dan sebagainya. Tanah ini, yang dikelompokkan satu dengan yang lain berdasarkan kesamaan ciri-cirinya, membentuk suatu kelompok tanah tertentu dengan sifat-sifat umum yang sama. Dengan menge­lompokkan tanah ini berarti kita telah mengklasifikasikan tanah tersebut. Jadi klasifikasi tanah pada dasarnya adalah usaha untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan sifat-sifat yang dimi­likinya. Dengan cara ini tanah dengan sifat yang sama dimasukkan ke dalam satu kelompok yang sama.
Pengelompokan tanah ini sangat penting untuk tujuan pengelo­laan tanah yang bersangkutan. Tanah dengan sifat-sifat tertentu harus dikelola dengan cara tertentu pula agar sesuai bagi tana­man. Tanah bertekstur pasir, misalnya, akan memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah yang bertekstur liat.
Klasifikasi tanah pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua :
a         Klasifikasi alami : yakni klasifikasi tanah yang didasarkan kepada sifat-sifat tanah yang dimiliki tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah yang bersangkutan. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah yang dimiliki oleh masing-masing kelas tanah. Sifat-sifat ini dapat digunakan sebagai dasar terhadap pengelolaan tanah yang bersangkutan.
b        Klasifikasi teknis : yakni klasifikasi tanah yang didasarkan kepada sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Contoh : klasifikasi tanah untuk kesesuaian lahan bagi tanaman perkebunan.
Klasifikasi tanah yang Selanjutnya,  kita gunakan dalam baha­san ini adalah klasifikasi alami.

9.2 Sistem Klasifikasi Tanah
Di Indonesia dikenal tiga sistem klasifikasi tanah, yakni :
-          Klasifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor
-          Klasifikasi tanah oleh FAO/UNESCO
-          Klasifikasi oleh USDA (Amerika Serikat)
Dalam klasifikasi tanah ini dikenal berbagai tingkat (kate­gori) klasifikasi. Pada kategori tinggi, tanah dibedakan secara garis besarnya saja; kemudian pada kategori yang lebih rendah, tanah dibedakan secara lebih rinci, demikian seterusnya hingga kategori yang paling rendah.
Sifat-sifat tanah yang digunakan untuk membedakan tanah pada kategori tinggi juga merupakan pembeda pada kategori-kategori yang lebih rendah. Dengan demikian, , jumlah faktor pembeda akan semakin meningkat dengan semakin rendahnya kategori yang diguna­kan.
Kategori yang digunakan pada klasifikasi tanah dari yang paling tinggi ke yang paling rendah berturut-turut adalah :
-          Order
-          Sub orber
-          Great group
-          Sub group
-          Family
-          Serie
-          (Fase)
Bandingkan dengan kategori yang digunakan pada klasifikasi tumbuhan, yakni :
-          Phylum
-          Kelas
-          Sub kelas
-          Ordo
-          Famili
-          Genus
-          Spesies

9.3 Klasifikasi tanah sistem USDA
Klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh "United States Departement of Agriculture" (USDA) Amerika Serikat diberi nama dengan "Soil Taxonomy" (Taksonomi tanah). Sistem klasifikasi ini merupakan sistem yang baru, baik mengenai tata nama, definisi-definisi horizon penciri, maupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan dalam menentukan kelas tanah. Dalam sistem ini diguna­kan enam kategori, yakni : Order, Sub order, Great group, Sub group, Family, dan Seri.


9.3.1 Horizon penciri (Diagnostic horizon)
Horizon penciri merupakan horizon yang memiliki sifat-sifat tertentu yang digunakan dalam klasifikasi tanah sistem USDA. Horizon penciri ini terdiri atas horizon permukaan dan horizon bawah penciri.

a. Epipedon
Epipedon merupakan horizon permukaan tanah, tetapi tidak sinonim dengan horizon A yang kita kenal. Epipedon bisa jadi lebih tipis dari horizon A, namun,  bisa jadi pula lebih tebal dari horizon A (meliputi horizon B). (Catatan : pemakaian epipedon hanya ditujukan untuk klasifikasi tanah, sedangkan untuk diagnos­tik profil tanah, kita tetap menggunakan horizon A, B dan seter­usnya).
Epipedon yang kita kenal adalah :
-          Epipedon histik : yakni horizon permukaan yang mengandung bahan organik tinggi (> 20%)
-          Epipedon mollik : horizon permukaan yang mengandung bahan organik > 1%, dengan warna pada kondisi lembab memiliki nilai value < 3,5 dan ketebalan 18 cm atau lebih; kejenuhan basa > 50%.
-          Epipedon umbrik : horizon permukaan yang memiliki sifat seperti epipedon mollik, namun,  memiliki kejenuhan basa < 50%.
-          Epipedon anthropik : horizon permukaan seperti epipedon mollik, tetapi mengandung > 250 ppm P2O5 larut dalam asam sitrat.
-          Epipedon ochrik : horizon permukaan yang berwarna terang (nilai value pada kondisi lembab > 3,5), bahan organik < 1% dan bersi­fat keras / masif.
-          Epipedon plaggen : horizon permukaan yang tebalnya tidak lebih dari 50 cm, berwarna hitam, terbentuk karena pemupukan bahan organik (pupuk kandang) secara terus menerus.
Horizon-horizon lain di permukaan yang juga digunakan seba­gai penciri adalah :
-          Horizon arenik : horizon permukaan yang kaya pasir, dengan ketebalan > 50 cm dan terletak di atas horizon argillik.
-          Horizon glossarenik : horizon seperti arenik, tetapi tebalnya lebih dari 100 cm.

b. Horizon bawah penciri
Yang termasuk dalam horizon bawah penciri adalah :
-          Horizon agrik : horizon di bawah lapisan olah yang merupakan akumulasi debu, liat, dan humus.
-          Horizon albik : horizon yang berwarna pucat (horizon A2), dengan warna value pada kondisi lembab > 5.
-          Horizon argillik : horizon penimbunan liat, yakni horizon B yang kadar liatnya sekurang-kurangnya 1,2 kali kadar liat di atasnya. Pada horizon ini dijumpai selaput liat.
-          Horizon kalsik : horizon dengan ketebalan ò 15 cm yang mengan­dung karbonat (CaCO3 atau MgCO3) dalam jumlah tinggi.
-          Horizon kambik : horizon yang memiliki sifat hampir sama dengan argillik atau spodik, tetapi belum memenuhi syarat untuk dike­lompokkan ke dalam kedua horizon tersebut.
-          Horizon gipsik : horizon yang kaya akan gipsum (CaSO4) sekund­er.
-          Horizon natrik : horizon argillik yang kaya Na.
-          Horizon oksik : horizon dengan tebal ò 30 cm, KTK (NH4OAc) < 16 me/100 g liat, dan KTK (NH4Cl tanpa buffer) < 10 me/100 g liat.
-          Horizon petrokalsik : horizon kalsik yang mengeras.
-          Horizon petrogipsik : horizon gipsik yang mengeras.
-          Horizon salik : horizon dengan tebal ò 15 cm, banyak mengandung garam-garam sekunder mudah larut.
-          Horizon sombrik : horizon yang berwarna gelap, sifat-sifat seperti epipedon umbrik, terjadi iluviasi humus tanpa Al dan tidak terletak di bawah horizon albik.
-          Horizon spodik : horizon iluviasi seskuioksida bebas dan bahan organik.
- Horizon sulfurik : horizon yang kaya sulfat masam (Cat Clay), dengan pH < 3,5 dan terdapat karatan yang terdiri atas jerosit.

c. Horizon penciri untuk tanah organik
-          Horizon fibrik : kandungan bahan organik kasar (fibrik) lebih dari 2/3.
-          Bahan hemik : kandungan bahan organik dengan tingkat pelapukan kasar 1/3 - 2/3.
-          Bahan saprik : kandungan bahan organik kasar kurang dari 1/3.
-          Bahan humilluvik : iluviasi humus setelah lama digunakan untuk bercocok tanam (pada tanah organik).
-          Bahan limnik : endapan organik atau anorganik dari makhluk hidup di air.

d. Penciri khusus
-          Konkresi : senyawa tertentu yang mengeras, berlapis konsentris (memusat). Bahan yang disementasikan misalnya kapur, besi, mangan, dan silikat.
-          Padas (pan) : horizon atau lapisan yang sangat memadat. Pemada­tan oleh besi, bahan organik, silikat, kapur, liat, debu (terbentuk karena pembentukan tanah atau karena tekanan).
-          Orterde : Penimbunan besi dan bahan organik tanpa sementasi.
-          Ortstein : penimbunan besi dengan bahan organik dengan sementa­si.
-          Fragipan : lapisan tanah yang teguh, mudah pecah, kepadatan tinggi. Tampak memadas bila kering, tetapi mudah pecah bila lembab.
-          Duripan : lapisan tanah yang teguh, tak tembus air dan akar.
-          Padas liat (clay pan) : lapisan atau horizon yang padat, kaya akan liat, batas dengan horizon di atasnya jelas.
-          Krotovinas : corak yang berbentuk pipa tak teratur dalam suatu horizon, terbentuk dari bahan yang berasal dari horizon yang lain.
-          Plintit : bahan liat lapuk yang kaya seskuioksida, miskin humus, biasanya berupa karatan merah di atas dasar kelabu atau dasar merah dengan karatan kelabu atau putih.
-          Slickenside : permukaan licin dan mengkilap karena pergeseran massa tanah.
-          Selaput liat (Clay skin) : selaput liat di bidang belahan struktur atau pori-pori. Bagian lapisan yang mengeras berwarna merah, biasanya mengandung karatan kuning, abu-abu, atau putih.
-          Kontak lithik : batas tanah dengan bahan di bawahnya yang keras dan padu.
-          Kontak paralithik : batas tanah dengan bahan di bawahnya yang lunak dan padu.

9.3.2 Regim temperatur (untuk kedalaman tanah ñ 50 cm)
-          Pergilic : suhu tanah rata-rata tahunan < 0ø C (permafrost).
-          Cryic : suhu tanah rata-rata tahunan 0 - 8ø C, suhu musim panas < 15ø C.
-          Frigid : suhu tanah rata-rata tahunan 0 - 8ø C, pada musim panas suhu rata-rata lebih dari 15ø C.
-          Mesic : suhu tanah rata-rata tahunan 8 - 15ø C.
-          Thermic : suhu tanah rata-rata tahunan 15 - 22ø C.
-          Hyperthermic : suhu tanah rata-rata tahunan > 22ø C.
-          Iso (frigid, mesic, thermic, hyperthermic) : perbedaan suhu tanah rata-rata musim panas dan musim dingin < 5ø C, suhu tanah rata-rata tahunan adalah frigid, mesic, thermic, hyperthermic.
-          Tropic : mempunyai sifat iso dan suhu tanah rata-rata tahunan lebih dari 8ø C.

9.3.3 Regim kelembaban (untuk kedalaman antara 10 - 90 cm)
-          Aquic : tanah sering jenuh air sehingga terjadi reduksi yang ditunjukkan oleh karatan dan nilai chroma rendah.
-          Aridic atau Torric : kering lebih dari 6 bulan (bila tanah tidak pernah beku). Tidak pernah lembab 90 hari berturut-turut atau lebih pada setiap tahun.
-          Perudic : curah hujan setiap bulan selalu melebihi evapotrans­pirasi.
-          Udic : tanah tidak pernah kering 90 hari (kumulatif) setiap tahun.
-          Ustic : tanah setiap tahun kering lebih dari 90 hari (kumula­tif) tetapi kurang dari 180 hari.
-          Xeric : hanya terdapat di daerah beriklim mediteran. Setiap tahun kering lebih dari 45 hari berturut-turut di musim panas, lembab lebih dari 45 hari berturut-turut di musim dingin.
9.3.4 Tata nama (Klasifikasi USDA)
Dalam sistem klasifikasi Soil Taxonomy (USDA), penamaan tanah selalu memiliki arti yang umumnya menunjukkan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Dalam kategori order, nama tanah selalu diberi akhiran "sol" (solum = tanah), sedangkan suku kata sebe­lumnya menunjukkan sifat utama tanah tersebut. Untuk kategori yang lebih rendah, akhiran "sol" tidak lagi digunakan, dan seba­gai gantinya digunakan akhiran yang merupakan singkatan dari order yang bersangkutan (lihat Tabel 7).

Tabel 7. Arti nama tanah dalam tingkat order dan akhiran untuk kategori yang lebih rendah
=================================================================
Nama order Akhiran untuk Arti asal kata
 kategori lain
-----------------------------------------------------------------
Alfisol Alf dari Al - Fe
Aridisol Id Aridus, sangat kering
Entisol Ent dari Recent ,baru
Histosol Ist Histos, jaringan
Inceptisol Ept Inceptum, permulaan
Mollisol Oll Mollis, lunak
Oxisol Ox Oxide, oksida
Spodosol Od Spodos, abu
Ultisol Ult Ultimus, akhir
Vertisol Ert Verto, berubah
=================================================================

Dalam klasifikasi ini, nama pada kategori suborder terdiri atas dua suku kata, great group terdiri atas tiga suku kata dengan suku kata terakhir menunjukkan nama order tanah. Untuk nama sub group digunakan dua kata dengan kata kedua merupakan nama great group, sedangkan kata pertama menunjukkan sifat utama sub groupnya.
Pada tingkat famili, tanah diberi nama secara deskriptif yang umumnya menerangkan susunan besar butir, susunan mineral liat, regim suhu tanah, atau sifat-sifat lain yang spesifik dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada tingkat seri tanah diberi nama menurut nama tempat pertama kali tanah tersebut diketemukan.
Contoh klasifikasi tanah menurut sistem USDA adalah sebagai berikut :
Order : Ultisol
Sub order : Udult (ud dari udic : lembab)
Great group : Tropudult (trop dari tropic)
Sub group : Aquic tropudult (aquic : berair)
Famili : Aquic tropudult, berliat halus, kaolinitik,
 iso hipertermik
Seri : Granada (pertama kali diketemukan di daerah ini)

9.3.5 Sifat-sifat tanah dalam tingkat order (Klasifikasi USDA)
Berdasarkan klasifikasi ini, tanah dikelompokkan dalam sepuluh order. Sifat-sifat tanah ini secara umum adalah sebagai berikut :
-          Alfisol : Tanah yang memiliki penimbunan liat di horizon bawah (horizon argillik); kejenuhan basa tinggi (> 35%) pada kedala­man 180 cm. Liat yang tertimbun adalah berasal dari pencucian horizon di atasnya.
-          Aridisol : Tanah yang mempunyai kelembaban tanah arid (sangat kering), mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan hori­zon penciri lain.
-          Entisol : Tanah yang masih sangat muda, yaitu baru pada tingkat permulaan dalam perkembangan tanah. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik, atau histik.
-          Histosol : Tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (tekstur pasir), atau lebih dari 30% (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tersebut tebalnya lebih dari 40 cm.
-          Inceptisol : Merupakan tanah muda tetapi lebih berkembang daripada entisol. Umumnya tanah ini mempunyai horizon kambik. Karena tanah ini belum berkembang lanjut, kebanyakan tanah ini cukup subur.
-          Mollisol : Tanah dengan tebal epipedon leboh dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik sehingga tanah tidak keras bila kering.
-          Oxisol : Tanah tua sehingga mineral-mineral yang mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation rendah (<16 me/100 g liat). Banyak mengandung oksida-oksida Fe atau Al, batas horizon tidak jelas.
-          Spodosol : Tanah yang horizon bawahnya mengalami penimbunan oksida Fe dan Al serta humus (horizon spodik), sedangkan di lapisan atas terdapat horizon eluviasi yang berwarna pucat (albic).
-          Ultisol : Tanah yang mengalami penimbunan liat di horizon bawah (argillic), bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm kurang dari 35%.
-          Vertisol : Tanah dengan kandungan liat tinggi (> 30%) di selu­ruh horizon, memiliki sifat mengembang dan mengkerut. Pada saat kering, tanah mengkerut dan pecah-pecah, sedangkan pada saat basah, tanah mengembang dan lengket.
Secara ringkas penciri utama order tanah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Order tanah dan penciri utama menurut sistem USDA
=================================================================
Order Penciri utama :
 Horizon penciri Sifat penciri lain
-----------------------------------------------------------------
Alfisol Horizon argillic Kejenuhan basa tinggi (>35%)
Aridisol - Regim kelembaban aridic
Entisol Epipedon ochric, albic -
 atau histic
Histosol Epipedon histic tebal -
 (> 40 cm)
Inceptisol Horizon kambic -
Mollisol Epipedon mollic KB seluruh solum > 50%
Oxisol Horizon oxic -
Spodosol Horizon spodic -
Ultisol Horizon argillic KB rendah (< 35%)
Vertisol - Sifat vertic (mengembang dan
 mengkerut), liat > 30%
=================================================================
9.4 Klasifikasi tanah sistem FAO / UNESCO
Sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia skala 1 : 5.000.000. Dalam klasifikasi ini terdapat dua kategori klasifikasi, yakni Great group dan Sub group seperti pada sistem klasifikasi taksonomi tanah (USDA). Kategori yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari kedua kategori ini tidak dikembangkan.
Sebagaimana halnya dengan sistem klasifikasi tanah USDA, pada sistem FAO/UNESCO juga digunakan horizon-horizon penciri yang sebagian diambil dari sistem USDA. Nama tanah diambil dari nama tanah Rusia yang sudah terkenal, di samping nama-nama lain yang digunakan di Eropa barat, Kanada, Amerika serikat, dan beberapa nama baru.

9.5 Klasifikasi tanah sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor
Sistem klasifikasi tanah yang berasal dari Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor dan yang telah banyak dikenal di Indonesia adalah sistem Dudal - Soepraptohardjo (1957). Sejalan dengan berjalannya waktu dan dengan dikenalnya sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO (1974) dan Soil Taxonomy (1975), sistem klasifikasi tanah Dudal - Soepraptohardjo juga mengalami perubahan-perubahan terutama yang menyangkut definisi jenis-jenis tanah (great group) dan macam tanah (sub group). Perubahan ini mengakibatkan terben­tuknya nama-nama baru yang kebanyakan mirip dengan yang digunakan pada sistem FAO/UNESCO, sedangkan sifat-sifat pembedanya diguna­kan horizon-horizon penciri seperti pada taksonomi tanah USDA.
Sistem klasifikasi tanah oleh Pusat Penelitian Tanah menggu­nakan enam kategori, yaitu : Golongan (order), Kumpulan (sub or­der), Jenis (great group), Macam (sub group), Rupa (family), dan Seri. Pada kategori golongan dan kumpulan, tanah dibedakan berda­sarkan kepada tingkat perkembangan dan susunan horizon tanah. Tanah diberi nama baru mulai pada kategori jenis tanah (great group) sehingga nama dalam tingkat golongan (order) dan kumpulan (sub order) tidak dikenal. Pada kategori rendah (rupa dan seri) penciri utamanya adalah tekstur dan drainase tanah.
Contoh klasifikasi tanah sistem PPT Bogor:
-          Golongan : dengan perkembangan profil
-          Kumpulan : Horizon ABC
-          Jenis tanah : Latosol
-          Macam tanah : Latosol humik
-          Rupa : Latosol humik, tekstur halus, drainase baik
-          Seri : Bogor (Latosol humik, tekstur liat, drainase baik)
Padanan nama-nama tanah menurut berbagai sistem klasifikasi tanah secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 9.


Tabel 9 . Padanan nama tanah menurut berbagai sistem klasifikasi (disederhanakan)

=================================================================
Sistem Dudal- Modifikasi FAO/UNESCO Soil Taxonomy
Soepraptohardjo 1978/1982 (1974) (1975)
(1957,1961) (PPT)
-----------------------------------------------------------------
- Tanah Aluvial - Tanah Aluvial - Fluvisol - Entisol,
 Inceptisol
- Andosol - Andosol - Andosol - Inceptisol
- Tanah hutan-
 coklat - Kambisol - Cambisol - Inceptisol
- Grumosol - Grumosol - Vertisol - Vertisol
- Latosol - Kambisol - Cambisol - Inceptisol
 - Latosol - Nitosol - Ultisol
 - Lateritik - Ferralsol - Oxisol
- Litosol - Litosol - Lithosol - Entisol
- Mediteran - Mediteran - Luvisol - Alfisol/
 Inceptisol
- Organosol - Organosol - Histosol - Histosol
- Podsol - Podsol - Podsol - Spodosol
- Podsolik merah- - Podsolik - Acrisol - Ultisol
 kuning
- Podsolik coklat - Kambisol - Cambisol - Inceptisol
- Podsolik coklat- - Podsolik - Acrisol - Ultisol
 kekelabuan
- Regosol - Regosol - Regosol - Entisol
- Rendzina - Rendzina - Rendzina - Rendoll
 - - Ranker - Ranker -
- Tanah berglei - Gleisol - Gleysel - Aquic (sub-
 order)
- Glei humus - Gleisol humik - -
- Glei humus- - Gleisol - -
 rendah
- Hidromorf kelabu - Podsolik gleiik - Acrisol Gleyic -
- Aluvial- - Gleisol hidrik - -
 hidromorf
- Planosol - Planosol - Planosol - Aqualf
=================================================================
Sifat umum jenis tanah (great group) menurut sistem PPT
-          Organosol : Tanah organik (gambut) yang ketebalannya > 50 cm.
-          Lithosol : Tanah mineral yang ketebalannya ó 20 cm, di bawahnya terdapat batuan keras yang padu.
-          Rendzina : Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, bahan organik > 1%, kejenuhan basa > 50%), di bawahnya terdapat batuan kapur.
-          Grumusol : Tanah dengan kadar liat lebih dari 30%, bersifat mengembang dan mengkerut.
-          Gleisol : Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorf yang lain.
-          Alluvial : Tanah yang berasal dari endapan baru, berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik, atau sulfu­rik, kandungan pasir kurang dari 60%.
-          Regosol : Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir > 60%, hanya memiliki horizon penciri ochrik, histik, atau sulfurik.
-          Arenosol : Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terda­pat pada kedalaman ò 50 cm, atau memperlihatkan ciri-ciri horizon argillic, kambik, atau oksik tetapi tidak memenuhi syarat karena teksturnya terlalu kasar. Tidak ada penciri lain kecuali epipedon ochrik.
-          Andosol : Tanah berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horizon kambik. Berat isi kurang dari 0,85 g/cm3. Banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60% terdiri atas abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan pyroklassik lain.
-          Latosol : Tanah dengan liat > 60%, remah sampai gumpal, gem­bur, warna tanah seragam. Solum tanah dalam (> 150 cm), KB < 50% dan pada umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horizon kam­bik.
-          Brunizem : Seperti latosol, tetapi kejenuhan basa > 50%.
-          Kambisol : Tanah dengan horizon kambik, atau epipedon umbrik atau mollik. Tidak ada gejala hidromorfik (pengaruh air).


-          Nitosol : Tanah dengan penimbunan liat (horizon argillik). Dari horizon penimbunan liat maksimum ke horizon-horizon di bawah­nya, kadar liatnya kurang dari 20%. Memiliki sifat ortoksik (KTK < 24 me/100 g liat).
-          Podsolik : Tanah dengan penimbunan liat (argillik), KB < 50% dan tidak mempunyai horizon albik.
-          Mediteran : Seperti tanah podsolik (horizon argillik), dengan kejenuhan basa > 50%.
-          Planosol : Tanah dengan horizon albik yang terletak di atas horizon dengan permeabilitas lambat (argillik atau natrik), terdapat fragipan, dan ciri-ciri hidromorfik.
-          Podsol : Tanah dengan penimbunan besi, Al oksida dan bahan organik (horizon spodik), mempunyai horizon albik.
-          Oksisol : Tanah tua dan mempunyai horizon oksik, fraksi liat dengan aktivitas rendah, KTK rendah (< 16 me/100 g liat), tidak memiliki batas horizon yang jelas.

9.6 Tanah di Indonesia
Tanah di Indonesia sebagian terdiri atas tanah muda dan relatif subur karena adanya penambahan bahan-bahan baru yang kaya unsur hara, seperti tanah aluvial di delta sungai atau tanah andosol di daerah gunung berapi. Namun, , sebagian lain dari tanah yang ada di Indonesia adalah tanah tua yang kurang baik untuk diusahakan sebagai tanah pertanian.
Dalam garis besar, tanah untuk perluasan areal yang ada di Indonesia dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu :
-          Tanah lahan kering, yang pada umumnya terdiri atas tanah ultisol (podsolik merah kuning), dan mungkin oksisol.
-          Tanah di daerah rawa-rawa, yang pada umumnya terdiri atas tanah histosol (tanah gambut) dan tanah berpotensi masam (sulfaquent, dan sulfaquept).
Tanah Ultisol maupun Oksisol memiliki problem yakni tinggi­nya kadar Al dan rendahnya hara. Tanah ini perlu pengelo­laan yang baik. Tanah gambut umumnya kurang subur karena vegetasi asal tanah ini biasanya miskin hara. Pada tanah ini biasanya dijumpai masalah kekurangan hara mikro.

Jawablah secara ringkas pertanyaan berikut
1. Jelaskan konsep tentang klasifikasi teknis dan klasifikasi alam pada klasifikasi tanah?
2. Terangkan tentang horizon penciri, regim temperatur, dan regim kelembaban?
3. Berikan contoh order-order tanah pada klasifikasi USDA dan sifat umumnya.
4. Termasuk klasifikasi (USDA) apakah tanah berikut ini?
            - Andosol
            - PMK
            - Regosol
            - Aluvial
            - Gambut
            - Latosol
5. Jelaskan sifat-sifat umum tanah PMK yang Saudara ketahui.




X. PENGELOLAAN TANAH


10.1 Beberapa pengertian
Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia karena di tanahlah tumbuhan dapat hidup, berkembang dan berproduksi. Tanah sebagai penyedia hara dan penyokong tegaknya tanaman perlu dikelola secara baik dan benar agar potensi tanah ini tidak berkurang. Pengelolaan tanah secara baik dan benar akan menjaga kelangsungan pertumbuhan dan produksi tanaman, sebaliknya tanah yang tidak dikelola secara baik akan berakibat rusaknya tanah tersebut sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
Praktek pengelolaan tanah harus disesuaikan dengan kondisi tanah yang ada. Kondisi ini meliputi sifat-sifat fisk, kimia maupun biologi tanah. Di samping itu, kondisi alam yang lain seperti iklim serta fisiografi daerah juga sangat menentukan ketepatan dalam pengelolaannya. Penggunaan teknologi baru juga harus disesuaikan dengan kemampuan lahan yang ada sehingga peng­gunaan teknologi ini tidak malah merusak tanah.
Praktek pengelolaan tanah juga harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan ini. Biaya, maupun sarana yang akan digunakan juga akan mempengaruhi cara-cara pengelolaan tanah. Kesemuanya ini bertujuan agar kelangsungan fungsi tanah dapat tetap dijaga dan dilestarikan.

10.2 Kemampuan lahan
Setiap lahan mempunyai kemampuan untuk dapat digunakan sebagai media tumbuh tanaman. Kemampuan lahan sebagai media tanaman adalah sangat dibatasi oleh berbagi faktor yang ada di lingkungan tersebut. Faktor ini misalnya adalah kedalaman air tanah, adanya lapisan padas, pH tanah yang rendah dan sebagainya. Pengenalan tentang kemampuan lahan ini sangat penting dalam tujuan pengelolaan tanah. Untuk itu survei tentang kemampuan lahan merupakan hal yang sangat penting.
Biasanya survei tentang kemampuan lahan ini menghasilkan tanah dengan kelas-kelas yang berbeda, mulai dari kelas I, yakni tanah yang tidak memiliki pembatas yang berarti dan dapat diguna­kan untuk segala jenis penggunaan pertanian, hingga kelas VIII yang merupakan lahan dengan faktor-faktor pembatas yang sangat besar.
Tanah dengan tingkat pembatas yang tinggi biasanya dianjur­kan untuk digunakan sebagai tanah pertanian. Secara ringkas, kelas kemampuan lahan dapat disajikan sebagai berikut :
Kelas I : Kelas lahan yang paling sesuai untuk segala tujuan penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawe­tan khusus. Pada lahan ini, tindakan pemupukan tetap diperlukan untuk menjaga produktivitas.
Kelas II: Kelas lahan yang sesuai untuk penggunaan pertanian, namun,  ada sedikit hambatan kerusakan. Biasanya lahan ini berupa lereng landai. Untuk tujuan pertanian diper­lukan upaya pengawetan secara ringan.
KelasIII: Kelas lahan yang sesuai untuk pertanian namun,  ancaman kerusakan lebih besar dari kelas II. Kemiringan tanah­nya lebih besar daripada kelas II sehingga pengelolaan­nya memerlukan tindakan yang lebih cermat, misalnya dengan memberikan tanaman penutup.
Kelas IV: Kelas lahan ini sesuai untuk pertanian, namun,  resiko kerusakan lebih besar dari kelas III. Pengawetan tanah harus dilakukan secara lebih cermat. Biasanya kemirin­gan tanah ini cukup tajam (15 - 30%).
Kelas V : Lahan ini tidak sesuai untuk tanaman semusim dan lebih sesuai untuk lahan bagi tanaman makanan ternak. Tanah ini selalu tergenang air dan bereaksi masam.
Kelas VI: Lahan ini tidak sesuai bagi tanaman semusim karena kemiringannya lebih tinggi (30-45%). Tanah ini lebih sesuai untuk daerah padang rumput atau dihutankan.
KelasVII: Lahan ini tidak sesuai bagi vegetasi semusim, namun,  lebih sesuai bagi vegetasi permanen. Kecuraman tanah ini sangat tinggi (45 - 60%).
KelasVIII:Lahan ini tidak sesuai untuk produksi pertanian dan harus dibiarkan alami seperti daerah hutan lindung. Kemiringan tanah ini > 65% atau bahkan > 90%.
10.3 Pengapuran tanah
Tanah yang bereaksi masam (pH rendah) adalah kurang sesuai bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini karena pada kondisi ini beberapa unsur haha kurang tersedia bagi tanaman, seperti P, Ca, Mg dan sebagainya. Selanjutnya,  pada pH rendah, biasanya tanah mengandung Al terlarut yang tinggi sehingga merac­uni tanaman. Selanjutnya,  pada pH rendah, aktivitas mikroorganisme tanah juga rendah sehingga peran bahan organik tanah kurang terasa. Untuk itulah maka tanah ini perlu diberi kapur.
Pengapuran tanah pada hakekatnya bertujuan untuk :
Menaikkan pH tanah
Menambah unsur Ca dan Mg
Menambah ketersediaan unsur P dan Mo
Mengurango keracunan Fe, Mn dan Al
Memperbaiki kehidupan jasad renik tanah.
Kapur yang diberikan ke dalam tanah bisa berupa kalsit (CaCO3), dolomit (CaMg(CO3)2), kapur bakar (CaO), maupun kapur hidrat (CA(OH)2). Jumlah kapur yang diberikan ke dalam tanah sangat tergantung kepada :
-          pH tanah
-          Tekstur tanah
-          Kandungan bahan organik tanah
-          Mutu kapur, dan
-          Jenis tanaman.
Dalam menentukan kebutuhan kapur, kita dapat menggunakan beberapa metoda, seperti SMP (Schoemaker, Mc Lean dan Pratt), atau berdasarkan kadar Al yang daat dipertukarkan. Biasanya penggunaan kapur sebanyak 1,5 x kadar Al dd. (ton per hektar) dapat menetralkan 85-90% dari Al dd pada tanah yang mengandung 2 - 7% bahan organik.
Pemberian kapur dapat dilakukan sekitar 2 minggu sebelum tanam> Kapur dapat ditaburkan di atas tanah yang telah diolah kemudian dicampur dengan tanah. Dalam waktu dua minggu tersebut diharapkan kapur telah bereaksi dengan tanah.

10.4 Pemupukan
Sebagai penyedia hara tanaman, tanah memiliki keterbatasan dalam jumlah hara yang disediakan bagi tanaman. Cadangan hara di dalam tanah semakin lama semakin berkurang dengan pemanenan dan pengangkutan hasil-hasil tanaman yang ditanam pada tanah terse­but. Dengan demikian,  diperlukan penambahan unsur hara baru ke dalam tanah melalui pemupukan. Pupuk yang diberikan ini bisa berupa pupuk mineral atau organik, baik alami maupun buatan.
Dalam penentuan jumlah pupuk yang akan diberikan, kita harus mempertimbangkan beberapa hal, yakni :
-          Jenis tanaman yang akan dipupuk
-          Sifat tanah yang akan dipupuk
-          Jenis pupuk yang akan digunakan
-          Dosis (jumlah) pupuk yang diberikan
-          Waktu pemupukan
-          Cara pemupukan.
a. Jenis tanaman yang akan dipupuk
Jenis tanaman santa menentukan kebutuhan hara yang akan diberikan melalui pemupukan. Beberapa tanaman menghendaki unsur hara tertentu lebih dari yang lain. Misalnya beberapa jenis Crucifera lebih menyukai belerang (S) daripada jenis tanaman yang lain. Selanjutnya,  perkembangan perakaran tanaman yang satu berbe­da dengan yang lain. Hal ini juga sangat menentukan jenis serta jumlah pupuk yang akan diberikan ke dalam tanah.
b.Sifat tanah
Sifat tanah yang satu dengan tanah yang lain sangat berbeda. Sifat tanah yang menentukan penggunaan pupuk adalah :
-          Kandungan hara tanah
-          Kemasaman tanah
-          Kemampuan tanah untuk memfiksasi unsur.
c. Jenis pupuk
Setiap jenis pupuk mempunyai jumlah kandungan hara, reaksi fisiologis, kelarutan, serta kecepatan kerja yang berbeda-beda. Dengan demikian,  jumlah pupuk yang diberikan pun juga berbeda-beda.
d. Jumlah pupuk
Jumlah pupuk yang diberikan sangat ditentukan oleh kebutuhan tanaman akan hara, kandungan hara di dalam tanah, serta kadar hara yang terdapat di dalam pupuk.
e. Waktu pemupukan
Pupuk yang bekerjanya cepat dapat diberikan setelah tanam dan diberikan sedikit demi sedikit (2-3 kali). Pupuk ini biasanya mudah tercuci. Sedangkan pupuk yang bekerjanya lambat harus diberikan sebelum tanam. Pupuk yang bekerjanya sedang dapat diberikan sebelum atau setelah tanam.
f. Cara pemupukan
Cara pemupukan sangat menentukan jumlah pupuk yang akan diberikan. Pada dasarnya cara pemupukan dilakukan dengan tujuan :
-          agar pupuk dapat digunakan oleh tanaman secara efisien
-          agar pupuk tidak merusak biji atau akar tanaman
-          mempermudah pemberiannya sehingga mengurangi tenaga kerja.

Pupuk ini dapat diberikan secara tersebar (broad cast), di samp­ing tanaman (side band), di dalam larikan (row), ditaburkan pada tanaman (top dressed dan side dressed), diberikan bersamaan dengan biji (pop up), diberikan lewat daun (foliar application) atau lewat air irigasi.
Di samping pupuk mineral, tanaman juga dapat diberi pupuk organik. Pada tanah yang sangat miskin, pemberian pupuk organik ini sangat dianjurkan. Pemberian pupuk mineral pada tanah yang beraerasi tinggi (pasir) akan mengakibatkan tercucinya pupuk tersebut. Sebaliknya, pemberian pupuk kandang (organik) akan meningkatkan daya tahan air tanah sehingga menghambat pencucian ion di dalam tanah.

10.5 Pengawetan tanah dan air
Pengawetan tanah dan air merupakan salah satu praktek penge­lolaan tanah yang dapat menjaga kelestarian produktivitas tanah. Pengawetan tanah adalah upaya-upaya untuk menjaga agar tanah tetap produktif, atau upaya memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih produktif. Pengawetan air adalah usaha-usaha agar air dapat lebih banyak disimpan di dalam tanah sehing­ga dapat digunakan oleh tanaman dan mengurangi terjadinya banjir dan erosi. Agar pengawetan tanah dan air berjalan dengan baik, maka tanah harus digunakan sesuai dengan kemampuannya.
Erosi yang terjadi pada tanah dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan tanah untuk berproduksi. Oleh karena itu upaya-upaya pengelolaan tanah harus dilakukan untuk mengurangi erosi ini. Beberapa metode dapat dilakukan melalui :
-          Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan
-          Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah
-          Mengurangi run off
-          Meningkatkan stabilitas agregat tanah.
Praktek pengelolaan tanah dalam upaya menanggulangi erosi adalah melalui :
a. Metode vegetatif yang dilakukan dengan cara :
-          Melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan
-          Melindungi tanah dari daya perusak aliran permukaan (run off)
-          Memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah.
-          Kegiatan ini dapat dilakukan melalui :
-          Penghutanan kembali (reboisasi)
-          Penanaman rumput makanan ternak
-          Penggunaan cover crop
-          Penggunaan mulsa
-          dan sebagainya.
b. Cara mekanik yang dilakukan dengan cara :
-          Memperlambat aliran permukaan
-          Menampung dan menyalurkan aliran permukaan
Kegiatan ini dilakukan melalui :
-          Pengolahan tanah secara kontinyu
-          Pembuatan galengan
-          Pembuatan teras
-          Memperbaiki drainase / irigasi
-          dan sebagainya.
c. Metode kimia
Metode ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk memperbaiki struktur tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat (struktur), misalnya dengan menggunakan krilium. Metode ini mahal dan belum dapat dilakukan dalam skala besar.

Jawablah pertanyaan berikut secara ringkas

1.    Jelaskan tujuan pengelolaan tanah menurut Saudara.
2.    Apakah yang dimaksud dengan kemampuan lahan? mengapakah kita perlu mengetahuinya dalam pengelolaan tanah? Jelaskan.
3.    Mengapa tanah dengan kemiringan tinggi kurang sesuai bagi tanaman semusim? jelaskan jawaban Saudara.
4.    Dalam praktek pemupukan tanah, faktor-faktor apa sajakah yang perlu dipertimbangkan? Jelaskan jawaban Saudara.
5.    Mengapakah kita perlu memberi kapur ke dalam tanah?
6.    Jelaskan tiga metoda pengawetan tanah dan air yang Saudara ketahui.
 

Followers