ETIKA KEHIDUPAN MUSLIM
SEHARI-HARI
﴿ أخلاق المسلم وآدابه ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun : Div. Ilmiyah Dar Al Wathan
Terjemah : Tim Dar Al Wathan
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ أخلاق
المسلم وآدابه ﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف
: القسم العلمي بدار الوطن
ترجمة: قسم الترجمة بدار الوطن
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد
2009
– 1430
ETIKA KEHIDUPAN
MUSLIM SEHARI-HARI
Pengantar
|
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah mengajarkan kesempurnaan etika kepada manusia dan membuka pintu bagi mereka untuk mengamalkannya. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada manusia terbaik yang beribadah dan kembali kepada Allah Tabaroka wata'ala.
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar kepada manusia di dalam segala perihal dan urusannya, agama dan dunianya, lapang dan kesulitannya, bangun dan tidurnya, dikala bepergian dan iqamah, makan dan minum, bahagia dan sedihnya. Tidak ada perkara kecil ataupun besar apapun yang tidak dijelaskan oleh Islam.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah menggoreskan buat kita melalui ucapan dan perbuatannya rambu-rambu etika yang seyogya-nya ditempuh oleh setiap mu'min di dalam hidupnya. Melalui kepribadiannya yang mulia, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita contoh etika yang seharusnya ditiru. Maka barang siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan hidup Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan meneladani etikanya.
Oleh karena kebanyakan orang pada akhir-akhir ini yang tidak mengetahui etika- etika tersebut atau butuh untuk diingatkan kembali, maka kami memandang perlu menyajikannya secara singkat, dengan iringan do`a kepada Allah Tabaroka wata'ala semoga amal ini berguna bagi segenap kaum muslimin.
Semoga shalawat dan salam tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah mengajarkan kesempurnaan etika kepada manusia dan membuka pintu bagi mereka untuk mengamalkannya. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada manusia terbaik yang beribadah dan kembali kepada Allah Tabaroka wata'ala.
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar kepada manusia di dalam segala perihal dan urusannya, agama dan dunianya, lapang dan kesulitannya, bangun dan tidurnya, dikala bepergian dan iqamah, makan dan minum, bahagia dan sedihnya. Tidak ada perkara kecil ataupun besar apapun yang tidak dijelaskan oleh Islam.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah menggoreskan buat kita melalui ucapan dan perbuatannya rambu-rambu etika yang seyogya-nya ditempuh oleh setiap mu'min di dalam hidupnya. Melalui kepribadiannya yang mulia, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita contoh etika yang seharusnya ditiru. Maka barang siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan hidup Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan meneladani etikanya.
Oleh karena kebanyakan orang pada akhir-akhir ini yang tidak mengetahui etika- etika tersebut atau butuh untuk diingatkan kembali, maka kami memandang perlu menyajikannya secara singkat, dengan iringan do`a kepada Allah Tabaroka wata'ala semoga amal ini berguna bagi segenap kaum muslimin.
Semoga shalawat dan salam tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Etika
Tidur dan Bangun
|
|
1. Berintrospeksi
diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap
muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi
segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan
perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata'ala dan
jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat
kepada-Nya.
2. Tidur
dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah Radhiallahu'anha
"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur pada awal malam
dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq
`alaih)
3. Disunnatkan
berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al- Bara' bin
`Azib Radhiallahu'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu'
untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan
tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
4. Disunnatkan
pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu
Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka
hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena
ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan:
"tiga kali". (Muttafaq `alaih).
5. Makruh
tidur tengkurap. Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang
berbaring tengkurap. Maka Nabi Shallallahu'alaihi wasallam membangunkanku
dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar),
sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni
neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
6. Makruh
tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin
Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda:
"Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada
penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam
al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
7. Menutup
pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir ra
diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah
bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur,
tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan
minuman". (Muttafaq'alaih).
8. Membaca
ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan
Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih
yang menganjurkan hal tersebut.
9. Membaca
do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu
'ibaadaka. "Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau
membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR. Abu
Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
10. Dan
membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya. "Dengan menyebut nama- Mu ya
Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)
11. Apabila
di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan
(dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini : "A'uudzu bikalimaatillaahit
taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa
an yahdhuruuna." Artinya, "Aku berlindung dengan Kalimatullah yang
sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan
kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
12. Hendaknya
apabila bangun tidur membaca : "Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa
Amaatanaa wa ilaihinnusyuur" Artinya, "Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami
dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
Etika
(Adab) Buang Hajat
|
|
1. Segera
membuang hajat.
2. Apabila
seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena
hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
3. Menjauh
dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang
bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan "
Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air
(hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
4. Menghindari
tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat
berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang
menyatakan demikian.
5. Tidak
mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya
aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu
'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah
dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
6. Tidak
membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan
hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama
Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
7. Dilarang
menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abi
Ayyub Al-Anshari Radhiallahu'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang
air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya,
apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke
arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).
8. Ketentuan
di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC)
atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat
dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
9. Dilarang
kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber
dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air
kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di
situ".(Muttafaq'alaih).
10. Makruh
mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi
Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar
(kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula
bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
11. Dianjurkan
kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya
buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah
Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka
jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-
Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan
syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari
pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari
Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah
suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh
daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku
mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
12. Makruh
berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang
bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan:
"Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi
salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
13. Makruh
bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan
bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman
Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami
dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci)
dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan
menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).
14. Dan
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang
bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."
15. Disunnatkan
masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu
'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan : "Allaahumma inni
a'udzubika minal khubusi wal khabaaits" Artinya, "Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
16. Dan
apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :
"Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).
17. Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam
hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci
dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Etika Berpakaian dan Berhias
|
|
1. Disunnatkan
memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
2. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya
di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : "Apabila Allah
Tabaroka wata'ala mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat
dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
3. Pakaian
harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak
memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
4. Pakaian
laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena
hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita
dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria." (HR. Al-Bukhari).
5. Tasyabbuh
atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
6. Pakaian
tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu
'anhu telah bersabda: "Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di
dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari
Kiamat." ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
7. Pakaian
tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits
yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau
berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya".
(HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
8. Laki-laki
tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena
hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu 'anhu mengatakan:
"Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta'ala pernah membawa kain sutera
di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda:
Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku". (HR.
Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
9. Pakaian
laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Apa yang berada di bawah
kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari). –penting-
<tilmidzi>
10. Adapun
perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya, termasuk kedua
kakinya. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng- gusur) pakaiannya
karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : "Allah
tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret
kainnya karena sombong". (Muttafaq'alaih).
11. Disunnatkan
mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah
Radhiallaahu 'anha di dalam haditsnya berkata: "Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala
perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci'.
(Muttafaq'-alaih).
12. Disunnatkan
kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca : "Segala puji bagi
Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku
tanpa daya dan kekuatan dariku". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
13. Disunnatkan
memakai pakaian berwarna putih, karena hadits mengatakan: "Pakailah yang
berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari
pakaian kamu ..." (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).
14. Disunnatkan
menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam
keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang
berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu
tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.
15. Haram
bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik
dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam di dalam haditsnya mengatakan: "Allah melaknat (mengutuk) wanita
pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan
yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan
cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah". Dan di dalam riwayat Imam
Al-Bukhari disebutkan: "Allah melaknat wanita yang menyambung
rambutnya". (Muttafaq'alaih).
Etika
di Jalanan
|
|
1. Berjalan
dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau
mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena
takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Luqman: 18)
2. Memelihara
pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa
Ta'ala berfirman yang artinya: "Katakanlah kepada orang laki- laki
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
3. Tidak
mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia,
dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan
tempat mereka bernaung.
4. Menyingkirkan
gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk
surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketika ada seseorang sedang
berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu
orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni
dosanya..." Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke
surga". (Muttafaq'alaih).
5. Menjawab
salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya wajib, karena
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Ada
lima perkara
wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya- diantaranya: menjawab
salam". (Muttafaq alaih).
6. Beramar
ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim,
masing-masing sesuai kemampuannya.
7. Menunjukkan
orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada orang yang
membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang
teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: "Setiap persendian manusia
mempunyai kewajiban sedekah...dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di
antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya
adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah
sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah...." (Muttafaq alaih).
8. Perempuan
hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah melihat
campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda kepada
wanita: "Meminggirlah kalian, kalain tidak layak memenuhi jalan, hendaklah
kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
9. Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di
jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain
dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di
dalam tolong- menolong di dalam kebajikan.
Etika
Memberi Salam
|
|
1. Makruh
memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits
Jabir Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah
menjumpai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata:
"Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu
mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan:
"karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam
untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi,
dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Dianjurkan
mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits
Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia
mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang
kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al-
Bukhari).
3. Termasuk
sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang
berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang
duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada
yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang
muttafaq'alaih.
4. Disunnatkan
keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di
sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin
Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang
ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan
bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun
datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang
sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).
5. Disunatkan
memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan
meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar,
hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada
yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
6. Disunnatkan
memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena
Allah telah berfirman yang artinya: "Dan apabila kamu akan masuk ke suatu
rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
7. Dan
karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang akan
masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan :
Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam
Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
8. Dimakruhkan
memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu
Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan "Bahwasanya ada seseorang yang
lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air
kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR.
Muslim)
9. Disunnatkan
memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak
ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).
10. Tidak
memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda :" Janganlah kalian terlebih dahulu memberi
salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim). Dan
apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa
`alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa
`alaikum".(Muttafaq'alaih).
11. Disunnatkan
memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di
dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada
seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan
makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum
kamu kenal". (Muttafaq'alaih).
12. Disunnatkan
menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang
dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan
salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa`ala abikas salam"
13. Dilarang
memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat
atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam
hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian memberi salam
seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam
mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
14. Disunnatkan
kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah
mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat
tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
15. Dianjurkan
tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan
sebelum orang yang dijabat tangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari
Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak
melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At- Tirmidzi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
16. Haram
hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena
hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah,
kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus
membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab:
"Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya?
Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya?
Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
17. Haram
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat,
beliau bersabda: "Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum
wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
Etika Minta Izin
|
|
1. Hendaknya
orang yang akan meminta izin memilih waktu yang tepat untuk minta izin.
2. Hendaknya
orang yang akan minta izin mengetuk pintu rumah orang yang akan dikunjunginya
secara pelan. Anas Radhiallaahu 'anhu meriwayatkan bahwasanya ia telah berkata:
Sesung-guhnya pintu-pintu kediaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam diketuk
(oleh para tamunya) dengan ujung kuku". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab
Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
3. Hendaknya
orang yang mengetuk pintu tidak menghadap ke pintu yang diketuk, tetapi
sebaiknya menolehkan pandangannya ke kanan atau ke kiri agar pandangan tidak
terjatuh kepada sesuatu di dalam rumah tersebut yang dimana penghuni rumah
tidak ingin ada orang lain yang melihatnya. Karena minta izin itu sebenarnya
dianjurkan untuk menjaga pandangan.
4. Sebelum
minta izin hendaknya memberi salam terlebih dahulu. Rib`iy berkata: Telah
bercerita kepada saya seorang lelaki dari Bani `Amir, bahwasanya ia pernah
minta izin kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam di saat beliau ada di
suatu rumah. Orang itu berkata: Bolehkah saya masuk? Maka Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam berkata kepada pembantunya: "Jumpailah orang itu dan
ajari dia cara minta izin, dan katakan kepadanya: Ucapkan Assalamu `alaikum,
bolehkah saya masuk?". (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh
Al-Albani).
5. Minta
izin itu sampai tiga kali, jika sesudah tiga kali tidak ada jawaban maka
hendaknya pulang. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila salah seorang di antara kamu minta izin sudah tiga kali, lalu
tidak diberi izin, maka hendaklah ia pulang". (Muttafaq'alaih).
6. Apabila
orang yang minta izin itu ditanya tentang namanya, maka hendaklah ia
menyebutkan nama dan panggilannya, dan jangan mengatakan: "Saya".
Jabir Radhiallaahu 'anhu menuturkan: "Aku pernah datang kepada Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk menanyakan hutang yang ada pada ayah saya.
Maka aku ketuk pintu (rumah Nabi). Lalu Nabi berkata: "Siapa itu?".
Maka aku jawab: Saya. Maka Nabi berkata: "Saya! Saya!" dengan nada
tidak suka." (Muttafaq'alaih).
7. Hendaknya
peminta izin pulang apabila permintaan izinnya ditolak, karena Allah telah
berfirman yang artinya: "Dan jika dikatakan kepada kamu "pulang",
maka pulanglah kamu, karena yang demikian itu lebih suci bagi kamu".
(An-Nur: 28).
8. Hendaknya
peminta izin tidak memasuki rumah apabila tidak ada orangnya, karena hal
tersebut merupakan perbuatan melampaui hak orang lain.
Etika
Majlis
|
|
1. Hendaknya
memberi salam kepada orang-orang yang di dalam majlis di saat masuk dan keluar
dari majlis tersebut. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu telah meriwayatkan
bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila
salah seorang kamu sampai di suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu
jika dilihat layak baginya duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan
keluar) dari majlis hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih
berhak daripada yang selanjutnya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dinilai shahih
oleh Al-Albani).
2. Hendaknya
duduk di tempat yang masih tersisa. Jabir bin Samurah telah menuturkan: Adalah
kami, apabila kami datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka
masing-masing kami duduk di tempat yang masih tersedia di majlis. (HR. Abu Daud
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
3. Jangan
sampai memindahkan orang lain dari tempat duduknya kemudian mendudukinya, akan
tetapi berlapang-lapanglah di dalam majlis. Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma telah
meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda: "Seseorang tidak boleh memindahkan orang lain dari tempat
duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi berlapanglah dan
perluaslah." (Muttafaq'alaih).
4. Tidak
duduk di tengah-tengah halaqah (lingkaran majlis).
5. Tidak
duduk di antara dua orang yang sedang duduk kecuali seizin mereka. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seseorang
memisah di antara dua orang kecuali seizin keduanya". (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
6. Tidak
boleh menempati tempat duduk orang lain yang keluar sementara waktu untuk suatu
keperluan. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seorang
di antara kamu bangkit (keluar) dari tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia
lebih berhak menempatinya". (HR.Muslim)
7. Tidak
berbisik berduaan dengan meninggalkan orang ketiga. Ibnu Mas`ud Radhiallaahu
'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila kamu tiga orang, maka dua orang tidak boleh berbisik-bisik tanpa
melibatkan yang ketiga sehingga kalian bercampur baur dengan orang banyak,
karena hal tersebut dapat membuatnya sedih". (Muttafaq'alaih).
8. Para
anggota majlis hendaknya tidak banyak tertawa. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam telah bersabda:"Janganlah kamu memperbanyak tawa, karena banyak
tawa itu mematikan hati". (HR. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-
Albani).
9. Hendaknya
setiap anggota majlis menjaga pembicaraan yang terjadi di dalam forum (majlis).
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seseorang
membicarakan suatu pembicaraan kemudian ia menoleh, maka itu adalah
amanat". (HR. At-Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
10. Anggota
majlis hendaknya tidak melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan
perasaan orang lain, seperti menguap atau membuang ingus atau bersendawa di
dalam majlis.
11. Tidak
melakukan perbuatan memata-matai. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Janganlah kamu mencari-cari atau memata-matai orang".
(Muttafaq'alaih).
12. Disunnatkan
menutup majlis dengan do`a Kaffarat majlis, karena Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Barang siapa yang duduk di dalam suatu
majlis dan di majlis itu terjadi banyak gaduh, kemudian sebelum bubar dari
majlis itu ia membaca :
سُبْحَانَكَ
اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
"Maha Suci Engkau ya
Allah, dengan segala puji bagi-Mu; aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak
disembah selain engkau; aku memohon ampunanmu dan aku bertobat kepada-Mu",
melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi di majlis itu baginya". (HR.
Ahmad dan At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al- Albani).
Etika Berbicara
|
|
1. Hendaknya
pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali
bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat
ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia". (An-Nisa: 114).
2. hendaknya
pembicaran dengan suara yang dapat dide-ngar, tidak terlalu keras dan tidak
pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan
tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
3. Jangan
membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
4. Janganlah
kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu
di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan
semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim)
5. Menghindari
perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan
menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi
siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan
(penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan
dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
6. Tenang
dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu 'anha. telah
menuturkan: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya
ia dapat menghitungnya". (Mutta-faq'alaih).
7. Menghindari
perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang mu'min itu pencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya".
(HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
8. Menghindari
sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits
Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling
aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang
banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang
mutafaihiqun". Para shahabat bertanya:
Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang
sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
9. Menghindari
perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian
yang lain".(Al-Hujurat: 12).
10. Mendengarkan
pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak
menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap
rendah pendapatnya atau mendustakannya.
11. Jangan
memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain
untuk berbicara.
12. Menghindari
perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak
mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal
tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.
13. Menghindari
sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan),
dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena)
boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokan). (Al-Hujurat: 11).
Etika Berbeda Pendapat
|
|
1. Ikhlas
dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
2. Mengembalikan
perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah
Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Dan jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab)
dan Rasul". (An-Nisa: 59).
3. Berbaik
sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk
niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
4. Sebisa
mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan cara
menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya
dengan tafsiran yang baik.
5. Berusaha
sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah
penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
6. Berlapang
dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau
catatan-catatang yang dialamatkan kepada anda.
7. Sedapat
mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
8. Berpegang
teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan
kasar menghadapi lawan.
Etika
Bercanda
|
|
1. Hendaknya
percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau
syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orang- orang yang
memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam , yang ahli baca
al-Qur`an yang artimya: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: "Sesungguh-nya kami
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?".
Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman".
(At-Taubah: 65-66).
2. Hendaknya
percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta. Dan hendaknya pecanda tidak
mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya orang lain tertawa. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Celakalah bagi orang yang
berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah
baginya dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
3. Hendaknya
percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah seorang di antara
manusia. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah
seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau
sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus
mengembalikannya kepadanya". (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh
Al-Albani).
4. Bercanda
tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau terhadap orang
yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau terhadap perempuan
yang bukan mahrammu.
5. Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi
tabiatmu, dan jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh
orang lain.
Etika
Bergaul Dengan Orang Lain
|
|
1. Hormati
perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
2. Jaga
dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu
pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
3. Mendudukkan
orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi hak dan
dihargai.
4. Perhatikanlah
mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan mereka.
5. Bersikap
tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau takabbur dan
bersikap angkuh terhadap mereka.
6. Bermuka
manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain.
7. Berbicaralah
kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
8. Berbaik
sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
9. Memaafkan
kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahan-kesalahannya, dan tahanlah
rasa benci terhadap mereka.
10. Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan
dan bantah- membantah dengan mereka.
Etika di Masjid
|
|
1. Berdo`a
di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu beliau
menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila ia keluar
(rumah) pergi shalat (di masjid) berdo`a : "Ya Allah, jadikanlah cahaya di
dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku
dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku, dan
cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku.
Ya Allah, anugerahilah aku cahaya". (Muttafaq'alaih).
2. Berjalan
menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda: "Apabila shalat telah diiqamatkan, maka
janganlah kamu datang menujunya dengan berlari, tetapi datanglah kepadanya
dengan berjalan dan memperhatikan ketenangan. Maka apa (bagian shalat) yang
kamu dapati ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah. (Muttafaq'alaih).
3. Berdo`a
disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang masuk masjid
mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam lalu mengucapkan: "(Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu
rahmat-Mu)"
4. Dan
bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu bershalawat kepada Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam kemudian membaca do`a: "(Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon bagian dari karunia-Mu)". (HR. Muslim).
5. Disunnatkan
melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk masjid. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu
masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum duduk". (Muttafaq
alaih).
6. Dilarang
berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu melihat orang yang
menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah "Semoga Allah
tidak memberi keuntungan bagimu". Dan apabila kamu melihat orang yang
mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah "Semoga Allah tidak
mengembalikan barangmu yang hilang". (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
7. Dilarang
masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah atau orang yang
badannya berbau tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah atau bawang daun,
maka jangan sekali-kali mendekat ke masjid kami ini, karena malaikat merasa
terganggu dari apa yang dengan-nya manusia terganggu". (HR. Muslim). Dan
termasuk juga rokok dan bau lain yang tidak sedap yang keluar dari badan atau
pakaian.
8. Dilarang
keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Apabila tukang adzan telah adzan, maka jangan ada seorangpun
yang keluar sebelum shalat". (HR. Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
9. Tidak
lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi orang yang sholat
menaroh batas di depannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Kalau sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat itu
mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak empat puluh itu lebih
baik baginya daripada lewat di depannya". (Muttafaq alaih).
10. Tidak
menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah kamu menjadikan masjid sebagai jalan, kecuali
(sebagai tempat) untuk berzikir dan shalat". (HR. Ath-Thabrani, dinilai
hasan oleh Al- Albani).
11. Tidak
menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu orang-orang yang sedang
shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang shalat adalah membiarkan Handphone
anda dalam keadaan aktif di saat shalat.
12. Hendaknya
wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke masjid. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara
kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah menyentuh
farfum". (HR. Muslim).
13. Orang
yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid. Allah berfirman:
"(Dan jangan pula menghampiri masjid), sedang kamu dalam keadaan junub,
kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi". (an-Nisa: 43). dan dari
`Aisyah Radhiallaahu anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda kepadanya: "Ambilkan buat saya kain alas dari
masjid". Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda:
"Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu". (HR. Muslim).
Etika
Membaca Al-Qur'an
|
|
1. Sebaiknya
orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan sudah berwudhu, suci pakaiannya,
badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi.
2. Hendaknya
memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih
dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
3. Hendaknya
memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-dian basmalah pada setiap awal surah
selain selain surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya: "Apabila kamu akan mem-baca al-Qur'an, maka memohon
perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk".
(An-Nahl: 98).
4. Hendaknya
selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan huruf sesuai dengan
makhrajnya serta membacanya dengan tartil (perlahan-lahan). Allah berfirman
yang Subhanahu wa Ta'ala artinya: "Dan Bacalah Al-Qur'an itu dengan
perlahan-lahan". (Al-Muzzammil: 4).
5. Disunnatkan
memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat membacanya. Anas bin Malik
Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam (terhadap Al-Qur'an? Anas menjawab: "Bacaannya panjang (mad),
kemudian Nabi membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sambil memanjangkan
Bismillahi, dan memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan ar-rahim".
(HR. Al-Bukhari). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda:
"Hiasilah suara kalian dengan Al-Qur'an". (HR. Abu Daud, dan
dishahih-kan oleh Al-Albani).
6. Hendaknya
membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang terkandung pada ayat-ayat
yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil memohon surga kepada Allah bila
terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung kepada Allah dari neraka bila terbaca
ayat-ayat neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran." (Shad: 29). Dan di dalam hadits Hudzaifah ia
menuturkan: "......Apabila Nabi terbaca ayat yang mengandung makna
bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan apabila terbaca ayat yang
mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca ayat yang bermakna
meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon perlindungan". (HR.
Muslim). Allah berfirman yang artinya:
7. Hendaknya
mendengarkan bacaan Al-Qur'an dengan baik dan diam, tidak berbicara. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan apabila Al- Qur'an
dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
men-dapat rahmat". (Al-A`raf: 204).
8. Hendaklah
selalu menjaga al-Qur'an dan tekun membacanya dan mempelajarinya (bertadarus)
hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Peliharalah Al-Qur'an baik-baik, karena demi Tuhan yang diriku berada di
tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar (mudah lepas) dari pada unta yang terikat
di tali kendalinya". (HR. Al-Bukhari).
9. Hendaknya
tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci. Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah berfirman yang artinya: "Tidak akan menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan". (Al-Waqi`ah: 79).
10. Boleh
bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur'an dengan tidak menyentuh mushafnya
menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat, karena tidak ada hadits
shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang hal
tersebut.
11. Disunnatkan
menyaringkan bacaan Al-Qur'an selagi tidak ada unsur yang negatif, seperti riya
atau yang serupa dengannya, atau dapat mengganggu orang yang sedang shalat,
atau orang lain yang juga membaca Al-Qur'an.
12. Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah
ngantuk, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"?pabila salah seorang kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa
sulit untuk membaca Al-Qur'an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka
hendaknya ia berbaring (tidur)". (HR. Muslim).
Etika Berdoa
|
|
1. Terlebih
dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada Allah kemudian bershalawat
kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam pernah mendengar seorang lelaki sedang berdo`a di dalam shalatnya, namun
ia tidak memuji kepada Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam maka Nabi bersabda kepadanya: "Kamu telah tergesa-gesa
wahai orang yang sedang shalat. Apabila anda selesai shalat, lalu kamu duduk,
maka memujilah kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, dan
bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo`alah". (HR. At-Turmudzi, dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Mengakui
dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri) dan merendahkan diri,
khusyu', penuh harapan dan rasa takut kepada Allah di saat anda berdo`a. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera di dalam (mengerjakan) perbuatan- perbuatan
yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu` kepada Kami". (Al- Anbiya': 90).
3. Berwudhu'
sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangan di saat berdo`a.
Di dalam hadits Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu disebutkan bahwa setelah
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selesai melakukan perang Hunain :"
Beliau minta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua tangannya; dan aku
melihat putih kulit ketiak beliau". (Muttafaq'alaih).
4. Benar-benar
(meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat tekad di dalam memohon.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu berdo`a
kepada Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam berdo`a, dan jangan ada
seorang kamu yang mengatakan :Jika Engkau menghendaki, maka berilah aku",
karena sesungguhnya Allah itu tidak ada yang dapat memaksanya". Dan di
dalam satu riwayat disebutkan: "Akan tetapi hendaknya ia bersungguh- sungguh
dalam memohon dan membesarkan harapan, karena sesungguhnya Allah tidak merasa
berat karena sesuatu yang Dia berikan". (Muttafaq'alaih).
5. Menghindari
do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan harta. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan sekali-kali kamu mendo`akan buruk
terhadap diri kamu dan juga terhadap anak-anak kamu dan pula terhadap harta
kamu, karena khawatir do`a kamu bertepatan dengan waktu dimana Allah
mengabulkan do`amu". (HR. Muslim).
6. Merendahkan
suara di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kamu, karena sesungguhnya kamu
tidak berdo`a kepada yang tuli dan tidak pula ghaib, sesungguhnya kamu berdo`a
(memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia selalu menyertai
kamu". (HR. Al-Bukhari).
7. Berkonsentrasi
di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Berdo`alah kamu kepada Allah sedangkan kamu dalam keadaan yakin
dikabulkan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do`a dari
hati yang lalai". (HR. At-Turmudzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
8. Tidak
memaksa bersajak di dalam berdo`a. Ibnu Abbas pernah berkata kepada `Ikrimah:
"Lihatlah sajak dari do`amu, lalu hindarilah ia, karena sesungguhnya aku
memperhatikan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan para shahabatnya
tidak melakukan hal tersebut".(HR. Al-Bukhari).
Etika Makan dan Minum
|
|
1. Berupaya
untuk mencari makanan yang halal. Allah Subhanahu wata'ala berfirman: “Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik disini artinya adalah yang
halal.
2. Hendaklah
makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada
Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
3. Hendaknya
mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah
makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
4. Hendaklah
kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali
mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menuturkan:
“Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah mencela
makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”.
(Muttafaq’alaih).
5. Hendaknya
jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda; “Aku tidak makan sedangkan aku
menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu Umar Radhiallaahu
anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah melarang dua
tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar dan makan sambil
menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
6. Tidak
makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak. Di dalam
hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda: “... dan janganlah kamu minum dengan menggunakan bejana
terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang
terbuat darinya, karena keduanya untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk
kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).
7. Hendaknya
memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan
Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila
seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan jika lupa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala pada awalnya maka
hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa akhirihi”. (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat
meridhai seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan
apabila minum minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
8. Hendaknya
makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Rasulllah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin Salamah: “Wahai anak,
sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di
depanmu. (Muttafaq’alaih).
9. Disunnatkan
makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya. Diriwayatkan
dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan: “Adalah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari dan ia menjilatinya sebelum
mengelapnya”. (HR. Muslim).
10. Disunnatkan
mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu
memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila suapan
makan seorang kamu jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian yang
kotor, lalu makanlah ia dan jangan membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
11. Tidak
meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits Ibnu Abbas
menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang bernafas
pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
12. Tidak
berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh
seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk
menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas”.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
13. Hendaknya
pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang
makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut
dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.
14. Hendaknya
kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang
lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena
hal tersebut bertentangan dengan etika.
15. Jangan
sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti
mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat
makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna
kotor dan menjijik-kan.
16. Jangan
minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata,
“Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir bejana wadah
air.” (HR. Al Bukhari)
17. Disunnatkan
minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan
“Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum sambil
berdiri”. (HR. Muslim).
Etika
Bertamu
|
|
Untuk orang yang mengundang:
1. Hendaknya
mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali
dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang
bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
2. Jangan
hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang
fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk makanan
adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang
kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
3. Undangan
jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya- foya, akan
tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan
membahagiakan teman-teman sahabat.
4. Tidak
memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu
anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata:
“Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
5. Jangan
anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan
kewibawaan.
6. Jangan
kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan
dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
7. Hendaklah
segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti
menghormatinya.
8. Jangan
tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai
menikmati jamuan.
9. Disunnatkan
mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang
baik dan penuh perhatian.
Bagi tamu :
Bagi tamu :
1. Hendaknya
memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang
kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
2. Hendaknya
tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya,
karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk)
terhadap perasaannya.
3. Jangan
tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya,
karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam
menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka
hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah
mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4. Jangan
terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah
juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum
semuanya siap.
5. Bertamu
tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk
tinggal lebih dari itu.
6. Hendaknya
pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada
tuan rumah.
7. Hendaknya
mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di
antara do`a yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa telah berbuka puasa
padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan
telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani). dan juga
doa, “Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi
mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan
orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami
minum”.
Etika
Menjenguk Orang Sakit
|
|
Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
1. Hendaknya
tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung,
dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan
membahagiakannya.
2. Hendaknya
mendekat kepada si sakit dan menanyakan keadaan dan penyakit yang dirasakannya,
seperti mengata-kan: “Bagaimana kamu rasakan keadaanmu?”. Sebagai-mana pernah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam.
3. Mendo`akan
semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan disehatkan. Ibnu Abbas
Radhiallaahu anhu telah meriwayat-kan bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam apabila beliau menjenguk orang sakit, ia mengucapkan: “Tidak apa-apa.
Sehat (bersih) insya Allah”. (HR. Al-Bukhari). Dan berdo`a tiga kali
sebagai-mana dilakukan oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam.
4. Mengusap
si sakit dengan tangan kanannya, dan berdo`a: “Hilangkanlah kesengsaraan
(penyakitnya) wahai Tuhan bagi manusia, sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh,
tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit”. (Muttafaq’alaih).
5. Mengingatkan
si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jangan
mengatakan “tidak akan cepat sembuh”, dan hendaknya tidak mengharapkan
kematiannya sekalipun penyakitnya sudah kronis.
6. Hendaknya
mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya akan tiba, memejamkan kedua matanya
dan mendo`akan-nya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Talkinlah orang yang akan meninggal di antara kamu “La ilaha illallah”. (HR.
Muslim).
Untuk orang yang sakit:
Untuk orang yang sakit:
1. Hendaknya
segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
2. Berbaik
sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk
yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan
ketaatannya
3. Hendaknya
cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan
segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
4. Memperbanyak
zikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an dan beristighfar (minta ampun).
5. Mengharap
pahala dari Allah dari musibah (penyakit) yang dideritanya, karena dengan
demikian ia pasti diberi pahala. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apa saja yang menimpa seorang mu’min baik berupa kesedihan,
kesusahan, keletihan dan penyakit, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah
meninggikan karenanya satu derajat baginya dan mengampuni kesalahannya
karenanya”. (Muttafaq’alaih).
6. Berserah
diri dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berkeyakinan bahwa
kesembuhan itu dari Allah, dengan tidak melupakan usaha- usaha syar`i untuk
kesembuhan-nya, seperti berobat dari penyakitnya.
Etika Janazah dan Ta'ziah
|
|
1. Segera
merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban keluarganya dan
sebagai rasa belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di
dalam haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: “Segeralah (di dalam mengurus) jenazah, sebab jika amal-amalnya
shalih, maka kebaikanlah yang kamu berikan kepadanya; dan jika sebaliknya, maka
keburukan-lah yang kamu lepaskan dari pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
2. Tidak
menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak merobek-robek baju.
Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Bukan golongan
kami orang yang memukul-mukul pipinya dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan
kepada seruan jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari).
3. Disunatkan
mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersada: “Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga menshalatkannya, maka
baginya (pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa yang menghadirinya hingga dikuburkan
maka baginya dua qirath”. Nabi ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”.
Nabi menjawab: “Seperti dua gunung yang sangat besar”. (Muttafaq’alaih).
4. Memuji
si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut kebaikan- kebaikannya dan
tidak mencoba untuk menjelek-jelekkannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:”Janganlah kamu mencaci-maki orang- orang yang telah mati,
karena mereka telah sampai kepada apa yang telah mereka perbuat”. (HR.
Al-Bukhari).
5. Memohonkan
ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar Radhiallaahu anhu pernah
berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila selesai
mengubur janazah, maka berdiri di atasnya dan bersabda:”Mohonkan ampunan untuk
saudaramu ini, dan mintakan kepada Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia
sekarang akan ditanya”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani).
6. Disunatkan
menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan untuk mereka. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Buatkanlah makanan untuk
keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang membuat mereka
sibuk”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
7. Disunnatkan
berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka untuk tetap sabar, dan
mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa yang telah Dia ambil
dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu disisi-Nya sudah
ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala
dari-Nya”. (Muttafaq’alaih).
Etika
Safar (Bepergian Jauh)
|
|
1. Disunnatkan
bagi orang yang berniat untuk melakukan perjalan jauh (safar) beristikharah
terlebih dahulu kepada Allah mengenai rencana safarnya itu, dengan sholat dua
raka`at di luar shalat wajib, lalu berdo`a dengan do`a istikharah.
2. Hendaknya
bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam dari segala kemak-siatan
yang pernah ia lakukan dan meminta ampun kepada-Nya dari segala dosa yang telah
diperbuatnya, sebab ia tidak tahu apa yang akan terjadi di balik kepergiannya
itu.
3. Hendaknya
ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya dan amanat- amanat kepada
orang-orang yang berhak menerimanya, membayar hutang atau menyerah-kannya
kepada orang yang akan melunasinya dan berpesan kebaikan kepada keluarganya.
4. Membawa
perbekalan secukupnya, seperti air, makanan dan uang.
5. Disunnatkan
bagi musafir pergi dengan ditemani oleh teman yang shalih selama perjalanannya
untuk meringankan beban diperjalananya dan menolongnya bila perlu. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Kalau sekiranya manusia
mengetahui apa yang aku ketahui di dalam kesendirian, niscaya tidak ada orang
yang menunggangi kendaraan (musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”.
(HR. Al-Bukhari)
6. Disunnatkan
bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih dari tiga orang mengangkat salah
satu dari mereka sebagai pemimpin (amir), karena hal tersebut dapat
memper-mudah pengaturan urusan mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila tiga orang keluar untuk safar, maka hendaklah mereka
mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
7. Disunnatkan
berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore hari, karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ya Allah, berkahilah bagi ummatku di
dalam kediniannya”. Dan juga bersabda: “Hendaknya kalian memanfaatkan waktu
senja, karena bumi dilipat di malam hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu
Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
8. Disunatkan
bagi musafir apabila akan berangkat mengu-capkan selamat tinggal kepada
keluarga, kerabat dan teman-temannya, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam dan dia sabdakan: “Aku titipkan kepada Allah
agamamu, amanatmu dan penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At- Turmudzi,
dishahihkan oleh Al-Albani).
9. Apabila
si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa mobil atau lainnya, maka
hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di atas kendaraannya
hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca do`a safar berikut ini:
“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada
Tuhan kami; Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu di dalam perjalanan kami
ini kebajikan dan ketaqwaan, dan amal yang Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah
perjalannan ini bagi kami dan dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau adalah
Penyerta kami di dalam perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bencana safar dan kesedihan
pemandangan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga”. (HR.
Muslim).
10. Disunnatkan
bertakbir di saat jalan menanjak dan bertasbih di saat menurun, karena ada
hadits Jabir yang menuturkan: “Apabila (jalan) kami menanjak, maka kami
bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”. (HR. Al-Bukhari).
11. Disunnatkan
bagi musafir selalu berdo`a di saat perjala-nannya, karena do`anya mustajab
(mudah dikabulkan).
12. Apabila
si musafir perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah perjalanannya, maka
hendaknya menjauh dari jalan; karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila kamu hendak mampir untuk beristirahat, maka menjauhlah dari
jalan, karena jalan itu adalah jalan binatang melata dan tempat tidur bagi
binatang-binatang di malam hari”. (HR. Muslim).
13. Apabila
musafir telah sampai tujuan dan menunaikan keperluannya dari safar yang ia
lakukan, maka hendaknya segera kembali ke kampung halamannya. Di dalam hadits
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebutkan diantaranya: “......Apabila salah
seorang kamu telah menunaikan hajatnya dari safar yang dilakukannya, maka
hendaklah ia segera kembali ke kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).
14. Disunnatkan
pula bagi si musafir apabila ia kembali ke kampung halamannya untuk tidak masuk
ke rumahnya di malam hari, kecuali jika sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu.
Hadits Jabir menuturkan :”Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang seseorang
mengetuk rumah (membangunkan) keluarganya di malam hari”. (Muttafaq’alaih).
15. Disunnatkan
bagi musafir di saat kedatangannya pergi ke masjid terlebih dahulu untuk shalat
dua rakaat. Ka`ab bin Malik meriwayatkan: “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam apabila datang dari perjalanan (safar), maka ia langsung menuju
masjid dan di situ ia shalat dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).
Etika Berkomunikasi Via Telepon
|
|
1. Ceklah
dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum anda menelpon agar anda
tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau mengganggu orang yang sedang
sakit atau merisaukan orang lain.
2. Pilihlah
waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai
kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat,
waktu makan dan bekerja.
3. Jangan
memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang
dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan
orang lain.
4. hendaknya
wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via telpon) dan tidak
berbicara melantur dengan laki-laki. Allah berfirman yang artinya: “Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (Al-Ahzab: 32).
5. Maka
hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak
melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang
pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain sebagainya.
6. Hendaknya
penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu`alaikum, karena dia
adalah orang yang datang, maka dari itu ia harus memulai pembicaraannya dengan
salam dan juga menutupnya dengan salam.
7. Tidak
memakai telpon orang lain kecuali seizin pemilik-nya, dan itupun bila terpaksa.
8. Tidak
merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun bentuk
pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan tindakan pengkhianatan dan
mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu muslihat. Dan apabila rekaman
itu kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih fatal lagi dan merupakan penodaan
terhadap amanah. Dan termasuk di dalam hal ini juga adalah merekam pembicaraan
orang lain dan apa yang terjadi di antara mereka. Maka, ini haram hukumnya,
tidak boleh dikerjakan!
9. Tidak
menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena telepon pada
hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada kita untuk kita
gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak selayaknya jika kita menjadikannya
sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari kejelekan dan kesalahan
orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke jurang
kenistaan. Ini haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.
Etika
Pengantin dan Pergaulan Suami Istri
|
|
1. Merayu
istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan. Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya.
2. Meletakkan
tangan di kepala istri dan mendo`akannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu menikahi seorang wanita, maka
hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, dan bacalah bimillah lalu mohon berkahlah
kepada Allah, dan hendaknya ia membaca: “(a Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku
berlindung kepada-Mu dari keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya)”
(HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al- Albani).
3. Disunnahkan
bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena hal tersebut
dinukil dari kaum salaf.
4. Membaca
basmalah sebelum melakukan jima`. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Kalau sekiranya seorang di antara kamu hendak bersenggama dengan
istrinya membaca : “(Dengan menyebut nama Alllah, ya Allah, jauhkanlah setan
dari kami dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau rizkikan kepada kami), maka
sesungguhnya jika keduanya dikaruniai anak dari persenggamaannya itu, niscaya
ia tidak akan dibahayakan oleh setan selama- lamanya” (Muttafaq alaih).
5. Jika
sang suami ingin bersenggama lagi, maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah
seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali
maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).
6. Disunatkan
bagi kedua suami istri berwudhu sebelum tidur sesudah melakukan jima`, karena
hadits Aisyah menuturkan :”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
apabila beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau mencuci
kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat” (Muttafaq’alaih).
7. Haram
bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid atau menyetubuhi
duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang
melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau
datang kepada dukun (tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka
sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR.
Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).
8. Haram
bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguh-nya manusia yang paling
buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang
berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya”. (HR.
Muslim).
9. Hendaknya
masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan kewajiban
masing-masing terhadap yang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya: “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut yang ma`ruf”. (Al-Baqarah: 228).
10. Hendaknya
suami berlaku lembut dan bersikap baik terhadap istrinya dan mengajarkan
sesuatu yang dipan-dang perlu tentang masalah agamanya, serta menekankan
apa-apa yang diwajib Allah terhadapnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda: “Ingatlah, berpesan baiklah selalu kepada istri, karena
sesungguhnya mereka adalah tawanan disisi kalian....” (HR. Turmudzi dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
11. Hendaknya
istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai kemampuannya asal bukan dalam hal
kemaksiatan, dan hendaknya tidak mematuhi siapapun dari keluarganya bila tidak
disukai oleh suami dan bertentangan dengan kehendaknya, dan hendaknya istri
tidak menolak ajakan suami bila mengajaknya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidutrnya lalu ia
tidak memenuhi ajakannya, lalu sang suami tidur dalam keadaan marah kepadanya,
maka malaikat melaknat wanita tersebut hingga pagi”. (Muttafaq alaih).
12. Hendaknya
suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di dalam masalah- masalah yang harus
bertindak adil. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa
mempunyai dua istri, lalu ia lebih cenderung kepada salah satunya, niscaya ia
datang di hari Kiamat kelak dalam keadaan sebelah badannya miring”. (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Etika di Pasar
|
|
1. Hendaknya
berdzikir kepada Allah di saat masuk ke pasar, karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk ke pasar lalu membaca:
“(Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
milik-Nyalah kerajaan, dan kepunyaan-Nyalah segala pujian, Dia yang
menghidupkan dan yang mematikan, dan Dia Maha Hidup tidak akan mati; di
tangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka
Allah mencatat sejuta kebajikan baginya, dan menghapus sejuta dosa darinya, dan
Dia tinggikan baginya sejuta derajat dan Dia bangunkan satu istana baginya di
dalam surga”. (HR. Ahmad dan At-Turmudzi, di nilai hasan oleh Al-Albani).
2. Tidak
menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran dan perdebatan. Di antara sifat
kepribadian Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah Bahwasanya beliau
bukanlah seorang yang keras kepala atau keras hati dan bukan pula orang yang
suka teriak-teriak di pasar dan juga bukan orang yang membalas keburukan dengan
keburukan, akan tetapi ia mema`afkan dan mengampuni’. (HR. Al-Bukhari).
3. Menjaga
kebersihan pasar. Pasar tidak boleh dicemari dengan kotoran dan sampah, karena
hal tersebut dapat melumpuhkan arus jalanan dan menjadi sumber bau busuk yang
mengganggu.
4. Menjaga
agar selalu memenuhi akad dan janji serta kesepakatan-kesepakatan di antara dua
belah fihak (pembeli dan penjual). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”. (Al-Ma’idah
: 1)
5. Mengukuhkan
jual beli dengan persaksian atau catatan (dokumentasi), karena Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: “Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli”. (Al-Baqarah: 282).
6. Bersikap
ramah dan memberikan kemudahan di dalam proses jual beli. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Allah akan belas kasih kepada seorang
hamba yang ramah apabila menjual, ramah apabila membeli dan ramah apabila
memberikan keputusan”. (HR. Al-Bukhari).
7. Jujur,
terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang jualan. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya,
maka tidak halal bagi seorang muslim membeli dari saudaranya suatu pembelian
yang ada cacatnya kecuali telah dijelaskannya terlebih dahulu”. (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
8. Jangan
mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Hindarilah banyak bersumpah di dalam berjual-beli, karena
sumpah itu dapat menghabiskan (barang) kemudian membatalkan (barakahnya)”. (HR.
Muslim).
9. Menghindari
penipuan, kecurangan dan pengkaburan serta berlebih-lebihan di dalam menarik
keuntungan. Telah diriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam pernah menjumpai setumpuk makanan, maka Nabi memasukkan tangannya ke dalam
tumpukan tersebut, maka jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda: “Apa ini,
wahai si pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab :Terkena hujan, wahai
Rasulullah. Maka Nabi bersabda: “Kenapa bagian yang basah tidak kamu letakkan
di paling atas agar dilihat oleh manusia? Barangsiapa yang curang terhadap
kami, maka ia bukan dari golongan kami”. (HR. Muslim).
10. Menghindari
perbuatan curang di dalam menakar atau menimbang barang dan tidak
menguranginya. Allah berfirman yang artinya: “Celakalah bagi orang-orang yang
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi”. (Al-Muthaffifin : 1-3).
11. Menghindari
riba, penimbunan barang dan segala perbuatan yang dapat merugikan orang banyak.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Allah mengutuk (melaknat)
pemakan riba, pemberinya, saksi dan penulisnya”. (HR. Ahmad, dan dishahihkan
oleh Al-Albani). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak akan
menimbun barang kecuali orang yang salah “. (HR. Muslim).
12. Membersihkan
pasar dari segala barang yang haram diperjual-belikan.
13. Menghindari
promosi-promosi palsu yang bertujuan menarik perhatian pembeli dan mendorongnya
untuk membeli, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah melarang
najasy. (Muttafaq’alaih). Najasy adalah semacam promosi palsu.
14. Hindarilah
penjulan barang rampasan (hasil ghashab) dan curian. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”. (Al-Nisa: 29).
15. Menundukkan
pandangan mata dari wanita dan menghindar dari percampurbauran dan
berdesak-desakan dengan mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan
katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; (An-Nur: 30-31).
16. Selalu
menjaga syi`ar-syi`ar agama (shalat berjama`ah, dll.), tidak melalaikan shalat
berjama`ah karena berjual-beli. Maka sebaik-baik manusia adalah orang yang
keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap masalah-masalah akhiratnya atau
sebaliknya. Allah berfirman yang artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari)
mendirikan shalat, dan (dari) menunaikan zakat”. (An-Nur: 37).
Etika
Bertetangga
|
|
1. Menghormati
tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu :
“....Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia
berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).
2. Bangunan
yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup
dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya,
apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti
perasaannya.
3. Hendaknya
Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di rumah. Kita jaga harta dan
kehormatan mereka dari tangan-tangan orang jahil; dan hendaknya kita ulurkan
tangan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan, serta
memalingkan mata kita dari wanita mereka dan merahasiakan aib mereka.
4. Tidak
melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara radio atau TV,
atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka dengan kotoran, atau
menutup jalan bagi mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda: “Demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman; demi Allah,
tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: “Adalah
orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatan-nya”.
(Muttafaq’alaih).
5. Jangan
kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita
ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana
(hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan
mereka.
6. Hendaknya
kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu
memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”.
(HR. Muslim).
7. Hendaknya
kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam
duka mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada,
bersikap baik bila menjumpainya; dan hendaknya kita undang untuk datang ke
rumah. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka jinak dan sayang kepada
kita.
8. Hendaknya
kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia
bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan
kealpaan mereka.
9. Hendaknya
kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ada
tiga kelompok manusia yang dicintai Allah.... –Disebutkan di antaranya-
:Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh
kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
--oOo--