Minggu, 27 Maret 2011

laporan praktikum genetika hukum mendel 1

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Dasar teori

Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
  1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan
  2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum segregasi (hukum pertama Mendel)
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2.
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.

Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
  1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
  2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).
  3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.( wikipedia.org)

Hukum mendel I adalah perkawinan dua tetua yang mempunyai satu sifat beda (monohibrit). Setiap indifidu yang berkembang baik secara seksual terbentuk dari perleburan  2 gamet yang berasal dari induknya. Berdasarkan hipotesis mendel dari setiap sifat/karakter ditentukan oleh gen (sepasang alel). Hokum mendel I berlaku pada waktu gametogenesis F1. F1 memiliki genotip heterozigot. Dalam peritiwa meiyosis, gen sealel akan terpisah , mesisng-masing terbentuk gamet. Baik pada bunga jantan maupun bunga betina terjadi 2 macam gamet. Waktu terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F2) dan pada proses fertilisasi gamet-gamet yang mengandung gen itu akan melebur secara acak dan terdapat 4 macam peleburan atau peristiwa.( Suryati Doti, 2011)

Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid. (Syamsuri, 2004:101)

Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan. (Wildan Yatim, 1996:76).

Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V. Crowder, 1997:33)



    1. Tujuan
  • Mencari angka-angka pembanding sesuai dengan hukum mendel.
  • Menemukan nisbah teoritis sama atau mendekati nispbah pengamatan.
  • Memahami pengertian dominan, resesif, genotipe, fenotipe.







BAB II
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM

    1. Bahan  dan alat
Bahan yang digunakan saat praktikum:
  • Model gen (kancing genetic) warna merah sebanyak 30 pasang.
  • Model gen (kancing genetic) warna putih sebanyak 30 pasang.
Alat yang digunakan saat praktikum
  • Dua buah stoples


    1. Cara kerja:
  1. Mengambil model gen merah dan putih, masing-masing 30 pasang atau 60 biji (30 jantan dan 30 betina).
  2. Menyisisihkan 1 pasang model gen merah dan gen putih dalam keadaan berpasangan. Ini dimisalkan individu merah dan individu putih.
  3. Membuka pasangan gen diatas (langkah 2), ini memisalkan pemisahan gen pada pembentukan gamet, baik oleh individu merah dan individu putih.
  4. Menggabungkan model gen jantan merah dan model gen betina putih dan sebaliknya. Ini menggambarkan hasil silangan atau F1, keturunan individu merah dan individu putih.
  5. Memisahkan kembali model gen merah dan model gen putih. Hal ini menggambarkan pemisahan gen pada pembentukan gamet F1.
  6. Selanjutnya memasukkan semua model gen jantan baik merah maupun putih ke dalam stoples jantan dan model gen betina baik merah maupun putih ke dalam stoples betina.
  7. Dengan tanpa melihat dan sambil mengaduk/mencampur gen-gen tersebut ambillah secara acak dari masing-masing stoples, kemudian memasangkan.
  8. Melakukan secara terus menerus pengambilan model gen sampai habis dan mencatat setiap pasang gen yang terambil ke dalam label pencatatan.
  9. Bisa juga dengan mengembalikan model gen yang terambil (langkah 8) ke dalam stoples masing-masing untuk selanjutnya mendapat kesempatan terambil kembali. Melakukan percobaan serupa untuk pengambilan 20x, 40x, dan 60x.





BAB III
HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan, dengan teknik pengambilan kancing genetik 2 warna, yaitu merah untuk gen jantan dan putih untuk gen betina. Didapat hasil berupa tabel sebagai berikut :


Table 1. Pencatatan untuk pengambilan 20x
No
Pasangan
Tabulasi Ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
III
3
2
Merah-putih
IIIII IIIII III
13
3
Putih-putih
IIII
4



Table 2. Pencatatan untuk pengambilan 40x
No
Pasangan
Tabulasi Ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
IIIII IIIII II
12
2
Merah-putih
IIIII IIIII IIIII II
17
3
Putih-putih
IIIII IIIII I
11



Table 3. Pencatatan untuk pengambilan 60x
No
Pasangan
Tabulasi Ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
IIIII IIIII IIIII I
16
2
Merah-putih
IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII II
27
3
Putih-putih
IIIII IIIII IIIII II
17




Table 4. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/expected (E) untuk pengambilan 20x
Fenotipe
Pengamatan
Harapan
Deviasi
(Observasi=O)
(Expected)
(O-E)
merah
16
15
1
Putih
4
5
-1
total
20
20
0

Table 5. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/expected (E) untuk pengambilan 40x

Fenotipe
Pengamatan
Harapan
Deviasi
(Observasi=O)
(Expected)
(O-E)
merah
29
30
-1
Putih
11
10
1
total
40
40
0



Table 6. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/expected (E) untuk pengambilan 60x
Fenotipe
Pengamatan
Harapan
Deviasi
(Observasi=O)
(Expected)
(O-E)
Merah
43
45
-2
Putih
17
15
2
Total
60
60
0






















BAB IV
PEMBAHASAN

Dari percobaan pada pengambilan gen jantan dan gen betina pada stoples dilakukan pengadukan gen jantan dan gen betina sebanyak:
  1. Pengambilan 20x yang menghasilkan merah-merah 3, merah putih 13 dan putih-putih 4. sehingga pada fenotipe merah, putih observasi = 16 dan 4, harapannya 15 dan 5 dan deviasi yang diperoleh 1 dan -1.
  2. Pengambilan 40x menghasilkan merah-merah = 12, merah-putih = 17 dan putih-putih = 11. pada fenotipe merah, putih menghasilkan observasi 29 dan 11, harapan 30 dan 10 sehingga deviasi yang didapat -1 dan 1.
  3. Pengambilan 60x mengahasilkan merah-merah = 16, merah-putih = 27 dan putih-putih = 11. Fenotipe untuk merah dan putih observasinya adalah = 43 dan 17, harapannya = 45 dan 15 sehingga deviasi yang diperoleh = -2 dan 2.


Setelah melakukan beberapa pengambilan (20x, 40x, dan 60x) model gen jantan baik merah maupun putih dan model gen betina baik merah maupun putih dengan tanpa melihat dan sambil mencampur gen-gen tersebut, didapat nisbah atau perbandingan genotipe yang sesuai dengan yang diharapkan seperti yang dilakukan oleh Mendel yaitu 1 : 2 : 1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih). Hal ini disebabkan karena penggabungan (zigot) gamet-gamet dari tiap tetua untuk membentuk sel pertama dari zuriat individu baru terjadi secara acak, dan terjadi tanpa ditentukan oleh gen yang dibawanya. Sehingga dengan hal ini untuk perbandingan fenotipe dapat ditentukan, karena gen yang  homozigot dominan adalah gen merah dan gen putih homozigot resesif sebagai tetuanya sehingga perbandingan fenotipenya 3 : 1 (3 merah : 1 putih). Dan untuk nilai 3 tidak hanya gen merah-merah tetapi terdapat juga gen merah-putih, karena gen merah sebagai dominan dalam persilangan ini dan gen putih sebagai resesif. Untuk nilai 1 hanya terdapat gen putih-putih karena tidak terdapat gen dominan gen merah atau dengan kata lain homozigot resesif.

Perhatikan contoh pada pelaksanaan praktikum yang dimisalkan dengan kancing genetik merah yang melambangkan individu jantan dan kancing genetik putih melambangkan individu betina. Gen jantan merah (MM) disilangkan dengan gen betina putih (mm). Dari persilangan itu diperoleh hasil F1 yang semuanya memiliki individu Merah (jantan). jika F1 ini ditanam dan diadakan penyerbukan dengan sesamanya, maka F2 menghasilkan individu Merah dan putih dengan perbandingan : 1 : 2 : 1. Persilangannya dapat dilihat sbb:  


P1    Tanaman individu Merah    ><    Tanaman individu Putih
Genotipe             MM                            ><                   mm
↓    ↓       (segregasi)
Gamet    M dan M                                 m dan m



F1        Mm   
Fenotipe : Merah (heterozigot)
P2    Mm (Merah)    ><    Mm (Merah)
↓    ↓          (segregasi)
Gamet    M dan m    ><    M dan m

Kemungkinan terjadinya kombinasi pada F2 adalah :
 ♂
M
M
M
MM (Merah)              1
Mm
(Merah)         2
m
Mm
(Merah)         3
mm
(putih)                     4


  • Perbandingan Fenotipe F2 persilangan monohibrid adalah Merah : putih = 3: 1.
  • Perbandingan Genotipenya MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1.













BAB V
KESIMPULAN
  1. Apabila persilangan gen antara gen homozigot dominan dan homozigot resesif  sebagai tetuanya maka akan didapat perbandingan genotipe 1 : 2 : 1 (1 untuk homozigot dominan : 2 untuk heterozigot : 1 untuk homozigot resesif). Dan didapat pula perbandingan fenotipe yaitu 3 : 1 (3 untuk gen yang dominan : 1 untuk gen yang resesif).
  2. Penggabungan (zigot) gamet-gamet dari tiap tetua untuk membentuk sel pertama dari zuriat individu baru terjadi secara acak, dan terjadi tanpa ditentukan oleh gen yang dibawanya.
  3. Gen-gen diturunkan oleh induk keturunannya melalui gamet.
  4. Akibat dari persilangan ini, setiap gamet membawa hanya satu anggota dari setiap pasang gen.



























Jawaban Pertanyaan

  1. Berapa macam pasangan genotope yang anda peroleh?...
  • Pasangan genotipe yang diperoleh adalah 3 macam, yaitu, MM (merah), Mm (merah), dan mm (putih).

  1. Berapa perbandingannya?...
  • Untuk percobaan 20 x, perbandingannya MM : Mm : mm = 3 : 13 : 4
  • Untuk percobaan 40 x, perbandingannya MM : Mm : mm = 12: 17 : 11
  • Untuk percobaan 60 x, perbandingannya MM : Mm : mm = 16 : 27 : 17

  1. Jika model gen merah dominan, berapa perbandingan fenotipe yang diperoleh?...
Perbandingan fenotipe jika gen merah dominan adalah :
  • Untuk percobaan 20 x, perbandingannya Merah : putih = 16 : 4
  • Untuk percobaan 40 x, perbandingannya Merah : putih =39 : 11
  • Untuk percobaan 60 x, perbandingannya Merah : putih = 43 : 17

  1. Apa yang dapat anda simpulkan dari percobaan model 2 ini?....
Dari percobaan model 2 ini dapat disimpulkan bahwa perbandingan genotipe pada persilangan monohibrid adalah 1 : 2 : 1, sedangkan perbandingan fenotipenya adalah 3 : 1.
















Daftar Pustaka
Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http:// id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel
Suryati, Dotti. 2011. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO.


 

Followers