Musuh Alami Hama dan Patogen
Nama : ABEN
CANDRA
NPM : E1J010070
Prodi : AGROEKOTEKNOLOGI
Dosen : Ir. NADRAWATI MP
Coas : TRI NURHIDAYAH
BAB l
PENDAHULUAN
I.
1 Tujuan Praktikum
Mengenal musuh alami hama, pathogen, dan
mempelajari mekanisme permusuhannya.
I.
2 Dasar Teori
Konservasi
musuh alami hama adalah kegiatan penting dalam ksenambungan pelaksanaan program
pengendalian organisme pengganggu tanaman secara hayati. Barbosa menyatakan
bahwa mengkonversi musuh alami sebagai agens pengendali hayati di perlukan
pengelolaan habitat yang tepat. Habitat itu dapat beru lingkiungan alamiah yang
di pertahanakan oleh ciptaan lingkungan yang di modifikasi sehingga cocok utuk
tempat musuh alami bertahan. Hidup.
Selama ini, pengendalian hama
tanaman yang dilakukan oleh para petani masih mengandalkan insektisida kimia
(Marwoto, 1992). Padahal, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat
menyebabkan resistensi, dan musnahnya musuh alami. Insektisida kimia memang dapat
mengamankan produksi pertanian secara ekonomis. Hal ini dikarenakan insektisida
kimia memiliki keunggulan komparatif yaitu sangat efektif, praktis dan cocok
atau kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain. Alasan itu yang mendorong
para petani untuk sering menggunakan insektisida. Peran musuh alami sebagai
salah satu agen hayati semakin penting sejalan dengan penerapan konsep pengendalian
hama terpadu ( Ida Nyoman Oka, 1995)
- Patogenik
Serangga
seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya di serang oleh banyak pategen atau
penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riekitisiae dan nematoda.
Beberapa pednyakit dalam kondisi lingkiungan teetentu dapat menjadi factor
mortalitas bagi populasi serangga. Serangga yang terkena penyhakit menjadi terhambat
pertumbuhannya dan perkembang biaknnya . pada keadaan yang parah serangga akan
mati. (kasumbogo Untung, 1993)
Contoh pathogen sepert di bawah ini
a)
Trichoderma spp dapat ditemui di hampir
semua jenis tanah dan pada berbagai habitat. Jamur ini dapat berkembang biak
dengan cepat pada daerah perakaran. Di samping itu Trichoderma spp.
merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari jamur
lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu menyerang jamur lain namun
sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini
dapat berperan sebagai biocontrol dan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
Beberapa species Trichoderma seperti T. harzianum, T. viride
dan T. album, telah diteliti peranannya sebagai bio-control. A.
nidulans termasuk dalam jenis Aspergillus dan mampu berkembang
biak dengan cepat dalam membentuk filamen-filamen jamur baik dalam media cair
maupun media padat dan pada berbagai kandungan nutrisi (Setyowati, dkk, 2003). Aspergillus
dapat ditemukan pada tanah, sampah dan di udara. Aspergillus dapat
menyebabkan infeksi, alergi atau keracunan baik pada tumbuhan, hewan maupun
manusia (Setyowati, dkk, 2003).
- Parasit atau parasitoid
Parasit
adalah hewan yang hidup di atas tanah atau di dalam binatang lain yang lebih besar
. parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda
yuang lain, parasitod besifat parasitic pad pada fase pendewasaanya sedangkan
pada fased dewass mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Meskipun ada
inang ada yang mampu melengkapi siklus hidupnya sedbelum mati. Induk parasiod telur dapat di letakkan [pada
permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya ntelur langsung di
masukkan ke dalam tubuh inangnya. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan
inang dan menyelesaikan perkembangannya dari luar rubuh inang sebagai ektoparasitoid sebagian besar dalam
tubuh inang sebagai endoparasitoid. Ada 6 ordo 86 famili serangga tewrcatat
sebagai parasitoid yaitu coleptera, dipteral, Hymenoptera, Lepydoptera,
Neuroptera, Stepsitera. Dua ordo yang terpenting yaitu Hymenoptera dan Diptera.
Faktor-faktor pendukung pengendalian oleh parasirod :
·
Daya langsung hidup
baik
·
Hanya satu atau
sedikit individu inang
·
Populasi
parasitoid dapat bertahan hidup meskipun dalam aras yang rendah.
·
Hanya memilikmi
kisaran inang yang sempit
Beberapa kelemahan
yang di hadapi dalam penggunaan parasitod , yaitu :
- Daya cari inang sering di pengaruhi oleh cuaca
atau factor lain
- Serangga berperan jutama karena mereka mencari
pencarian inang untuk meletakkan tgelur.
- Parasotoid yang memiliki daya cari tinggi
biasanya juimlah telurnya sedikit.
(kasumbogo Untung,
1993)
- Mengenal Predator diantara Hama Serangga
Predator
merupakan organoisme yang hidup bebas dedngan memekan atau memangsa binatang
lain. Diantara beberapa cara pengendalian hama yang ada, pengendalian biologis
merupakan alternatif pengendalian yang paling aman. Hal ini erat kaitannya
dengan kelangsungan ekologi maupun habitat tanaman itu berada, karena selain
mengurangi bahkan tanpa bahan kimia, metode biologis ini lebih diarahkan pada
pengen-dalian secara alami dengan mem-biarkan musuh-musuh alami agar tetap
hidup. Meskipun dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama, namun
hal tersebut akan menciptakan terjaganya keseimbangan ekosistem yang ada.
Secara
harfiah, predator dapat dikatakan sebagai pemangsa. Namun, dalam hubungannya
dengan jaring-jaring makanan predator merupakan konsumen tingkat-2 sampai
tingkat selanjutnya yang memangsa tingkat yang lebih kecil. Jadi, predator
dapat dikatakan sebagai binatang atau organisme yang memakan binatang/organisme
lainnya untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara berulang-ulang.
Keberadaan predator dalam suatu ekosistem mutlak dibutuhkan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan yang ada. Predator merupakan serangga yang memangsa
serangga lain dengan cara menangkap, menghisap cairan atau memangsa habis
seluruh tubuh.
Pentingnya
Predator
Mengendalikan
populasi hama, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi
penggunaan insektisida yang berspektrum luas, aplikasi insektisida dengan
melakukan pengamatan perbandingan jumlah hama dan musuh alami, bahkan bila
perlu dalam suatu areal penanaman dilakukan manipulasi lingkungan agar
mendukung peran dan jumlah musuh alaminya.
(Ignatius Julinatono, 2009)
BAB II
METODOLOGI PENGAMATAN
II.1 Alat
dan Bahan
- Alat
Kapas
Mikroskop Stereo
Loup
Pinset
Cawan Petri
Jarum Tombak
Gelas Preparat
Gelas Penutup
Preparat
B.
Bahan
F
Antagonis pathogen
Trichoderma harzianum
Gliocladium virens
Metarhizium sp.
Aspergillus sp.
Alkohol 70%
Gliserin
Kloroform
II.2 Langkah
Kerja
Menggambar dan
memeberi keterangan biakkan, kolono atau musuh alami yang tersedia.
Memperhatikan dan
mencatat cirri-ciri penting yang membedakan dari yang lainnya.
Menyebutkan
taksonominya dan member keterangan tentang hal-hal yang di anggap penting untuk
di informasikan.
Menceritakan
bagaimana mekanisme permusuhannya dari masing-masing specimen.
BAB III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
II.
1 Hasil
Pengamatan
F
Antagonis pathogen
1)
Trichoderma harzianum
klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Amastigomycota
Subdiviso : Deuteromycotina
Classis : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma sp
Nama-nama inang :
Jamur penyebab penyakit pada
tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia
solani, Sclerotium rolfsii.
Mekanisme permusuhannya : Menghambat pertumbuhan
beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman. Ketika
jamur lain menjadi inang parasit Trichoderma, kemudian berkembang sangat
cepat di permukaan membentuk koloni yang berwarna hijau, sehingga membuat jamur
menjadi buruk dan mengubah bentuk jamur lain.
Ciri-ciri penting : Kapang ini memiliki bagian yang khas antara lain
miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang
paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate.
Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol (fialida),
sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau
cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa
terlihat menonjol jelas diantara konidia spora. Trichoderma
berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida
atau cabang dari hifa.
2)
Gliocladium virens
Klasifikasi
Divisio :
Eumycota
Sub Divisio :
Deuteromycota
Kelas :
Hyphomycetes
Ordo :
Hyphomycetales
Famili : Moniliaceae
Genus : Gliocladium
Spesies : Gliocladium virens
Nama-nama inang :
penyakit tular tanah,
termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada
tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas.
Mekanisme permusuhannya : hiperparasitisme
Ciri-ciri penting :
Gliocladium
sp mempunyai
konidifor tegak, muncul dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak
berwarna, bercabang pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya
menghasilkan spora licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk
botol, konvek pada satu sisi fialosporanya berwarna kuning.
3) Metarhizium
sp.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Phylum :
Ascomycota
Class :
Sordariomycetes
Ordo :
Hypocreales
Family :
Clavicipitaceae
Genus : Metarhizium
Species :Metarhizium,s
Nama-nama inang :
Jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella xylostella dari
ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium sp. juga
mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman jagung.
Mekanisme permusuhannya : melalui
empat tahapan yaitu Tahap pertama adalah inokulasi. Tahap kedua adalah
proses penempelan dan perkecambahan. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi.
Tahap keempat destruksi pada titik penetrasi dan
terbentuknya blastospora
Ciri-ciri penting : Metarhizium anisopliae dapat dimanfaatkan sebagai
bioinsektisida karena memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan
cyclopeptida, dextruxin
A,
B, C, D, E, dan desmethyldestruxin B.
Beauveria bassian
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Phylum :
Ascomycota
Class :
Sordariomycetes
Ordo :
Hypocreales
Family : Beauveria bassiana
Genus : Beauveria
bassiana
Species : B. bassiana
Nama-nama inang : Dilaporkan telah
diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama
yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan
hasil kajian jamur ini efektif
mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius)
dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens)
pada tanaman padi serta hama kutu
(Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Sebagian
contoh lain yang menjadi inang jamur B. bassiana adalah jangkrik, ulat sutra, dan semut
merah. Karena B.bassiana dapat menyerang hampir semua jenis
serangga.
Mekanisme permusuhannya
: Cara cendawan Beauvaria
bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak
inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan
inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru.
B.
bassiana masuk ke tubuh serangga inang
melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel
dan lubang lainnya. Inokulum
jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan
berkecambah dan berkembang
membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh..Penembusan dilakukan secara mekanis
dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim
atau toksin.
Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang.
Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.
Miselia
jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi
konidia.
Dalam hitungan hari, serangga akan mati.
Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras
seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna
putih.
Dalam
infeksinya, B. bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga
terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages)
seperti antara segmen-segmen
antena, antara segmen kepala dengan toraks
, antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen
abdomen dengan cauda
(ekor). Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga yang
terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih. Penetrasi
jamur
entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau
diantara segmen-segmen apendages
demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada
bagian-bagian tersebut.
Serangga
yang telah terinfeksi B.bassiana selanjutnya akan mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora
menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang
terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan
terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi
horizontal patogen (inter/intra generasi).
Ciri-ciri penting : Beauvaria bassiana merupakan cendawan entomopatogen
yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. B. bassiana berasal dari
kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes,
orde Hypocreales,
famili Clavicipitaceae,
dan genus Beauvaria. Beauveria bassiana
secara alami
terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit.
Bacillus
thuringiensiasifikasi
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Species : thuringiensis
Nama-nama
inang : Bakteri ini termasuk patogen fakultatif
dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. B. thuringiensis dapat
ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan
tanaman hutan.
Mekanisme permusuhannya : Ciri khas dari bakteri ini yang
membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya adalah adalah kemampuan
membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase
sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat
ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun
dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi,
berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik,
enzim, metabolit,
dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP),
sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-eksotoksi yang
toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta.
Ciri-ciri
penting : Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif,
berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara.
Amatan lain musuh alami hama dan patogen yang diambil dari internet adalah
sebagai berikut:
Laba-laba
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
Araneae
|
Laba-laba,
atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda)
dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak
memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae;
dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng,
tungau —semuanya
berkaki delapan— dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi
mengenai laba-laba disebut arachnologi.
Laba-laba
merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa
utamanya adalah serangga.
Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku
Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang
taringnya kepada musuh atau mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu
spesies yang ada, hanya sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan
manusia.
Tidak
semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan
tetapi semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni
helaian serat protein yang tipis namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret)
yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk
membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain,
menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain.
Capung
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Upaordo:
|
|
Infraordo:
|
Anisoptera
|
Capung
dan capung jarum menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan perkotaan. Ditemukan
mulai dari tepi pantai
hingga ketinggian lebih dari 3.000 m dpl. Beberapa jenisnya, umumnya jenis
capung, merupakan penerbang yang kuat dan luas wilayah jelajahnya. Beberapa
jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan wilayah hidup yang sempit. Capung
jarum biasanya terbang dengan lemah, dan jarang menjelajah sampai jauh.
Capung
dewasa tidak pernah dianggap sebagai pengganggu atau hama. Capung bahkan
membantu petani di sawah karena memburu beberapa macam serangga yang biasa
menjadi hama tanaman,
seperti ngengat dan walang
sangit. Anak-anak di desa sering menangkapi capung untuk pakan burung, atau untuk
bermain-main dengannya.
Belalang
sentadu
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
Belalang
sentadu adalah salah satu dari segelintir serangga yang dapat memutar
kepalanya. Beberapa teks merujuk kepada belalang sentadu Eropa
(Mantis religiosa) sebagai belalang sentadu yang paling umum di
negara-negara di Eropa.
Ischnomantis gigas adalah belalang sentadu terbesar dengan panjang 17 cm
untuk yang betina, dan ditemukan di daerah Sahel di Afrika.
Belalang sentadu terkecil adalah Bolbe pygmaea, yang hanya 1cm
panjangnya pada usia dewasa.
Di
AS, spesies belalang sentadu pertama kali diperkenalkan dari Eropa dan Tiongkok
sekitar tahun 1900 sebagai predator kebun dalam usaha untuk mengendalikan hama.
Belalang sentadu
Carolina adalah serangga resmi negara bagian South
Carolina, dan belalang sentadu Eropa
adalah serangga resmi negara bagian Connecticut.
III. 2 Pembahasan
Dari
pengamatan yang kami lakukan di dapatkan. Berikut ini pembahasan dari praktikum
Musuh Alami Hama dan Patogen
F
Antagonis pathogen
Antagonis pathogen yaitu musuh dari pathogen secara
alami
1.
Trichoderma sp.
Koloni dari kapang Trichoderma
berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa kultur kapang Trichoderma viride pada
skala laboratorium berwarna hijau, hal ini disebabkan oleh adanya kumpulan
konidia pada ujung hifa kapang tersebut. Susunan sel kapang Trichoderma
bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa
pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk
anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat
memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma
dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi.
Kapang ini memiliki bagian yang khas
antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan
cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang
berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang
bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal
maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau cerah bergerombol membentuk
menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara
konidia spora. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan
membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa.
Trichoderma adalah salah satu jamur tanah yang tersebar luas
(kosmopolitan), yang hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan
perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa
jenis bersifat parasit pada jamur lain.
Trichoderma
spp. dapat ditemui di hampir semua jenis tanah dan pada berbagai habitat.
Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran. Di samping
itu Trichoderma spp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan
mengambil nutrisi dari jamur lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu
menyerang jamur lain namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran
menjadikan keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai biocontrol dan
memperbaiki pertumbuhan tanaman.
2. Gliocladium virens
Gliocladium sp mempunyai konidifor tegak, muncul dari substrat
atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang pada ujungnya,
mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora licin, sel spora
genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada satu sisi
fialosporanya berwarna kuning. Cendawan Gliocladium sp memarasit
inangnya dengan cara menutupi atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim
dan menghancurkan dinding sel patogen hingga patogen mati. Gliocladium sp dapat
hidup baik sebaagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat
berkompetisi akan makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat
hiperparasit. Hubungan antagonisme antara agens
antagonis dengan patogen dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu parasitisme,
antibiosis, kompetisi, predasi dan lisis. Gliocladium sp dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tular
tanah, termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun
pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas.
3.
Mettahirrihizium sp.
Mettahirrihizium sp. adalah salah
satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina:
Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan
tersebar luas di seluruh dunia. Koloni cendawan Mettahirrihizium sp. pada
awal pertumbuhannya berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan
bertambahnya umur. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis
serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa
tanaman. Kemampuan entomopatogenitas Mettahirrihizium sp. dikarenakan
cendawan Mettahirrihizium sp. memiliki aktivitas larvisidal karena
menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin B.
Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek
destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum
endoplasma dan membran nukleus). Inangnya yaitu jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella
xylostella dari ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium
sp. juga mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman
jagung
Mekanisme infeksi Mettahirrihizium sp.
menurut Ferron (1985) dapat digolongkan menjadi empat tahapan etologi penyakit
serangga yang disebabkan oleh cendawan.
1.
Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak
antara propagul cendawan dengan tubuh serangga. Propagul cendawan Mettahirrihizium
sp. berupa konidia karena merupakan cendawan yang berkembang baik secara
tidak sempurna.
2.
Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan
propagul cendawan pada integumen serangga. Kelembapan udara yang tinggi
3.
Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi.
Cendawan dalam melakukan penetrasi menembus integumen dapat membentuk tabung
kecambah (appresorium) (Bidochka et al., 2000). Titik penetrasi
sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan
secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin.
4.
Tahap keempat yaitu destruksi pada titik
penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa
dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya
4.
Beauveria bassiana
Penggunaan jamur ini untuk membasmi
hama
dapat dilakukan dengan beberapa metode. Jamur ini bisa
dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu
dengan memasukkan Beauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma
yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol
mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora.
Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi. Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, ternyata Beauveria bassiana
bukan parasit bagi manusia dan invertebrata lain. Tapi, bila terjadi kontak
dengan spora yang terbuka bisa menyebabkan alergi kulit bagi individu yang peka.
5.
Bacillus thuringiensis
Menurut
laporan WHO pada tahun
1999, sebanyak 13.000 ton produk B. thuringiensis diproduksi setiap
tahunnya melalui teknologi fermentasi aerobik. Sebagian besar produk tersebut yang
mengandung ICP dan spora
hidup, sedangkan sebagian lainnya mengandung spora yang telah diinaktivasi.
Produk B. thuringiensis konvensional hanya dibuat untuk mengatasi hama lepidoptera
yang menyerang tanaman pertanian dan perhutanan.
Namun, sekarang ini, banyak galur B. thuringiensis yang diproduksi untuk
mengatasi golongan koeloptera dan diptera (perantara penyakit yang diakibatkan parasit dan virus). B.
thuringiensis komersil juga telah diformulasikan sebagai insektisida
untuk dedaunan, tanah, lingkungan perairan, dan fasilitas penyimpanan makanan.
Contoh penggunaan B. thuringiensis pada lingkungan perairan adalah
mengontrol nyamuk, lalat,
dan larva serangga pengganggu lain pada waduk penampung air
minum. Setelah diaplikasikan ke suatu ekosistem
tertentu, sel vegetatif dan spora akan bertahan pada lingkungan sebagai
komponen alami mikroflora dalam hitungan minggu, bulan, atau tahunan dan
perlahan-lahan akan berkurang jumlahnya. Namun, ICP secara biologis akan
inaktif dalam hitungan jam atau hari.
Aplikasi
produk B. thuringiensis dapat menyebabkan pekerja lapangan terpapar
secara aerosol ataupun melalui kontak dermal, serta mengkontaminasi makanan dan
minuman pada lahan pertanian. Namun, menurut hingga tahun 1999, belum ada
laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis
pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel
vegetatif B. thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip
dengan yang dihasilkan oleh Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat
menyebabkan penyakit manusia atau tidak. Penggunaan produk B. thuringiensis
juga diketahui menimbulkan resitensi pada sebagian insekta, seperti Plodia
interpunctella, Cadra cautella, Leptinotarsa decemlineata, Chrysomela
scripta, Spodoptera littoralis, Spodoptera exigua, sehingga
penggunaan produk tersebut untuk tujuan pengendalian
hama harus lebih diperhatikan.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang di dapat yaitu Konservasi musuh alami hama adalah kegiatan penting
dalam ksenambungan pelaksanaan program pengendalian organisme pengganggu
tanaman secara hayati. Peran musuh alami sebagai salah satu agen hayati semakin
penting sejalan dengan penerapan konsep pengendalian hama terpadu. Berikut
adalah beberapa musuh alami hama dan pathogen
1) Trichoderma sp.
Trichoderma sp. memiliki bagian yang khas
antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan
cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang
berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang
bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal
maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau cerah bergerombol membentuk
menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara
konidia spora. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan
membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa.
Inang Trichoderma spyaitu jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum,
Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.
Menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit
pada tanaman. Ketika jamur lain menjadi inang
parasit Trichoderma, kemudian berkembang sangat cepat di permukaan
membentuk koloni yang berwarna hijau, sehingga membuat jamur menjadi buruk dan
mengubah bentuk jamur lain.
2) Gliocladium
virens
Gliocladium sp mempunyai konidifor tegak, muncul
dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang
pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora
licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada
satu sisi fialosporanya berwarna kuning. Mekanisme
permusuhannya : hiperparasitisme. penyakit tular tanah, termasuk
penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada tomat dan
penyakit penyemaian pada tanaman kapas.
3) Metahirrihizium
sp.
Sereangga
yang di mangsa yaitu Jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella
xylostella dari ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium
sp. juga mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman
jagung. melalui
empat tahapan yaitu Tahap pertama adalah inokulasi. Tahap kedua adalah
proses penempelan dan perkecambahan. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi.
Tahap keempat destruksi pada titik penetrasi dan
terbentuknya blastospora.
Metarhizium anisopliae dapat
dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena memiliki aktivitas larvisidal karena
menghasilkan cyclopeptida, dextruxin A, B, C, D, E, dan desmethyldestruxin B.
4) Beauveria bassiana
Beauveria
bassiana mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora
menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang
terkontaminasi.
5)
Bacillus
thuringiensis
Apabila
serangga memakan toksin pada Bacillus thuringiensis maka serangga
tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan
sebagai pestisida
alami.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Julinatono, Ignatius. 2009. Mengenal
Predator diantara Hama Serangga. www.tanindo.com/abdi10/hal3001.htmsurabaya :
surabaya
Marwoto. 1992. Masalah pengendalian hama
kedelai di tingkat petani. Balai Penelitian Tanaman Pangan : Malang
Oka,
Ida Nyoman. 1995. Pengendcalian Hama
Terpadu. Jogjakarta : Gajahmada University Press
Untung,
Kasumbogo. 1993. Pengantar Pengelolaan
Hama Terpadu. Jogjakarta : Gajahmada University Pres.
0 komentar:
Posting Komentar