Rabu, 05 Januari 2011

Daslintan Musuh Alami Hama dan Patogen

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR 
PERLINDUNGAN TANAMAN
Musuh Alami Hama dan Patogen



Nama                      :           ABEN CANDRA
NPM                       :           E1J010070
Prodi                      :           AGROEKOTEKNOLOGI
Dosen                     :           Ir. NADRAWATI MP
Coas                       :           TRI NURHIDAYAH

Fakultas Pertanian
                    Universitas Bengkulu
2 0 11
BAB l

PENDAHULUAN

I.                   1  Tujuan Praktikum

Mengenal musuh alami hama, pathogen, dan mempelajari mekanisme permusuhannya.

I.                   2  Dasar Teori
Konservasi musuh alami hama adalah kegiatan penting dalam ksenambungan pelaksanaan program pengendalian organisme pengganggu tanaman secara hayati. Barbosa menyatakan bahwa mengkonversi musuh alami sebagai agens pengendali hayati di perlukan pengelolaan habitat yang tepat. Habitat itu dapat beru lingkiungan alamiah yang di pertahanakan oleh ciptaan lingkungan yang di modifikasi sehingga cocok utuk tempat musuh alami bertahan. Hidup.
Selama ini, pengendalian hama tanaman yang dilakukan oleh para petani masih mengandalkan insektisida kimia (Marwoto, 1992). Padahal, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan resistensi, dan musnahnya musuh alami. Insektisida kimia memang dapat mengamankan produksi pertanian secara ekonomis. Hal ini dikarenakan insektisida kimia memiliki keunggulan komparatif yaitu sangat efektif, praktis dan cocok atau kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain. Alasan itu yang mendorong para petani untuk sering menggunakan insektisida. Peran musuh alami sebagai salah satu agen hayati semakin penting sejalan dengan penerapan konsep pengendalian hama terpadu ( Ida Nyoman Oka, 1995)

  1. Patogenik
Serangga seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya di serang oleh banyak pategen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riekitisiae dan nematoda. Beberapa pednyakit dalam kondisi lingkiungan teetentu dapat menjadi factor mortalitas bagi populasi serangga. Serangga yang terkena penyhakit menjadi terhambat pertumbuhannya dan perkembang biaknnya . pada keadaan yang parah serangga akan mati. (kasumbogo Untung, 1993)
 Contoh pathogen sepert di bawah ini
a)                  Trichoderma spp dapat ditemui di hampir semua jenis tanah dan pada berbagai habitat. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran. Di samping itu Trichoderma spp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari jamur lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu menyerang jamur lain namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai biocontrol dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Beberapa species Trichoderma seperti T. harzianum, T. viride dan T. album, telah diteliti peranannya sebagai bio-control. A. nidulans termasuk dalam jenis Aspergillus dan mampu berkembang biak dengan cepat dalam membentuk filamen-filamen jamur baik dalam media cair maupun media padat dan pada berbagai kandungan nutrisi (Setyowati, dkk, 2003). Aspergillus dapat ditemukan pada tanah, sampah dan di udara. Aspergillus dapat menyebabkan infeksi, alergi atau keracunan baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia (Setyowati, dkk, 2003).
  1. Parasit atau parasitoid
Parasit adalah hewan yang hidup di atas tanah atau di dalam binatang lain yang lebih besar . parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda yuang lain, parasitod besifat parasitic pad pada fase pendewasaanya sedangkan pada fased dewass mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Meskipun ada inang ada yang mampu melengkapi siklus hidupnya sedbelum mati.  Induk parasiod telur dapat di letakkan [pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya ntelur langsung di masukkan ke dalam tubuh inangnya. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan inang dan menyelesaikan perkembangannya dari luar rubuh inang  sebagai ektoparasitoid sebagian besar dalam tubuh inang sebagai endoparasitoid. Ada 6 ordo 86 famili serangga tewrcatat sebagai parasitoid yaitu coleptera, dipteral, Hymenoptera, Lepydoptera, Neuroptera, Stepsitera. Dua ordo yang terpenting yaitu Hymenoptera dan Diptera. Faktor-faktor pendukung pengendalian oleh parasirod :
·         Daya langsung hidup baik
·         Hanya satu atau sedikit individu inang
·         Populasi parasitoid dapat bertahan hidup meskipun dalam aras yang rendah.
·         Hanya memilikmi kisaran inang yang sempit
Beberapa kelemahan yang di hadapi dalam penggunaan parasitod , yaitu :
  • Daya cari inang sering di pengaruhi oleh cuaca atau factor lain
  • Serangga berperan jutama karena mereka mencari pencarian inang untuk meletakkan tgelur.
  • Parasotoid yang memiliki daya cari tinggi biasanya juimlah telurnya sedikit.
(kasumbogo Untung, 1993)
  1. Mengenal Predator diantara  Hama Serangga
Predator merupakan organoisme yang hidup bebas dedngan memekan atau memangsa binatang lain. Diantara beberapa cara pengendalian hama yang ada, pengendalian biologis merupakan alternatif pengendalian yang paling aman. Hal ini erat kaitannya dengan kelangsungan ekologi maupun habitat tanaman itu berada, karena selain mengurangi bahkan tanpa bahan kimia, metode biologis ini lebih diarahkan pada pengen-dalian secara alami dengan mem-biarkan musuh-musuh alami agar tetap hidup. Meskipun dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama, namun hal tersebut akan menciptakan terjaganya keseimbangan ekosistem yang ada.
Secara harfiah, predator dapat dikatakan sebagai pemangsa. Namun, dalam hubungannya dengan jaring-jaring makanan predator merupakan konsumen tingkat-2 sampai tingkat selanjutnya yang memangsa tingkat yang lebih kecil. Jadi, predator dapat dikatakan sebagai binatang atau organisme yang memakan binatang/organisme lainnya untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara berulang-ulang. Keberadaan predator dalam suatu ekosistem mutlak dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan lingkungan yang ada. Predator merupakan serangga yang memangsa serangga lain dengan cara menangkap, menghisap cairan atau memangsa habis seluruh tubuh.
Pentingnya Predator
Mengendalikan populasi hama, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan insektisida yang berspektrum luas, aplikasi insektisida dengan melakukan pengamatan perbandingan jumlah hama dan musuh alami, bahkan bila perlu dalam suatu areal penanaman dilakukan manipulasi lingkungan agar mendukung peran dan jumlah musuh alaminya.
(Ignatius Julinatono, 2009)





BAB II
 METODOLOGI PENGAMATAN

II.1      Alat dan Bahan
  1. Alat
*      Kapas
*      Mikroskop Stereo
*      Loup
*      Pinset
*      Cawan Petri
*      Jarum Tombak
*      Gelas Preparat
*      Gelas Penutup Preparat

B.     Bahan

F      Antagonis pathogen
*      Trichoderma harzianum
*      Gliocladium virens
*      Metarhizium sp.
*      Aspergillus sp.

*      Alkohol 70%
*      Gliserin
*      Kloroform

II.2 Langkah Kerja
*      Menggambar dan memeberi keterangan biakkan, kolono atau musuh alami yang tersedia.
*      Memperhatikan dan mencatat cirri-ciri penting yang membedakan dari yang lainnya.
*      Menyebutkan taksonominya dan member keterangan tentang hal-hal yang di anggap penting untuk di informasikan.
*      Menceritakan bagaimana mekanisme permusuhannya dari masing-masing specimen.


BAB III.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

II.                1    Hasil Pengamatan

F      Antagonis pathogen
1)      Trichoderma harzianum
*      klasifikasi

*      Kingdom         : Fungi
*      Divisio             : Amastigomycota
*      Subdiviso        : Deuteromycotina
*      Classis             : Deuteromycetes
*      Ordo                : Moniliales
*      Family             : Moniliaceae
*      Genus              : Trichoderma
*      Species            : Trichoderma sp



*                  Nama-nama inang           : Jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain     Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.
*      Mekanisme permusuhannya  : Menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman. Ketika jamur lain menjadi inang parasit Trichoderma, kemudian berkembang sangat cepat di permukaan membentuk koloni yang berwarna hijau, sehingga membuat jamur menjadi buruk dan mengubah bentuk jamur lain.
*      Ciri-ciri penting                     :  Kapang ini memiliki bagian yang khas antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara konidia spora. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa.

2)      Gliocladium virens
      Klasifikasi


*       Divisio                         : Eumycota
*       Sub Divisio      : Deuteromycota
*       Kelas               : Hyphomycetes
*       Ordo                : Hyphomycetales
*       Famili              : Moniliaceae
*       Genus              : Gliocladium
*       Spesies             : Gliocladium virens


*      Nama-nama inang     : penyakit tular tanah, termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas.
*      Mekanisme permusuhannya  : hiperparasitisme
*      Ciri-ciri penting                     : Gliocladium sp mempunyai konidifor tegak, muncul dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada satu sisi fialosporanya berwarna kuning.
3)      Metarhizium sp.

*      Klasifikasi

*      Kingdom         : Fungi
*      Phylum            : Ascomycota
*      Class                : Sordariomycetes
*      Ordo                : Hypocreales
*      Family             : Clavicipitaceae
*      Genus              : Metarhizium
*      Species            :Metarhizium,s


*      Nama-nama inang     : Jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella xylostella dari ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium sp. juga mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman jagung.
*      Mekanisme permusuhannya  : melalui empat tahapan yaitu Tahap pertama adalah inokulasi. Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Tahap  keempat  destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora
*      Ciri-ciri penting                     : Metarhizium anisopliae dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida, dextruxin
            A, B, C, D, E, dan desmethyldestruxin B.

*      Beauveria bassian
Klasifikasi

*      Kingdom         : Fungi
*      Phylum            : Ascomycota
*      Class                : Sordariomycetes
*      Ordo                : Hypocreales

*      Family             : Beauveria bassiana

*      Genus              : Beauveria bassiana

*      Species            : B. bassiana

*      Nama-nama inang     : Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang jamur B. bassiana adalah jangkrik, ulat sutra, dan semut merah. Karena B.bassiana dapat menyerang hampir semua jenis serangga.
*      Mekanisme permusuhannya  : Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru.
B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh..Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.
Dalam infeksinya, B. bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan cauda (ekor). Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih. Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau diantara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.
Serangga yang telah terinfeksi B.bassiana selanjutnya akan mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi horizontal patogen (inter/intra generasi).
*      Ciri-ciri penting                     : Beauvaria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. B. bassiana berasal dari kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, orde Hypocreales, famili Clavicipitaceae, dan genus Beauvaria. Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit.

*      Bacillus thuringiensiasifikasi


*      Kingdom         : Eubacteria
*      Phylum            : Firmicutes
*      Class                : Bacilli
*      Ordo                : Bacillales

*      Family             : Bacillaceae

*      Genus              : Bacillus

*      Species            : thuringiensis

*     Nama-nama inang     : Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. B. thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan.
*      Mekanisme permusuhannya  : Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya adalah adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta.
*      Ciri-ciri penting                     : Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara.
Amatan lain musuh alami hama dan patogen yang diambil dari internet adalah sebagai berikut:

Laba-laba

 

Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Araneae
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan— dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi.
Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia.
Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain.


Capung

Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Upaordo:
Infraordo:
Anisoptera

Capung dan capung jarum menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan perkotaan. Ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3.000 m dpl. Beberapa jenisnya, umumnya jenis capung, merupakan penerbang yang kuat dan luas wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan wilayah hidup yang sempit. Capung jarum biasanya terbang dengan lemah, dan jarang menjelajah sampai jauh.

Capung dewasa tidak pernah dianggap sebagai pengganggu atau hama. Capung bahkan membantu petani di sawah karena memburu beberapa macam serangga yang biasa menjadi hama tanaman, seperti ngengat dan walang sangit. Anak-anak di desa sering menangkapi capung untuk pakan burung, atau untuk bermain-main dengannya.

Belalang sentadu

 

Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:

Belalang sentadu adalah salah satu dari segelintir serangga yang dapat memutar kepalanya. Beberapa teks merujuk kepada belalang sentadu Eropa (Mantis religiosa) sebagai belalang sentadu yang paling umum di negara-negara di Eropa. Ischnomantis gigas adalah belalang sentadu terbesar dengan panjang 17 cm untuk yang betina, dan ditemukan di daerah Sahel di Afrika. Belalang sentadu terkecil adalah Bolbe pygmaea, yang hanya 1cm panjangnya pada usia dewasa.

Di AS, spesies belalang sentadu pertama kali diperkenalkan dari Eropa dan Tiongkok sekitar tahun 1900 sebagai predator kebun dalam usaha untuk mengendalikan hama. Belalang sentadu Carolina adalah serangga resmi negara bagian South Carolina, dan belalang sentadu Eropa adalah serangga resmi negara bagian Connecticut.

 

III. 2 Pembahasan
            Dari pengamatan yang kami lakukan di dapatkan. Berikut ini pembahasan dari praktikum Musuh Alami Hama dan Patogen
F      Antagonis pathogen
Antagonis pathogen yaitu musuh dari pathogen secara alami
1.      Trichoderma sp.
Koloni dari kapang Trichoderma berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kultur kapang Trichoderma viride pada skala laboratorium berwarna hijau, hal ini disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa kapang tersebut. Susunan sel kapang Trichoderma bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi.
Kapang ini memiliki bagian yang khas antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara konidia spora. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa.
Trichoderma adalah salah satu jamur tanah yang tersebar luas (kosmopolitan), yang hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain.
Trichoderma spp. dapat ditemui di hampir semua jenis tanah dan pada berbagai habitat. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran. Di samping itu Trichoderma spp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari jamur lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu menyerang jamur lain namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai biocontrol dan memperbaiki pertumbuhan tanaman.

2.      Gliocladium virens
Gliocladium sp mempunyai konidifor tegak, muncul dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada satu sisi fialosporanya berwarna kuning. Cendawan Gliocladium sp memarasit inangnya dengan cara menutupi atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan menghancurkan dinding sel patogen hingga patogen mati. Gliocladium sp dapat hidup baik sebaagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat berkompetisi akan makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit. Hubungan antagonisme antara agens antagonis dengan patogen dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu parasitisme, antibiosis, kompetisi, predasi dan lisis. Gliocladium sp dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tular tanah, termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas.

3.      Mettahirrihizium sp.
                  Mettahirrihizium sp. adalah salah satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan tersebar luas di seluruh dunia. Koloni cendawan Mettahirrihizium sp. pada awal pertumbuhannya berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman. Kemampuan entomopatogenitas Mettahirrihizium sp. dikarenakan cendawan Mettahirrihizium sp. memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin B. Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus).  Inangnya  yaitu jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella xylostella dari ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium sp. juga mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman jagung
                   Mekanisme infeksi Mettahirrihizium sp. menurut Ferron (1985) dapat digolongkan menjadi empat tahapan etologi penyakit serangga yang disebabkan oleh cendawan.
1.      Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga. Propagul cendawan Mettahirrihizium sp. berupa konidia karena merupakan cendawan yang berkembang baik secara tidak sempurna.
2.      Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada integumen serangga. Kelembapan udara yang tinggi
3.      Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Cendawan dalam melakukan penetrasi menembus integumen dapat membentuk tabung kecambah (appresorium) (Bidochka et al., 2000). Titik penetrasi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin.
4.      Tahap keempat yaitu destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya
4.                     Beauveria bassiana
Penggunaan jamur ini untuk membasmi hama dapat dilakukan dengan beberapa metode. Jamur ini bisa dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan memasukkan Beauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi. Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, ternyata Beauveria bassiana bukan parasit bagi manusia dan invertebrata lain. Tapi, bila terjadi kontak dengan spora yang terbuka bisa menyebabkan alergi kulit bagi individu yang peka.

5.                    Bacillus thuringiensis

              Menurut laporan WHO pada tahun 1999, sebanyak 13.000 ton produk B. thuringiensis diproduksi setiap tahunnya melalui teknologi fermentasi aerobik. Sebagian besar produk tersebut yang mengandung ICP dan spora hidup, sedangkan sebagian lainnya mengandung spora yang telah diinaktivasi. Produk B. thuringiensis konvensional hanya dibuat untuk mengatasi hama lepidoptera yang menyerang tanaman pertanian dan perhutanan. Namun, sekarang ini, banyak galur B. thuringiensis yang diproduksi untuk mengatasi golongan koeloptera dan diptera (perantara penyakit yang diakibatkan parasit dan virus). B. thuringiensis komersil juga telah diformulasikan sebagai insektisida untuk dedaunan, tanah, lingkungan perairan, dan fasilitas penyimpanan makanan. Contoh penggunaan B. thuringiensis pada lingkungan perairan adalah mengontrol nyamuk, lalat, dan larva serangga pengganggu lain pada waduk penampung air minum. Setelah diaplikasikan ke suatu ekosistem tertentu, sel vegetatif dan spora akan bertahan pada lingkungan sebagai komponen alami mikroflora dalam hitungan minggu, bulan, atau tahunan dan perlahan-lahan akan berkurang jumlahnya. Namun, ICP secara biologis akan inaktif dalam hitungan jam atau hari.

              Aplikasi produk B. thuringiensis dapat menyebabkan pekerja lapangan terpapar secara aerosol ataupun melalui kontak dermal, serta mengkontaminasi makanan dan minuman pada lahan pertanian. Namun, menurut hingga tahun 1999, belum ada laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat menyebabkan penyakit manusia atau tidak. Penggunaan produk B. thuringiensis juga diketahui menimbulkan resitensi pada sebagian insekta, seperti Plodia interpunctella, Cadra cautella, Leptinotarsa decemlineata, Chrysomela scripta, Spodoptera littoralis, Spodoptera exigua, sehingga penggunaan produk tersebut untuk tujuan pengendalian hama harus lebih diperhatikan.














BAB IV
 KESIMPULAN
Kesimpulan yang di dapat yaitu Konservasi musuh alami hama adalah kegiatan penting dalam ksenambungan pelaksanaan program pengendalian organisme pengganggu tanaman secara hayati. Peran musuh alami sebagai salah satu agen hayati semakin penting sejalan dengan penerapan konsep pengendalian hama terpadu. Berikut adalah beberapa musuh alami hama dan pathogen
1)      Trichoderma sp.
                  Trichoderma sp. memiliki bagian yang khas antara lain miselium berseptat, bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang paling ujung berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate. Pada bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol (fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya berwarna hijau cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara konidia spora. Trichoderma berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau cabang dari hifa.
Inang Trichoderma spyaitu jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain     Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.
Menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman. Ketika jamur lain menjadi inang parasit Trichoderma, kemudian berkembang sangat cepat di permukaan membentuk koloni yang berwarna hijau, sehingga membuat jamur menjadi buruk dan mengubah bentuk jamur lain.
2)      Gliocladium virens
                  Gliocladium sp mempunyai konidifor tegak, muncul dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada satu sisi fialosporanya berwarna kuning. Mekanisme permusuhannya  : hiperparasitisme. penyakit tular tanah, termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas.
3)      Metahirrihizium sp.
                  Sereangga yang di mangsa yaitu Jenis serangga seperti kumbang kelapa, Plutella xylostella dari ordo Lepidoptera yang menyerang tanaman kubis Mettahirrihizium sp. juga mampu mematikan Ostriania furnacalid Guenee pada tanaman jagung.  melalui empat tahapan yaitu Tahap pertama adalah inokulasi. Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Tahap  keempat  destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora.
Metarhizium anisopliae dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida, dextruxin A, B, C, D, E, dan desmethyldestruxin B.
4)      Beauveria bassiana
                   Beauveria bassiana mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi.
5)      Bacillus thuringiensis
                  Apabila serangga memakan toksin pada Bacillus thuringiensis maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.



BAB V
 DAFTAR PUSTAKA
Julinatono,  Ignatius. 2009. Mengenal Predator diantara  Hama Serangga. www.tanindo.com/abdi10/hal3001.htmsurabaya : surabaya
Marwoto. 1992. Masalah pengendalian hama kedelai di tingkat petani. Balai Penelitian Tanaman Pangan : Malang
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendcalian Hama Terpadu. Jogjakarta : Gajahmada University Press
Untung, Kasumbogo. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Jogjakarta : Gajahmada University Pres.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers