PROFIL INVESTASI BIOFUEL DARI KELAPA SAWIT
1. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit
A.
Nama lain dari tanaman kelapa sawit
Kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq)
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia di pelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan
Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika.
Penanaman kelapa sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa
perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu
oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de
Sumatra – RCMA, dan di sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij.
B.
Gambaran Umum Kelapa Sawit
Morfologi Kelapa Sawit
a. Akar
Kelapa sawit merupakan tumbuhan
monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit
terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan
panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.
Susunan akar kelapa sawit terdiri
dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke
samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke
bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar
tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa
mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal.
b. Batang
Tanaman kelapa sawit umumnya
memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk
seperti kubis dan enak dimakan.
Di batang tanaman kelapa sawit
terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas
walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah
yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit
tampak berwarna hitam beruas.
c. Daun
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau
ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam
dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di
tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun
d. Bunga dan buah
Tanaman kelapa sawit yang berumur
tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga
betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak
bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyrbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu
dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan
atau serangga penyerbuk.
Buah kelapa sawit tersusun dari
kulit buah yang licin dan keras (epicrap),
daging buah (mesocrap) dari susunan
serabut (fibre) dan mengandung
minyak, kulit biji (endocrap) atau
cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan
mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah.
- Arah
tegak lurus ke atas (fototropy),
disebut dengan plumula yang
selanjutnya akan menjadi batang dan daun
- Arah
tegak lurus ke bawah (geotrophy)
disebut dengan radicula yang
selanjutnya akan menjadi akar.
Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh
sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama
muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil
dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit
kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai
organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam
tanah.
Buah yang sangat muda berwarna hijau
pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi
kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah
berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).
e. Biji
Setiap jenis kelapa sawit memiliki
ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan
bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji
dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata
memiliki bobot 2 gram per biji.
Biji kelapa sawit umumnya memiliki
periode dorman (masa non-aktif).
Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan
sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat
keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.
Jenis Kelapa Sawit.
Berdasarkan ketebalan cangkang dan
daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
- Dura
memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak
15-17%.
- Tenera
memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen
minyak 21-23%.
- Pisifera
memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal dan
bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan
buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang
dihasilkan sedikit.
C.
Klasifikasi dan Morfologi
Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo :
Palmales
Famili :
Palmae
Sub – Famili :
Cocoidae
Spesies :
1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa
sawit Afrika)
2. Elaeis
melanococca atau Corozo oleifera
(kelapasawit
Amerika Latin)
Varietas/Tipe : Digolongkan berdasarkan :
1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp) :
dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.
2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu
Nigrescens, Virescens, dan Albescens
D.
Syarat Tumbuh
Kelapa sawit semula merupakan
tanaman yang tumbuh liar di hutan – hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa
sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi
secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan
kelapa sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika,
perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.
Iklim
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah
tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan
120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum adalah
sebagai berikut :
1. Curah Hujan
Tanaman
Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun, tetapi curah
hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih
dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya
berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada
pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih
sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi
penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan
tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan
kebun, dan terjadinya erosi.
Contoh
Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera utara, yakni berkisar
antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim kemarau jatuh pada bulan juni
sampai september, tetapi masih ada hujan turun yang menyediakan kebutuhan air
bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian mendorong kelapa sawit membentuk
bunga dan buah secara terus menerus, sehingga
diperoleh hasil buah yang tinggi.
Di jawa,
tanaman kelapa sawit berkembang di daerah Banten Selatan yang iklimnya relatif
cukup basah. Sedangkan di Indonesia bagian timur, misalnya di Kalimantan Timur,
yang musim kemaraunya tegas dan berlangsung selama 4-5 bulan seringkali
menyebabkan kerusakan bahkan kematian pada tanaman kelapa sawit.
Keadaan
curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi
pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak
tercapainya jumlah curah hujan minimum yang
2. Suhu dan Tinggi Tempat
3. Kelembapan dan Penyinaran
Matahari
Sifat Kimia Tanah
Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur
hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu,
untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang
tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai
4,0 – 6,0 dan ber – pH optimum 5,0 – 5,5.
E.
Teknologi perbanyakan Tanaman
Teknologi perbanyakan tanaman yang
dapat dilakukan pada tanaman kelapa sawit adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan
untuk perbanyakan secara konvensional.
Pembiakan Secara Kultur Jaringan
Pada pembiakan secara kultur
jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat diperoleh dalam bentuk bibit atu
klon hasil pembiakan secara kultur jaringan (tissue culture). Pengembangan kelapa sawit sistem kultur jaringan
dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada bahan tanaman kelapa
sawit yang berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam produksi,
kualitas minyak, pertumbuhan vegatatif, dan ketahanan terhadap hama – penyakit.
Bibit kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut
dengan klon kelapa sawit.
Pembuatan bibit klon dengan
sistem kultur jaringan menggunakan bahan pembiakan yang berasal dari tanaman
hasil persilangan antara Deli Dura dan Pisifera yang memiliki sifat – sifat
unggul, yakni produksinya tinggi, pertumbuhan vegetatif seragam, kualitas
minyak baik, dan toleran terhadap hama dan penyakit.
Keuntungan pembiakan kelapa
sawit dengan sistem kultur jaringan di antaranya adalah sebagai berikut :
§
Pembiakan
suatu varietas unggul melalui sistem kultur jaringan berjalan dengan cepat,
tidak terlalu tergantung pada musim dan dapat dilaksanakan dengan sistem
produksi bibit yang terkendali.
§
Pengendalian
sistem produk (bibit klon) secara menyeluruh sehingga produk (bibit) yang
dihasilkan seragam.
§
Penyimpanan
plasma nutfah untuk tujuan produksi dan bank gen dapat dilakukan secara efektif
dan efisien.
§
Perbanyakan
pohon yang toleran terhadap beberapa penyakit yang bersifat genetis dapat
dilakukan secara mudah, misalnya penyakit crown
disease, genetic orange spotting, dsb.
§
Program
pemuliaan dapat dipersingkat karena pohon terpilih dari hasil pemuliaan
langsung dapat diperbanyak secara vegetatif.
Proses atau langkah – langkah
pembiakan kelapa sawit dengan sistem kultur jaringan secara garis besarnya
adalah sebagai berikut :
a. Bahan Kultur jaringan
Bahan
kultur jaringan menggunakan pohon induk yang dipilih dari hasil persilangan
pohon ibu dan pohon bapak tebaik dari varietas Deli Dura X Pisifera. Kriteria
pemilihan pohon induk yang akan digunakan sebagai sel-sel pembiakan atau ortet adalah sebagai berikut :
1).
Persilangan terpilih harus berproduksi 7 -9 ton minyak sawit/hektar/tahun dan
pohon yang dipilih memiliki potensi produksi 9 – 11 ton minyak/hektar/tahun.
2). Kandungan asam lemak tidak jenuh di atas 54%
3). Bebas penyakit tajuk (crown disease).
4). Peninggian pohon berkisar antara 40 – 55 cm
per tahun.
b. Media
Media
untuk tempat menumbuhkan sel – sel pembiak adalah komponen yang tersusun dari
senyawa kimia yang mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan jaringan. Media
tumbuh ini terdiri atas unsur – unsur hara makro, mikro, protein, vitamin,
mineral, dan hormon pada dosis tertentu sehingga memberikan hasil optimum bagi
perkembangan jaringan.
c. Metode
Seperti
telah dikemukakan di atas, perbanyakan bahan tanaman melalui kultur jaringan
dapat menggunakan teknologi Inggris (Unilever) atau teknologi perancis (CIRAD –
CP). Metode pembiakan kultur jaringan yang dilaksanakan oleh PPKS Medan adalah
metode CIRAD – CP yang dilaksanakan melalui lima tahap kegiatan sebagai
berikut.
1. Induksi Kalus
Bahan biakan adalah daun kelapa
sawit yang manis muda (daun ke – 4, ke – 5, ke – 6 atau ke – 7) dan masih
aktif. Daun Kelapa sawit tersebut diiris melintang berukuran 1 cm. Dari satu
pohon induk dapat diperoleh sebanyak 1.200 bahan biakan atau eksplan.
2. Pembentukan Embrio
Waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan embrio dari kalus berbeda - beda, tergantung pada klon yang
digunakan.
3. Pembiakan Embrio
Embrio muda dipindahkan ke
media baru untuk pematangan sekaligus perbanyakannnya. Embrio tersebut
dipelihara di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux
suhu 270C dan kelembaban udara 50% - 60%. Pematangan embrio
membutuhkan waktu 2 – 4 bulan. Kemampuan pembiakan embrio dari setiap klon
berbeda, tetapi tidak ada hubungannya dengan jenis persilangan. Pada embrio
yang sudah matang (mature) dapat
ditumbuhi – pupus, embrio juga didapat sebagai stock atau koleksi dalam tabung
penyimpanan dengan teknik krioperservasi.
4. Penumbuhan Pupus
Embrio yang terpilih untuk
penumbuhan pupus dipindahkan ke dalam media baru, dikulturkan di dalam ruang
pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux, suhu 300C, dan
kelembaban 50 - 60%. Penumbuhan pupus membutuhkan waktu 2 - 4 bulan.
5. Penumbuhan Akar
Pupus yang tumbuh dalam satu
kelompok diseleksi untuk penumbuhan akar. Pupus yang mempunyai ukuran lebih
dari 6 cm disapih dari kelompoknya dan dimasukkan ke dalam media induksi akar.
Pupus yang masih berukuran kecil dipelihara kembali dalam media penumbuhan
pupus
Pembiakan Secara Pembibitan
Pembibitan klon meliputi
pembibitan awal (pre nursery) selama
3 bulan dan pembibitan utama (main
nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal dilakukan, planlet
(tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses adaptasi planlet
dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di luar.
F.
Persemaian dan Pembibitan
Pembibitan
Benih kelapa sawit untuk calon bibit
harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah.
Proses pengecambahan umumnya dilakukan sebagai berikut.
- Tangkai
tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.
- Tandan
buah diperam selama 3 hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari
tandannya dan peram lagi selama 3 hari.
- Masukkan
buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air, lalu
rendam dalam air selama 6-7 hari. Ganti air rendaman setiap hari.
Selanjutnya rendam biji tadi dalam Dithane M-45 konsentrasi 0,2 % selama 2
menit, lalu keringanginkan.
- Masukkan
biji kelapa sawit tersebut ke dalam kaleng pengecambahan dan simpan di
dalam ruangan bertemperatur 39oC dengan kelembaban 60-70%
selama 60 hari. Setiap 7 hari, benih dikeringanginkan selama 3 menit.
- Setelah
60 hari, rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan
dikeringanginkan lagi. Masukkan benih ke dalam larutan Dithane M-45 0,2%
selama 1-2 menit. Simpan benih di ruangan bertemperatur 270 C.
Setelah 10 hari, benih berkecambah pada hari ke-30 tidak digunakan lagi.
G.
Persiapan Lahan
Tanaman Kelapa sawit sering ditanam
pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka
menjadi lahan kelapa sawit. Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan
dengan kondisi lahan yang tersedia.
1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau
areal yang ditumbuhi lalang.
2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang
sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau
komoditas tanaman perkebunan lainnya.
3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa
sawit.
Persiapan lahan merupakan
kegiatan yang sangat penting dan harus dilaksanakan berdasarkan jadwal kegiatan
yang sudah ditetapkan. Mengingat areal kebun kelapa sawit yang cukup luas,
pembukaan lahan dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap. Namun, yang
terpenting adalah keadaan kebun sudah siap dipanen dan dapat memasok buah yang
akan diolah ketika pabrik sudah siap berproduksi.
Pembukaan Lahan Secara Mekanis
Pembukaan lahan secara mekanis
dilakukan pada areal hutan dan konversi yang ditumbuhi oleh pohon – pohon besar.
Pembukaan lahan secara mekanis ini terdiri dari beberapa pekerjaan sebagai
berikut : Babad pendahuluan, yaitu
membabad dan memotong pohon –kecil atau semak – semak yang tumbuh dibawah pohon
besar, Menumbang, memotong pohon –
pohon besar yang berdiameter di atas 10 cm dengan menggunakan gergaji mesin
atau kapak, Merencek, memotong –
motong cabang – cabang dan ranting – ranting kayu yang sudah tumbang untuk
memudahkan perumpukan, Merumpuk yaitu
mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan dan rencekan biasanya memanjang arah
utara-selatan agar dapat sinar matahari secukupnya dan cepat kering, dan Membakar yaitu membakar rumpukan agar
area bersih dari bahan – bahan yang tidak diperlukan.
H.
Penanaman dan Penyulaman
Jenis – jenis pekerjaan utama dalam proses penanaman
adalah : (a) Pembuatan larikan tanaman atau penempatan pancang, atau ajir
tanam, (b). Penanaman tanaman penutup tanah kacangan, dan (c). Penanaman Kelapa sawit.
1. Pengajiran
Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman serta pancang
sebagai titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam. Pengajiran atau
memancang adalah menentukan tempat – tempat yang akan ditanam bibit kelapa
sawit. Letak ajir (pancang) harus tepat, sehingga terbentuk barisan ajir yang
lurus dilihat dari segala arah, dan kelak setiap individu tanaman pun akan
lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh yang sama luasnya. Dalam keadaan
yang demikian, tanaman mempunyai peluang utnuk tumbuh dan berkembang dalam
kondisi yang tidak berbeda.
Sistem jarak tanaman yang digunakan umumnya adalah
segitiga sama sisi dengan jarak 9 m X 9 m X 9 m. Dengan sisitem segitiga sama
sisi ini, Jarak Utara-Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antara setiap
tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143 pohon.
Penanaman kelapa sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5 m X 9,5 m X 9,5 m
dengan jarak tegak lurusnya (U-S) 8,2 m dan populasi 128 pohon per hektar.
Untuk mencapai ketepatan pengajiran, pekerjaan pengajiran harus dilaksanakan
oleh pekerja yang terlatih.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang digali dan
lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga
terjadi perbaikan tanah secara fisika ataupun kimia dan dapat dilakukan
pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun jumlah per hektarnya. Pembuatan lubang
yang dilakukan pada saat tanam atau hanya 1-2 hari sebelum tanam tidak
dianjurkan.
Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran
60 cm x 60 cm x 60 cm, tetapi ada juga yang hanya berukuran 50 cm x 40 cm x 40
cm. Pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah di
sebelah selatan lubang. Ajir ditancapkan di samping lubang dan bila lubang
telah selesai dibuat, ajir ditancapkan kembali di tengah – tengah lubang. Apabila
tanaman akan ditanam menurut garis tinggi (kontur) atau dibuat teras melingkari
bukit, letak lubang tanaman harus berada paling dekat 1,5 m dari sisi lereng.
Untuk penanaman kelapa sawit yang melingkari bukit, biasanya dibuat teras –
teras terlebih dahulu, baik teras individual maupun teras kolektif.
3. Menanam
Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan
bibit di Pembibitan utama, Pengangkutan bibit ke lapangan, Menaruh bibit di
setiap lubang, persiapan lubang, menanam bibit pada lubang, dan pemeriksaan
areal yang sudah ditanami.
4. Tanaman Penutup Tanah
Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada
perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam
untuk menutup tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk
tajuk yang dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup
tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat fisika, kimia dan biologi
tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan
tumbuhan pengganggu (gulma). Penanaman kacangan penutup tanah sebaiknya
dilaksanakan segera setelah pembukaan lahan selesai dilaksanakan.
Jenis – jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum
ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium
caeruleum, Calopogonium mucunoides,
Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus
palustries, dan Mucuna
cochinchinensis.
I.
Penyiangan (pengendalian gulma)
Upaya pengendalian gulma telah
dilaksanakan dengan menanami tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan)
dengan tanaman kacang penutup tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap
individu tanaman. Bila pertumbuhan gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka
berbagai macam gulma dapat tumbuh dengan subur dan mengganggu (menyaingi)
pertumbuhan tanaman pokok, menyebabkan keadaan kebun menjadi kotor dan lembab.
Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk mengurangi
terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan pelaksanaan pemeliharaan,
dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit tertentu.
Secara garis besar jenis – jenis
gulma yang dijumpai pada perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi :
1. Gulma
berbahaya, yaitu gulma
yang memiliki daya saing tinggi terhadap tanaman pokok, misalanya lalang (Imperata cylindrica), sembung rambat
(Mikania cordata dan M. Micrantha), lempuyangan (Panicum repens), teki (Cyperus
rotundus), serta beberapa tumbuhan berkayu diantaranya.putihani/krinyuh (Eupathorium odoratum syn. Chromolaena
odorata), harendong (Melastoma
malabtrichum), dan tembelekan (Lantana
camara)
2. Gulma
lunak, yaitu gulma yang
keberadaannya dalam budi daya tanaman kelapa sawit dapat di toleransi, sebab
jenis gulma ini dapat menahan erosi tanah, kendati demikian pertumbuhannya
harus dikendalikan. Yang termasuk gulma lunak misalnya babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum conjugatum), pakis (Nephrolepis biserata), dan sebagainya.
Pengendalian gulma dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :
1. Pengendalian
gulma secara manual, yaitu
pengendalian gulma dengan menggunakan peralatan dan upaya pengendalian secara
konvensional, misalnya dibabad, dibongkar dengan cangkul, digarpu dan
sebagainya.
2. Pengendalian
gulma secara kimia, yaitu
pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak
maupun sistemik.
3. Pengendalian
Secara kultur teknis,yaitu
pengendalian gulma dengan menggunakan tanaman penutup tanah jenis kacangan.
J.
Pemupukan
Pemupukan tanaman bertujuan untuk
menyediakan unsur – unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan
generatif, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Untuk menentukan dosis pupuk
yang tepat, sebaiknya dilaksanakan analisis tanah dan daun terlebih dahulu.
Dengan analisis tanah dan daun, maka ketersediaan unsur – unsur hara di dalam
tanah pada saat itu dapat diketahui dan keadaan hara terakhir yang ada pada
tanaman dapat diketahui juga. Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan
kebutuhan tanaman terhadap jenis – jenis unsur hara secara lebih tepat,
sehingga dapat ditetapkan dosis pemupukan yang harus diaplikasikan.
Tabel 25. Dosis Pemupukan
Kelapa Sawit Berdasarkan Unsur Tanaman.
Jenis Pupuk
|
Dosis (Kg/Pokok/Tahun) *)
|
Umur Tanaman
|
5 – 5
|
6 – 12
|
>12
|
Sulphate of Amonia (ZA)
|
1,0 – 2,0
|
2,0 – 3,0
|
1,5 – 3,0
|
Rock Phosphate (RP)
|
0,5 – 1,0
|
1,0 – 2,0
|
0,5 – 1,0
|
Muriate of Potash (KCl)
|
0,4 – 1,0
|
1,5 – 3,0
|
1,5 – 2,0
|
Kieserite (MgSO4)
|
0,5 – 1,0
|
1,0 – 2,0
|
0,5 – 1,5
|
*) Keterangan :
Pupuk N, K, dan Mg diberikan dua kali aplikasi, pupuk P diberikan satu kali
aplikasi, dan pupuk B (bila diperlukan) diberikan dua kali aplikasi per tahun (salah
satu contoh dosis B adalah 0,05 – 0,1 Kg
per pohon per tahun)
Cara pemberian pupuk diperhatikan
secara seksama agar pemupukan dapat terlaksana secara efisien. Untuk mencapai
maksud tersebut, pemberian pupuk pada Tanaman Menghasilkan (TM) harus
dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
- Pupuk N
ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm sampia dipinggir luar piringan.
- Pupuk P,
K, dan Mg ditabur secara merata dari jari – jari 1,0 m hingga jarak 3,0 m
dari pangkal pokok (0,75 – 1,0 m di luar piringan)
- Pupuk B
ditaburkan secara merata pada jarak 30 – 50 cm dari tanaman pokok
Pemberian pupuk pada kelapa sawit
diatur dua kali dalam setahun. Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada
akhir musim hujan yaitu bulan Maret – April dan pemberian pupuk kedua dilakukan
pada awal musim hujan yaitu bulan
September – Oktober.
K.
Pemangkasan
Pemangkasan atau disebut juga
penunasan adalah pembuangan daun – daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman muda
sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi
penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal
perkebunan. Adapu tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut :
- Memperbaiki
sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu proses
penyerbukan secara alami
- Mengurangi
penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan buah terjepit pada
pelepah daun.
- Membantu
dan memudahkan pada waktu panen
- Mengurangi
perkembangan epifir
- Agar
proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosintesis
dan respirasi.
-
L.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Tanaman kelapa sawit dapat diserang
oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun
pertanaman. Hama dan penyakit dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum
menghasilkan (TBM) maupun tanaman yang sudah menghasilkan (TM).
Beberapa jenis hama dan penyakit
dapat menimbulkan kerugian yang besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan
(TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap
hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar.
Pengendalian hama dan penyakit dapat
dilaksanakan secara manual, kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan
penyakit yang menyerang. Selain serangan hama yang tergolong jenis serangga,
bibit dan tanaman muda juga sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia
terutama bila kebun kelapa sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa
hutan, baik hutan primer maupun hutan sekunder.
a. Hama
Hama yang biasa menyerang tanaman
kelapa sawit biasanya terbagi menjadi hama perusak akar, hama perusak daun,
hama perusak tandan buah.
a.1. Hama Perusak Akar.
Hama yang sering merusak akar
kelapa sawit adalah nematoda Rhadinaphelenchus
cocophilus. Gangguan nematoda ini dijuluki red ring disease. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit.
Gejala – gejala umum dari kelapa sawit yang terserang adalah pusat mahkota
mengerdil dan daun – daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh
tegak. Daun berubah warna menjadi kuning kemudian mengering. Tandan bunga
membusuk dan tidak membuka sehingga tidak menghasilkan buah.
a.2. Hama Perusak Daun
Ada beberapa jenis hama yang merusak daun
tanaman kelapa sawit, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Kumbang Tanduk (Oryctes rhynoceros)
Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada
tanaman muda yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa (imago) masuk kedaerah titik tumbuh (
pupus ) dengan membuat lubang pada pangkal pelepah daun muda yang masih lunak.
Pengendalian
hama kumbang tanduk lebih diutamakan pada upaya pencegahan (preventif), yaitu
menghambat perkembangan larva dengan mengurangi kemungkinan kumbang bertelur
pada medium yang tersedia, yakni dengan cara sebagai berikut :
ü
membakar
sampah – sampah dan bagian pohon yang mati, agar larva hama terbakar dan mati
ü
mempercepat
tertutupnya tanah dengan tanaman penutup tanah dengan tanaman penutup tanah
agar dapat menutup bagian – bagian batang hasil tebangan pada saat pembukan
lahan yang membusuk di lokasi kebun
ü
Pemberian
bahan pengusir, misalnya kapur barus yang diletakkan pada batang kelapa sawit
yang mulai membusuk (pada pembukaan ulangan)
b. Ulat Setora (Setora nitens)
Ulat setora muda memakan anak – anak daun dari tanaman
muda dan tanaman sudah menghasilkan yang berumur antara 2-8 tahun. Hama ini
kadang – kadang memakan daun kelapa sawit hingga ke lidinya.
Pengendalian
Hama ulat setora dapat dilakukan
secara hayati dan secara kimia. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan
dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasit telur yaitu lebah Trichogrammatidae I dan lebah Ichneumonidae,
serta perusak kokoh yaitu lalat Tachinidae
c. Ulat Siput (Darna trima Mooore)
Ulat Darna
trima menyerang daun kelapa sawit, terutama pada tanaman muda, meskipun
sering pula menyerang daun pada tanaman dewasa. Serangan yang hebat dapat
menimbulkan kerusakan berat dan dapat dijumpai jumlah ulat yang tinggi pada
setiap pelepah kelapa sawit.
Pengendalian ulat Darma
trima dapat dilaksanakan secara kimia dan hayati. Pengendalian secara kimia
dilakukan dengan menyemprot tanaman yang terserang dengan insektisida.
Pengendalian secara hayati dapat menggunakan musuh alami seperti parasit ulat
yaitu lebah Broconidae, meskipun
hasilnya tidak seefektif cara kimia.
d. Serangga Asinga (Sethothosea Asigna)
Ulat dari hama ini menyerang daun kelapa sawit
terutama daun yang menyerang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9 – 25. Hama
ini merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit di
sentra perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara. Pengendalian hama ini dapat
dilakukan secara kimia dan secara hayati. Pengendalian secara kimia dapat
menggunakan insektisida, pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami.
b. Penyakit
a. Penyakit Tajuk (Crown disease)
Biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang
berumur 2-3 tahun. Bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka. Penyakit
ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan bagian yang
terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah infeksi dari jamur Fusarium sp.
b. Basal Steam Rot
Penyebabnya adalah Ganoderma
sp. Gejala pada tingkat serangan pertama secara visual sukar diamati. Pada
tingkat yang lebih lanjut, cabang daun bagian atas terkulai, selanjutnya pohon
akan mati. Pemberantasan yang efektif sampai sekarang belum ada.
c. Marasmius
Penyakit marasmius dapat menggagalkan atau merusak pembentukan
buah. Pemberantasan dilakukan dengan membersihkan pohon.
M.
Panen dan Pengolahan Hasil Panen
Panen
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan
membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6
bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat
dari perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika
masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal.
Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai
tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol.
Proses pemanenan pada tanaman kelapa
sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan
mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.
Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat
panen, rotasi dan sistem panen serta mutu panen.
Proses
pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut
brondolan dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke
pabrik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen,
alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen.
1.
Kriteria matang Panen
Kriteria
matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah
pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan
minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Pada saat ini, kriteria
umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan, yaitu tanaman
dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan
tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20
butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg
tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan.
2.
Cara panen
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen
yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman
yang tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan
tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan
alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari
10 m dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan
pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu
dan diatur rapi di tengah gawangan.
3.
Persiapan Panen
Untuk
menghadapi masa panen dan agar proses dapat berjalan dengan lancar, tempat
pengumpulan hasil (TPH) harus disiapkan dan jalan untuk pengangkutan hasil
harus diperbaiki. Para pemanen harus disiapkan peralatan yang akan digunakan.
2. Teknik Poduksi Biofuel Kelapa Sawit
A. Komposisi dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Kasar (Crude Oil)
Minyak-lemak kasar adalah
minyak-lemak yang diperoleh dari pemerahan atau pengempaan biji atau bagian
lain dari sumber minyak (oil source)
tanpa mengalami pengolahan lanjut apapun kecuali penyaringan dan pengeringan
(untuk menurunkan kadar air). Komposisi asam-asam lemak minyak nabati
berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama
minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol
dengan asam-asam lemak (C8–C24). Gambar 26
dan Gambar 27 di bawah ini menunjukkan contoh-contoh berbagai jenis asam-asam
lemak dan struktur molekulnya. Sifat fisiko kimia dari beberapa minyak-lemak
nabati disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Sifat-sifat
beberapa minyak-lemak nabati
Minyak
|
Massa jenis, kg/liter
|
Viskositas kinematika (38 0C), cSt
|
DHc, MJ/kg
|
Angka setana
|
Titik awan/ kabut, oC.
|
Titik tuang, oC.
|
Jarak kaliki
|
0,9537
|
297
|
37,27
|
?
|
Tak ada
|
-31,7
|
Jagung
|
0,9095
|
34,9
|
39,50
|
37,6
|
-1,1
|
-40,0
|
Kapas
|
0,9148
|
33,5
|
39,47
|
41,8
|
+1,7
|
-15,0
|
Crambe
|
0,9044
|
53,6
|
40,48
|
44,6
|
10,0
|
-12,2
|
Biji rami
|
0,9236
|
27,2
|
39,31
|
34,6
|
+1,7
|
-15,0
|
Kacang tanah
|
0,9026
|
39,6
|
39,78
|
41,8
|
12,8
|
-6,7
|
Kanola
|
0,9115
|
37,0
|
39,71
|
37,6
|
-3,9
|
-31,7
|
Kasumba
|
0,9144
|
31,3
|
39,52
|
41,3
|
18,3
|
-6,7
|
Kasumba OT*)
|
0,9021
|
41,2
|
39,52
|
49,1
|
-12,2
|
-20,6
|
Wijen
|
0,9133
|
35,5
|
39,35
|
40,2
|
-3,9
|
-9,4
|
Kedelai
|
0,9138
|
32,6
|
39,62
|
37,9
|
-3,9
|
-12,2
|
Bunga matahari
|
0,9161
|
33,9
|
39,58
|
37,1
|
7,2
|
-15,0
|
Diesel No. 2
|
0,8400
|
2,7
|
45,34
|
47,0
|
-15,0
|
-33,0
|
Sumber : Goering, C.E., A.W. Schwab, M.J. Daugherty, E.H.
Pryde, dan A.J. Heakin, “Fuel Properties of Eleven Vegetable Oils”, Trans.
ASAE 25, 1472 – 1477 (1982). *) OT
= (berkadar) Oleat Tinggi
|
Tabel 26. Sifat-sifat beberapa minyak-lemak nabati (lanjutan)
|
|
Minyak
|
Massa jenis (20 oC), kg/liter
|
Viskositas kinematika (20 0C), cSt
|
DHc, MJ/kg
|
Angka setana
|
Titik awan/ kabut, oC.
|
Titik tuang, oC.
|
Kelapa
|
0,915
|
30
|
37,10
|
40 – 42
|
28
|
23 – 26
|
Sawit
|
0,915
|
60
|
36,90
|
38 – 40
|
31
|
23 – 40
|
Kapas
|
0,921
|
73
|
36,80
|
35 – 50
|
-1
|
2
|
Jarak pagar
|
0,920
|
77
|
38,00
|
23 – 41
|
2
|
-3
|
Kacang tanah
|
0,914
|
85
|
39,30
|
30 – 41
|
9
|
-3
|
Kanola
|
0,916
|
78
|
37,40
|
30 – 36
|
-11
|
-2
|
Kedelai
|
0,920
|
61
|
37,30
|
30 – 38
|
-4
|
-20
|
Bunga matahari
|
0,925
|
58
|
37,75
|
29 – 37
|
-5
|
-16
|
Diesel
|
0,830
|
6
|
43,80
|
50
|
-9
|
-16
|
Ester Metil Kanola
|
0,880
|
7
|
37,70
|
49
|
-4
|
-12
|
Sumber : Vaitilingom, G. dan A. Liennard, “Various
Vegetable Oils as Fuel for Diesel and Burners: J. curcas Particularities”,
hal. 98 – 109 dalam G.M. Gübitz, M. Mittelbach dan M. Trabi (ed), “Biofuels
and Industrial Products from Jatropha curcas”, Dbv-Verlag für die
Technische Universität Graz, Graz,
Austria,
1997.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Minyak
Sawit Kasar -Crude Palm Oil
Crude Palm Oil (CPO) merupakan
hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan Tandan Buah
Segar (TBS), perontokan, dan pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian
mesokarp buah kelapa sawit yang telah mengalami beberapa proses, yaitu
sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi.
Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai
tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah segar.
CPO dapat digunakan sebagai bahan
baku industri
minyak goreng, industri sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya,
industri yang selama ini menyerap CPO paling besar adalah industri minyak
goreng (79%), kemudian industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan
sisanya industri margarin (3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan
oleokimia dasar yang terdiri atas asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan
proses produksi minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21%
stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate
(PFAD), dan 0.5% buangan. Komponen asam
lemak yang terdapat dalam CPO disajikan pada Tabel 27 sedangkan sifat fisiko
kimianya dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 27. Komposisi asam lemak
dari CPO
Asam Lemak
|
Rantai C
|
Komposisi (% b/b)
|
Asam Laurat
|
12:0
|
0,2
|
Asam Miristat
|
14:0
|
1,1
|
Asam Palmitat
|
16:0
|
44,0
|
Asam Stearat
|
18:0
|
4,5
|
Asam Oleat
|
18:1
|
39,2
|
Asam Linoleat
|
18:2
|
10,1
|
Sumber: Hui (1996
Tabel 28. Sifat
fisiko kimia CPO
Sifat Fisiko Kimia
|
Nilai
|
Trigliserida
|
95 %
|
Asam lemak bebas (FFA)
|
2 – 5 %
|
Warna (5 ¼ ” Lovibond Cell)
|
Merah orange
|
Kelembaban & Impurities
|
0.15 – 3.0 %
|
Bilangan Peroksida
|
1 -5.0 (meq/kg)
|
Bilangan Anisidin
|
2 – 6 (meq/kg)
|
Kadar β-carotene
|
500-700 ppm
|
Kadar fosfor
|
10-20 ppm
|
Kadar besi (Fe)
|
4-10 ppm
|
Kadar Tokoferols
|
600-1000 ppm
|
Digliserida
|
2-6 %
|
Bilangan Asam
|
6,9 mg KOH/g minyak
|
Bilangan Penyabunan
|
224-249 mg KOH/g minyak
|
Bilangan iod (wijs)
|
44-54
|
Titik leleh
|
21-24ºC
|
Indeks refraksi (40ºC)
|
36,0-37,5
|
Palm
Kernel Oil (PKO)
Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari
bagian kernel buah kelapa sawit (Gambar 28) dengan cara ekstraksi pelarut atau
dengan cara pengepresan. Komponen asam
lemak terbesar penyusun PKO adalah asam laurat (Tabel 29). Hal
ini menjadikan PKO memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak
kelapa. Sifat fisiko kimia PKO disajikan pada Tabel 30.
Tabel 29. Komposisi
asam lemak dari PKO
Asam Lemak
|
Rantai C
|
Komposisi (% b/b)
|
Asam Laurat
|
12:0
|
47-53
|
Asam Miristat
|
14:0
|
15-19
|
Asam Palmitat
|
16:0
|
8-11
|
Asam Stearat
|
18:0
|
1-3
|
Asam Oleat
|
18:1
|
12-19
|
Asam Linoleat
|
18:2
|
2-4
|
Sumber: Hui (1996)
Tabel
30. Sifat fisiko kimia PKO
Sifat Fisiko Kimia
|
Nilai
|
Kadar Asam lemak bebas (FFA)
|
25 % (m/m)
|
Bilangan Asam
|
225 mg KOH/g
minyak
|
Bilangan Penyabunan
|
256 mg KOH/g
minyak
|
Bilangan iod (wijs)
|
14 - 23
|
Titik leleh
|
48ºC
|
B. Pengolahan Kelapa Sawit
Tandan buah sawit dari kebun
akan langsung diolah. Proses yang dilakukan meliputi proses sterilisasi, perontokan,
pencacahan, dan pengepresan untuk mendapatkan minyak sawit. Dari proses
pengepresan akan dihasilkan fase cair (minyak) dan fase padat berupa ampas.
Fase cair merupakan fase minyak yang masih banyak mengandung pengotor seperti
serat-serat maupun pasir sehingga perlu dilakukan penyaringan dan klarifikasi
untuk memisahkan pengotor-pengotor tersebut. Diagram alir pengolahan kelapa
sawit disajikan pada Gambar 29 di bawah ini.
Pemulusan/Pemurnian Minyak
Proses pemulusan/pemurnian
merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah
untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas
dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau,
stabilitas daya simpan, dan warna produk (Leong, 1992).
Dalam sudut pandang industri,
tujuan utama dari pemulusan/pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah
menjadi edible oil yang berkualitas
dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang
diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau
pengotor dalam minyak mungkin biogenic
misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi
pengotor yang diambil oleh tanaman dari lingkungannya (Borner et al., 1999).
Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi,
penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik.
Proses pemurnian yang tepat
sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang
berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai
keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk
minyak:
(i)
Pembersihan secara kimia (alkali)
(ii)
Pembersihan secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan
pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan
secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunakan teknik
pembersihan menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas
(FFA) pada minyak yang dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses
pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal tersebut, menurut
literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan
dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian,
Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi,
kehilangan yang lebih sedikit (refining
factor (RF) < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih
rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani (Yusoff dan Thiagarajan, 1993).
Refining Factor (RF)
adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan
kualitas dari input dan dihitung yaitu :
RF biasanya dikuantifikasi untuk
berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan RF
dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran
volumetrik yang disesuaikan dengan temperatur atau menggunakan accurate cross-checked flow meters
(Leong, 1992).
Scara umum, pemurnian secara
kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia
dan secara fisik digambarkan pada Gambar 30.
Pemulusan/Pemurnian (Refining) Kimia
Pemulusan/pemurnian secara kimia atau
pemulusan/pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk
memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2.
Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau
1) Degumming dan Netralisasi
Pada tahap ini, bagian fosfatida dari
minyak dihilangkan dengan menambahkan additive
di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive
yang paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu,
dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam
lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan
terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara basa dengan asam
lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan
air panas. Reaksi kimia yang terjadi
pada tahap ini adalah sebagai berikut:
R-COOH + NaOH Ã RCOONa + H2O
2)
Penjernihan dan Filtrasi
Minyak
yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam
bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di
bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang
kering kemudian ditambahkan karbon sehingga karbon tersebut akan mengadsorpsi
warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi
untuk memisahkan adsorben dari minyak. Minyak
yang diperoleh lebih jernih dari awal.
3)
Penghilangan Bau
Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung
beberapa bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi. Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana
silindris yang dinamakan “Deodoriser”.
Deodoriser dijaga pada kondisi vakum
yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi.
Senyawa yang volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian
didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak
yang bening.
Pemulusan/Pemurnian (Refining) Fisika
Pemulusan
secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak
bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang
rendah. Cara ini
menggantikan penambahan basa pada metode pemulusan/pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat
dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas
dan senyawa volatile lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen stripping yang efektif. Pada tahap
pemulusan/pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Proses pemulusan/pemurnian
secara fisika disajikan pada Gambar 31. Kelebihan pemulusan/pemurnian fisika
dibanding kimia adalah:
ü
Mendapatkan
hasil yang baik
ü
Asam
lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas yang tinggi
ü
Stabilitas
minyak baik
ü
Peralatan
yang digunakan murah
ü
Operasinya
sederhana
Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)
Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang telah mengalami proses
penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk
menghilangkan warna dan penghilangan bau.
Minyak ini dikenal khalayak ramai sebagai minyak goreng. Sifat fisiko
kimia dari RBDPO dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Sifat fisiko
kimia dari RBDPO
Parameter
|
Nilai
|
Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
|
0.05
|
Moisture
& Impurities (M&I)
|
0.02
|
Bilangan
Anisidin
|
2.0
|
Kadar
fosfor
|
3 ppm
|
Kadar
besi (Fe)
|
0.15 ppm
|
Kadar
tembaga (Cu)
|
0.05 ppm
|
Palm Fatty Acid Distillate
(PFAD)
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)
merupakan hasil samping pemurnian CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan sistem vakum. Komponen
terbesar dalam PFAD aadalah asam lemak bebas, komponen karotenoid, dan senyawa
volatil lainnya. Secara umum proses pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat
menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya.
Pada umumnya PFAD
digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan ternak. PFAD memiliki kandungan Free
Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E
0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%.
RBD Olein
RBD Olein merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase
cair. Komponen asam lemak terbesar dari
RBD Olein adalah asam oleat (Tabel 32).
Tabel 32. Komponen asam lemak pada RBD Olein
Asam
Lemak
|
Perbandingan
|
Komposisi
(% b/b)
|
Asam Laurat
|
12:0
|
0,1-0,5
|
Asam Miristat
|
14:0
|
0,9-1,5
|
Asam Palmitat
|
16:0
|
37,9-41,7
|
Asam Stearat
|
18:0
|
4,0-4,8
|
Asam Palmitoleat
|
16:1
|
0,1-0,4
|
Asam Oleat
|
18:1
|
40,7-43,9
|
Asam Linoleat
|
18:2
|
10,4-13,4
|
RBD Stearin
RBD Stearin
merupakan minyak yang diperoleh dari fraksinasi CPO dalam fase padat. Komponen asam lemak terbesar dari RBD stearin
adalah asam palmitat (Tabel 33).
Tabel 33. Komponen asam lemak pada RBD Stearin
Asam Lemak
|
Perbandingan
|
Komposisi (% b/b)
|
Asam Laurat
|
12:0
|
0,1-0,6
|
Asam Miristat
|
14:0
|
1,1-1,9
|
Asam Palmitat
|
16:0
|
47,2-73,8
|
Asam Stearat
|
18:0
|
4,4-5,6
|
Asam
Palmitoleat
|
16:1
|
0,05-0,2
|
Asam Oleat
|
18:1
|
15,6-37,0
|
Asam Linoleat
|
18:2
|
3,2-9,8
|
C. Pengolahan
Biodiesel Kelapa Sawit
Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati
yang dibuat dari minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas
penggorengan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi.
Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, dapat dihasilkan biodiesel
CPO, biodiesel PFAD, Biodiesel Olein maupun biodiesel stearin.
Biodiesel sebagai bioenergi
digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM pada motor diesel. Biodiesel dapat digunakan baik dalam
bentuk 100 % (B100) atau campuran dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX) seperti 10 persen
biodiesel dicampur dengan 90 persen solar dikenal dengan nama B10. Campuran
biodiesel dengan solar yang ada di pasaran dikenal dengan biosolar.
Biosolar merupakan campuran
antara 95% solar produksi kilang Balongan dan 5% Fatty Acid Methyl Ester
(FAME). Biosolar ini merupakan nama
dagang pertamina untuk bahan bakar motor (mesin) diesel yang merupakan campuran
biodiesel di dalam solar. Biosolar merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
Secara umum, biosolar lebih baik karena ramah lingkungan, pembakarannya bersih,
biodegradable, mudah dikemas dan disimpan, serta merupakan bahan bakar yang
dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat yang menggunakan biosolar tidak
perlu dimodifikasi. Biosolar juga dapat memperpanjang umur mesin dan menjamin
keandalan mesin dengan lubrisitas atau pelumas maksimum 400 mikron.
Bahan bakar yang berbentuk cair ini
memiliki sifat menyerupai solar sehingga sangat prospektif untuk
dikembangkan. Disamping
sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan
dengan solar. Kelebihan biodiesel
dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan bakar yang ramah
lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur,
smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number lebih
tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan
minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable
(dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan
alam yang dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar
karena dapat diproduksi secara lokal.
Deskripsi Proses Biodiesel
Dalam pengertian populer dewasa ini, yang dimaksud dengan biodiesel adalah
bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester-ester metil (atau etil)
asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau
etanolisis, produk sampingnya berupa gliserol.
Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifikasi dengan metanol
atau etanol, produk sampingnya berupa air.
Produk biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses metanolisis
biasanya harus dimurnikan dari pengotor-pengotor seperti sisa-sisa metanol,
katalis, dan gliserol. Fase gliserol-metanol bebas-air maupun fase
gliserol-metanol-air dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gliserol dan
metanol (untuk didaur ulang). Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui
proses-proses berikut ini.
a. Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida dengan metanol atau etanol.
Trigliserida adalah triester
dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom
karbon 6 s/d 30. Persamaan stoikiometri
generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai
berikut :
Gambar 32. Stoikiometri generik
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
Transesterifikasi
dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis sehingga reaksi di atas
disebut juga metanolisis. Tanpa adanya katalis, sebenarnya reaksi berlangsung
amat lambat. Katalis bisa berupa zat yang bersifat basa, asam, atau enzim
[Schuchardt dkk. (1998), Lotero dkk. (2005), Fukuda dkk. (2001)]. Efek pelancaran
reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis inilah yang
sekarang lazim diterapkan dalam praktek. Reaksi metanolisisnya sendiri
sebenarnya berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut :
Katalis basa yang paling
populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida, kalium
hidroksida, natrium metilat (metoksida), dan kalium metilat. Katalis sejati
bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida) yang jika pun katalis yang
ditambahkan adalah hidroksida, akan terbentuk melalui reaksi kesetimbangan :
OH¾ + CH3OH H2O + CH3O¾
Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil
asam lemak pada tiap siklus katalitiknya adalah sebagai berikut (mekanisme
serupa berlangsung pada konversi digliserida menjadi monogliserida dan
monogliserida menjadi gliserol) :
Gambar 33. Mekanisme reaksi pembentukan produk
ester metil asam lemak
Dengan katalis basa, reaksi
metanolisis dapat berlangsung cepat pada temperatur-temperatur relatif rendah
(temperatur kamar sampai titik didih normal metanol, yaitu 65oC)
[Formo (1954)]. Karena ini,
kebanyakan proses industrial/komersial beroperasi pada rentang temperatur ini
dan tekanan atmosferik; katalis yang ditambahkan biasanya sebanyak 0.5–1.5 persen
dari berat minyak yang diolah.
Wright dkk. (1944) dan Freedman dkk. (1984), yang menyelidiki ulang (atau
memverifikasi) kondisi proses yang diklaim Bardshaw and Meuly (1942, 1944), menyatakan bahwa untuk
mendapatkan perolehan ester yang maksimum, bahan mentah yang digunakan dalam
proses metanolisis trigliserida berkatalis basa harus memenuhi persyaratan
sebagai minyak yang betul-betul mulus (murni) (fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan
kadar air < 0,3 %. Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka
dengan katalis basa (natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur
60–65 oC, nisbah molar (metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1
(yaitu minimum 2 kali nisbah stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah
praktis sempurna dalam waktu 1 jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah,
yakni 32 oC, derajat metanolisis sudah mencapai 99 % dalam tempo
sekitar 4 jam.
Standardisasi Biodiesel
Indonesia SNI-04-7182-2006
menunjukkan bahwa biodiesel komersial di Indonesia harus berkadar ester metil
paling sedikitnya 96,5 %-berat dan berkadar gliserol total (yaitu yang bebas
maupun terikat dalam bentuk sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan
monogliserida) tak lebih dari 0,24 %-berat. Perlu pula dicatat bahwa konversi
minyak ke ester metil disertai penurunan drastis viskositas dan nilai
viskositas biodiesel yang di atas persyaratan biasanya menunjukkan kadar
sisa-sisa gliserida dan gliserol yang masih agak tinggi. Karena penyingkiran
sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dari produk reaksi
merupakan operasi yang sulit (atau mahal), persyaratan kadar ester metil dan
kadar gliserol total (+ nilai viskositas) tersebut berarti bahwa
transesterifikasi harus dilakukan sampai konversi gliserida-gliserida ke ester
metil praktis sempurna. Ini dapat
dicapai dengan menerapkan kondisi-kondisi reaksi yang sudah disebutkan di atas.
Untuk menurunkan lagi jumlah metanol yang dibutuhkan untuk mencapai konversi
sempurna tersebut, misalnya sampai kira-kira 1,5 x nisbah stoikiometrik,
transesterifikasi dapat juga dilaksanakan dalam 2 tahap atau lebih, yang
masing-masingnya bisa dilakukan pada temperatur maupun jumlah metanol yang sama
maupun berbeda.
Transesterifikasi sebenarnya
adalah reaksi kesetimbangan, sekalipun posisi kesetimbangannya sangat berat ke
pihak pembentukan produk. Pengamatan-pengamatan terhadap data literatur
menunjukkan bahwa konversi kesetimbangannya makin besar (mendekati 100 %) jika
temperatur lebih rendah. Oleh karena itu, mendekati akhir dari pelaksanaan
proses transesterifikasi, temperatur reaksi sebaiknya diupayakan serendah
mungkin.
Campuran reaksi di
dalam proses-proses transesterifikasi yang diulas di atas adalah sistem dua
fase (yaitu terdiri atas fase minyak dan fase alkohol). Untuk lebih mempercepat lagi reaksi
metanolisis (sehingga transesterifikasinya bisa selesai, misalnya saja, hanya
dalam beberapa menit), beberapa pengembang proses telah menambahkan pelarut,
misalnya saja tetrahidrofuran, yang mampu membuat campuran reaksi menjadi suatu
fase tunggal (cosolvent). Akan
tetapi, penambahan pelarut biasanya sangat memperbesar nilai minimum nisbah
molar alkohol : minyak dan juga mengubah parameter-parameter lainnya. Tambahan
pula, tahap-tahap pengolahan pasca transesterifikasi menjadi lebih rumit, karena adanya kebutuhan untuk
menjumput (to recover) dan
mendaur-ulang pelarut tersebut.
b. Esterifikasi asam-asam
lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.
Berlawanan dengan
reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam-asam lemak, Reaksi ini merupakan
reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran
katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis yang cocok adalah zat
berkarakter asam kuat, sehingga asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam
jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation
asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek
industrial.
Posisi kesetimbangan
reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada pembentukan ester metil,
sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung sampai ke konversi
sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi 120 oC),
reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus
disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penyingkiran air ini dapat ditempuh dengan
berbagai cara alternatif :
- menguapkan
fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian
mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana reaksi
[Harrison dkk. (1968)];
- mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam
anhidrat yang membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 or
CaSO4); atau
- mengekstrak
air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau
propilen glikol [Lepper dkk. (1986)].
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak
(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa
katalis, metanol, dan gliserol (atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel
mentah (kasar) tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan
terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai mencuci
disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis.
Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum untuk
menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ³ 100 oC (pertanda bebas
metanol).
Melalui kombinasi-kombinasi
yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, dan
barangkali juga dengan pelaksanaan reaksi secara bertahap, konversi sempurna
asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai
beberapa jam.
Proses
transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk mengolah bahan baku
dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi seperti CPO low grade,
maupun PFAD.
Pembuatan Bio oil berbasis limbah
pengolahan kelapa sawit
Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu,
kertas, atau biomassa lainnya, yang diproduksi melalui teknologi pyrolysis (pirolisa) atau fast pyrolysis (pirolisa cepat),
berwarna gelap dan memiliki aroma seperti asap. Fast pyrolysis adalah dekomposisi termal dari komponen organik
tanpa kehadiran oksigen dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas, dan
arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih
lanjut kita kenal sebagai bio oil.
Proses produksi bio oil
dimulai dengan mempersiapkan bahan baku lignoselulosa
seperti kayu atau limbah agroindustri menjadi partikel–partikel yang lebih
kecil hingga diameter kurang dari 1 mm. Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk
mempercepat reaksi pirolisis. Bahan
kemudian dimasukan ke dalam reaktor yang dipanaskan pada suhu 450 – 500°C tanpa
kehadiran oksigen. Bahan baku akan
terbakar dan akan menguap seperti droplet yang dilemparkan air ke dalam permukaan
wajan panas. Di dalam reaktor pirolisis, partikel
akan dikonversi menjadi uap yang dapat dikondensasi, gas yang tidak dapat
dikondensasi, dan padatan arang. Produk
kemudian ditransportasikan ke dalam cyclone.
Di dalam cyclone gas yang dapat dikondensasi
akan dikondensasikan dan selanjutnya disebut sebagai bio oil, dan arang yang
terbentuk dipisahkan. Sementara itu, gas
yang tidak dapat terkondensasi (termasuk di dalamnya
CO2, H2, dan CH4) akan dibakar dan dikembalikan ke reaktor untuk menjaga panas dari proses.
Dalam reaksi produksi bio
oil tidak dihasilkan limbah atau zero
waste (Gambar 35). 100 % bahan baku dikonversi menjadi bio oil dan arang,
sedangkan gas yang tidak dapat dikondensasi dikembalikan ke dalam proses
sebagai sumber energi. Tiga produk akhir yang dihasilkan dalam proses pirolisis
yaitu : bio oil (60 – 75 wt %), arang (15 – 20 wt %), dan gas tidak
terkondensasi (10 – 20 wt %).
Deskripsi Proses Green Diesel
Green diesel merupakan
cairan menyerupai bahan bakar solar yang sangat bersih, yang dihasilkan melalui
kombinasi antara gasifikasi biomasa (GB) dan sintesis Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini biomasa digasifikasi untuk
menghasilkan gas atau biosyngas yang
kaya akan H2 dan CO. Setelah pembersihan, biosyngas bisa digunakan
sebagai gas umpan pada reaktor sistesis FT dimana H2 dan CO dirubah
menjadi hidrokarbon rantai panjang yang kemudian dirubah menjadi green diesel pada proses
berikutnya. Pada sintesis FT satu mol CO
bereaksi dengan dua mol H2 membentuk hidrokarbon rantai lurus
alifatik (CxHy). Katalis FT biasanya berbasis besi atau
kobalt. Sekitar 20% dari energi kimia dilepaskan sebagai panas pada reaksi
eksotermik ini:
CO
+ 2H2 → - (CH2) - + H2O (1)
Mengikuti persamaan 1, reaksi FT mengkonsumsi
hidrogen dan karbon monoksida dengan perbandingan H2/CO = 2. Jika
rasio dalam gas umpan lebih rendah, bisa disesuaikan dengan reaksi Water-Gas Shift (WGS).
CO
+ H2O ↔ CO2 + H2 (2)
Katalis FT berbasis besi menunjukkan aktivitas WGS dan perbandingan H2/CO
disesuaikan di dalam reaktor sintesis. Pada kasus katalis berbasis kobalt,
perbandingan perlu disesuaikan sebelum sintesis FT. Kondisi
umum operasi untuk sintesis FT adalah temperatur 200-250ºC dan tekanan 25-60
bar. Polimerisasi menghasilkan produk dalam beberapa fraksi, terdiri atas
fraksi hidrokarbon-hidrokarbon ringan (C1 dan C2), LPG (C3-C4),
nafta (C5-C11), diesel (C9-C20),
dan lilin (>C20). Distribusi produk tergantung dari katalis dan
kondisi operasi proses. Dalam kaitan
dengan produksi green diesel, kondisi
proses bisa dipilih untuk menghasilkan jumlah maksimum dari produk pada rentang
diesel. Bagaimanapun juga, hasil diesel yang lebih tinggi bisa dicapai ketika
sintesis FT dioptimasikan melalui produksi lilin. Lilin ini bisa dipecah untuk
menghasilkan predominan diesel. Untuk proses ini diperlukan hidrogen tambahan,
yang bisa diproduksi dari produk samping syngas
yang dirubah secara sempurna menjadi hidrogen melalui reaksi Water-Gas Shift WGS (2).
3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit
A.
Analisis finansial budidaya kelapa sawit
Budidaya kelapa
sawit merupakan salah satu usaha pertanian yang banyak diminati investor.
Tingginya produktivitas lahan serta aspek pasar yang sangat prospektif menjadi
pendorong tingginya investasi di bidang ini. Budidaya kelapa sawit sangat
identik dengan skala budidaya yang besar, meskipun demikian tidak menutup
kemungkinan usaha pada skala yang lebih kecil. Pada umumnya skala budidaya
kelapa sawit yang besar dilakukan jika pihak pengusaha bermaksud mendirikan
juga unit pengolahannya, sedangkan untuk skala yang lebih kecil dilakukan
dengan memproduksi TBS yang dijual kepada pengumpul. Jika ingin mendirikan pabrik
pengolahan sendiri, hingga diperoleh CPO, luas areal perkebunan kelapa sawit
minimal adalah 6.000 ha. Berikut ini adalah analisis usaha budidaya kelapa
sawit skala 6.000 ha.
Pada analisis ini, asumsi-asumsi yang digunakan antara
lain :
·
Luas
lahan budidaya adalah 6.000 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan untuk
perkebunan sawit kelas 3 (S3).
·
Populasi
kebun 143 pohon/ha
·
Jumlah
bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit
·
Produktivitas
lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3)
Umur
|
Produktivitas (ton/ha/thn)
|
Umur
|
Produktivitas (ton/ha/thn)
|
3
|
6
|
15
|
24
|
4
|
10
|
16
|
23
|
5
|
14
|
17
|
22
|
6
|
18
|
18
|
22
|
7
|
23
|
19
|
21
|
8
|
25
|
20
|
20
|
9
|
25
|
21
|
19
|
10
|
25
|
22
|
18
|
11
|
25
|
23
|
17
|
12
|
25
|
24
|
16
|
13
|
25
|
25
|
15
|
14
|
24
|
|
|
·
Kelapa
mulai berproduksi pada tahun ke 3 dan dapat berproduksi hingga tahun ke 25.
·
Hasil
dari kebun dijual kepada pengumpul dengan harga TBS adalah Rp. 600/kg.
BIAYA
Pendirian kebun kelapa sawit
seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang
dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya investasi terdiri dari biaya
pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan
biaya pengadaan sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di
dalamnya lahan, bangunan, peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi untuk
peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian kebun
budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 34. Secara
rinci, biaya investasi disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit
6.000 ha
|
Uraian Investasi
|
Total Biaya (Rp)
|
A
|
Fasilitas
penunjang
|
|
|
1. Kantor
|
200,000,000
|
|
2. Kendaraan,
infrastruktur kebun
|
7,520,000,000
|
|
3. Fasilitas penunjang kantor
|
16,850,000
|
|
|
|
B
|
Peralatan budidaya
|
2,178,000,000
|
|
Total Investasi
|
9,914,850,000
|
Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan
adalah sebesar Rp. 8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk pembelian bahan.
Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35 . Rincian biaya operasional kebun budidaya
kelapa sawit tahun pertama
|
Tenaga Kerja
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga/satuan
|
Total
Biaya (Rp)
|
1
|
Pembukaan lahan
|
168000
|
HOK
|
20,000
|
3,360,000,000
|
2
|
Pembuatan jalan dan
drainase
|
96000
|
HOK
|
20,000
|
1,920,000,000
|
3
|
Pembuatan lubang tanam
|
48000
|
HOK
|
20,000
|
960,000,000
|
4
|
Pemupukan pada lubang tanam
|
18000
|
HOK
|
20,000
|
360,000,000
|
5
|
Penanaman bibit
|
108000
|
HOK
|
20,000
|
2,160,000,000
|
|
|
|
|
|
|
|
Total Biaya TK
|
|
|
|
8,760,000,000
|
|
|
|
|
|
|
|
Bahan
|
|
|
|
|
1
|
bibit sawit
|
858000
|
batang
|
12,000
|
10,296,000,000
|
2
|
Pupuk
|
|
|
|
|
|
SA
|
0
|
kg
|
2,600
|
0
|
|
TSP
|
429000
|
kg
|
1,800
|
772,200,000
|
|
KCl
|
0
|
kg
|
3,500
|
0
|
|
Kieserite
|
0
|
kg
|
1,200
|
0
|
|
Borium
|
0
|
kg
|
2,000
|
0
|
|
ZA
|
0
|
kg
|
1,200
|
0
|
|
MOP
|
0
|
kg
|
3,000
|
0
|
3
|
Pestisida
|
0
|
L
|
50,000
|
0
|
|
Total biaya Bahan
|
|
|
|
11,068,200,000
|
Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya
disajikan pada Tabel 36 dan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama
umur ekonomi proyek
Tahun
|
Biaya operasional
|
Tenaga kerja (Rp)
|
Bahan (Rp)
|
Tahun 1
|
17,040,000,000
|
8,510,160,000
|
Tahun 2
|
14,640,000,000
|
10,732,380,000
|
Tahun 3
|
12,006,400,000
|
11,109,900,000
|
Tahun 4
|
12,006,400,000
|
7,377,600,000
|
Tahun 5
|
12,006,400,000
|
7,377,600,000
|
Tahun 6
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 7
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 8
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 9
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 10
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 11
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 12
|
12,006,400,000
|
15,099,600,000
|
Tahun 13
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 14
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 15
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 16
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 17
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 18
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 19
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 20
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 21
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 22
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 23
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 24
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
Tahun 25
|
12,006,400,000
|
14,070,000,000
|
PENDAPATAN
Pendapatan kebun
kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah Sawit (TBS). Harga yang
digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga (pertama kali panen),
asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun. Dengan produktivitas
tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS dan mendatangkan
pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-.
Sedangkan pada tahun ke 8-13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25
ton/ha/tahun, maka pada tahun 8 akan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-.
PROYEKSI
ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA
Kelayakan usaha
budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi arus kas dan perhitungan
kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C serta PBP. Usaha
dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap
disajikan pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan
disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37. Kriteria kelayakan usaha budidaya kelapa sawit
Kriteria
kelayakan
|
Nilai
|
NPV
|
Rp. 91,840,709,247
|
IRR
|
33%
|
B/C Ratio
|
9.00
|
PBP
|
6.98
|
Dari perhitungan
kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun budidaya kelapa sawit
layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur proyek 25
tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
bank (33% > 15%), B/C ratio lebih besar dari 1 dan modal yang dikeluarkan
dapat kembali pada tahun ke 6.98.
B.
Analisis finansial biodiesel kelapa sawit
Asumsi perhitungan
Dalam perhitungan analisis
finansial biodiesel kelapa sawit, digunakan beberapa asumsi yaitu umur ekonomi proyek
20 tahun, kapasitas produksi 6.000 ton/tahun serta beberapa parameter lainnya
yang disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38. Asumsi-asumsi pada Unit Pengolahan
Biodiesel Kelapa Sawit
1
|
Kapasitas Produksi
|
|
|
|
|
Kapasitas operasi
|
100%
|
60,000
|
ton per tahun
|
2
|
Keuangan
|
|
|
|
|
Debt Equity Ratio
|
70%
|
30%
|
|
|
Bunga
|
|
|
|
|
- Investasi
|
|
12%
|
per tahun
|
|
- Modal kerja
|
|
12%
|
per tahun
|
|
Pembayaran
|
|
|
|
|
- Investasi
|
|
8
|
tahun
|
|
- Modal kerja
|
|
5
|
tahun
|
|
Depresiasi
|
|
10
|
tahun
|
3
|
Utilitas dan konsumsi
|
|
|
|
|
Uap 5 bar
|
|
150,000
|
Rp/ton
|
|
Listrik
|
|
552
|
Rp/KWH
|
|
Air pendingin
|
|
460
|
Rp/m3
|
|
Air untuk proses
|
|
9,200
|
Rp/m3
|
|
Air sisa
|
|
13,800
|
Rp/m3
|
|
Nitrogen cair
|
|
2,760
|
Rp/kg
|
|
Lain-lain
|
|
23,000
|
Rp/ton B-D
|
4
|
Bahan baku (kimia)
|
|
|
|
|
CPO
|
|
4,000,000
|
Rp/ton
|
|
Metanol
|
|
2,760,000
|
Rp/ton
|
|
KOH
|
|
7,360,000
|
Rp/ton
|
|
H2SO4
|
|
1,380,000
|
Rp/ton
|
|
Bahan tambahan 1
|
|
16,560,000
|
Rp/ton
|
|
Bahan tambahan 2
|
|
11,960,000
|
Rp/ton
|
5
|
Biaya lain
|
|
|
|
|
Orang/tenaga kerja
|
|
4,600,000,000
|
Rp/tahun
|
|
Pengawasan dan over head
|
|
2,300,000,000
|
Rp/tahun
|
|
Pemeliharaan
|
|
529,759
|
Rp/tahun
|
|
Asuransi
|
|
3,680,000,000
|
Rp/tahun
|
|
Lab/Quality control
|
|
2,208,000,000
|
Rp/tahun
|
|
Biaya pemasaran
|
|
1,380,000,000
|
Rp/tahun
|
|
Lain-lain
|
|
1,840,000,000
|
Rp/tahun
|
6
|
Harga produk
|
|
|
|
|
Bio Diesel
|
|
7,176,000
|
Rp/ton
|
|
Gliserol teknis
|
|
2,760,000
|
Rp/ton
|
Investasi
Biaya investasi untuk
pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek, dan modal kerja. Biaya
proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan untuk pengadaan tanah,
bangunan dan peralatan juga biaya IDC
(Interest during construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama
pendirian pabrik (perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja
adalah modal yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan
pembantu, tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha.
Total investasi yang
diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana modal tersebut diperoleh dari
pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (70:30). Rincian biaya investasi
disajikan pada Tabel 39.
Modal kerja terdiri dari
biaya variabel yang jumlahnya tergantung
pada jumlah biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak
dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal
kerja tertinggi yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan
dikali dengan faktor konversi 1.5 yaitu sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya operasional bahan baku selama 30 hari dan
inventory 60 hari.
Tabel 39. Investasi pendirian pabrik
biodiesel sawit
1
|
Biaya Investasi
|
OSBL
|
ISBL
|
TOTAL
|
|
Pengeluaran pra-proyek
|
3,413,200,000
|
0
|
3,413,200,000
|
|
Lahan
|
2,760,000,000
|
0
|
2,760,000,000
|
|
Pengolahan air
|
920,000,000
|
0
|
920,000,000
|
|
Loading arm
|
11,040,000,000
|
0
|
11,040,000,000
|
|
Power plant
|
15,927,406,961
|
0
|
15,927,406,961
|
|
Pabrik
|
0
|
147,200,000,000
|
147,200,000,000
|
|
Pajak PPn 10% & Pajak
lain
|
3,406,060,696
|
14,720,000,000
|
18,126,060,696
|
|
Biaya Proyek
|
37,466,667,657
|
161,920,000,000
|
199,386,667,657
|
2
|
IDC
|
|
|
17,410,714,986
|
|
Total Biaya Proyek
|
|
|
216,797,382,643
|
|
|
|
|
|
3
|
Modal kerja
|
|
|
57,229,724,407
|
4
|
Biaya finansial
|
|
|
8,220,813,212
|
|
Total Investasi
|
|
|
282,247,920,262
|
Biaya variabel terdiri
dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas dan konsumsi serta
transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas pabrik maksimal
(100%) disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40. Biaya Operasional Pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton/tahun
|
Deskripsi
|
Konsumsi
|
Satuan
|
Harga/satuan
|
Total
|
A
|
Biaya Variabel
|
|
|
|
|
|
Bahan
baku/kimia
|
|
|
|
|
|
CPO
|
1.07
|
Ton/Ton B-D
|
4,000,000
|
256,800,000,000
|
|
Metanol
|
0.115
|
Ton/Ton B-D
|
2,760,000
|
19,044,000,000
|
|
KOH
|
0.016
|
Ton/Ton B-D
|
7,360,000
|
7,065,600,000
|
|
H2SO4
|
0.001
|
Ton/Ton B-D
|
1,380,000
|
82,800,000
|
|
Bahan
tambahan 1
|
0.003
|
Ton/Ton B-D
|
16,560,000
|
2,980,800,000
|
|
Bahan
tambahan 2
|
0.001
|
Ton/Ton B-D
|
11,960,000
|
717,600,000
|
|
|
Sub Total
|
|
|
286,690,800,000
|
|
Utilitas
dan Konsumsi
|
|
|
|
|
|
Uap
5 bar
|
0.67
|
Ton/Ton B-D
|
150,000
|
6,030,000,000
|
|
Listrik
|
67.15
|
kWh/Ton B-D
|
552
|
2,224,008,000
|
|
Air
pendingin
|
1.68
|
m3/Ton B-D
|
460
|
46,368,000
|
|
Air
untuk proses
|
0.17
|
m3/Ton B-D
|
9,200
|
93,840,000
|
|
Air
sisa
|
0.17
|
m3/Ton B-D
|
13,800
|
140,760,000
|
|
Nitrogen
cair
|
0.84
|
kg/Ton B-D
|
2,760
|
139,104,000
|
|
Lain-lain
|
2.1
|
Rp/Ton B-D
|
23,000
|
2,898,000,000
|
|
|
Sub Total
|
|
|
11,572,080,000
|
|
Total Biaya Variabel (A)
|
|
|
|
298,262,880,000
|
B
|
Biaya Tetap
|
|
|
|
|
|
Orang/tenaga kerja
|
1
|
Rp/Tahun
|
4,600,000,000
|
4,600,000,000
|
|
Pengawasan dan over head
|
1
|
Rp/Tahun
|
2,300,000,000
|
2,300,000,000
|
|
Perawatan
|
1
|
Rp/Tahun
|
529,759
|
529,759
|
|
Asuransi
|
1
|
Rp/Tahun
|
3,680,000,000
|
3,680,000,000
|
|
Lab/Quality control
|
1
|
Rp/Tahun
|
2,208,000,000
|
2,208,000,000
|
|
Biaya pemasaran
|
1
|
Rp/Tahun
|
1,380,000,000
|
1,380,000,000
|
|
Lain-lain
|
1
|
Rp/Tahun
|
1,840,000,000
|
1,840,000,000
|
|
Depresiasi
|
Tahun (Straight line)
|
21,679,738,264
|
|
Bunga
|
|
Rp/Tahun
|
|
18,248,864,568
|
|
|
|
|
|
|
|
Total Biaya Tetap
|
|
|
|
55,937,132,592
|
|
Total Biaya Produksi
|
|
|
|
354,200,012,592
|
Produksi dan Pendapatan Usaha
Dengan kapasitas produksi 6.000
ton biodiesel per tahun, dan harga jual Rp. 7.176.000,- per ton biodiesel maka
akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 430,560,000,000,-. Pendapatan dari
pabrik biodiesel akan bertambah dengan penjualan gliserol dan potasium sulfat
masing-masing sebesar Rp. 16,449,600,000,- dan Rp. 2,433,216,000,-. Secara
lengkap produksi dan pendapatan usaha biodiesel kelapa sawit disajikan pada
Lampiran 5.
Arus kas dan kriteria kelayakan usaha
Kelayakan industri bioetanol
berbahan baku sagu dianalisis menggunakan proyeksi arus kas dan perhitungan
kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan IRR. Usaha dikatakan layak jika
dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 6. Adapun
hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi
industri biodiesel sawit
Kriteria
investasi
|
Nilai
|
IRR
|
19.57%
|
NPV
|
167,565,686,218
|
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha
pendirian industri biodiesel kelapa layak dilakukan dan menguntungkan secara
finansial. Dengan umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga bank (19.57% > 12%).