Minggu, 16 September 2012

Tanah dalam Agroekoteknologi (FP UNIB)



TANAH dalam AGROEKOTEKNOLOGI

Oleh
Muhammad Faiz Barchia


A.  Pengertian Tanah 
Tanah adalah media berpori terbentuk pada permukaan bumi oleh proses pelapukan hasil interaksi aktivitas biologi, geologi, hidrologi, dan iklim.  Tanah berbeda dari bahan induk hasil pelapukan batuan karena tanah telah menunjukkan stratifikasi vertikal yang disebabkan oleh aktivitas air perkolasi dan kehidupan oganisme tanah.  Tanah dari pandangan ahli kimia tanah adalah biogeokimia sistem yang terbuka dan tersusun dari beragam komponen padatan, cairan dan gas.  Tanah sebagai sistem yang terbuka berarti pada sistem tanah terjadi pertukaran material dan energi dengan sistem sekitar dari atmosfer, biosfer, dan hidrosfer.  Aliran material  dan energi ke dan dari tanah sangat berfluktuatif dalam kisaran waktu dan beragam antar ruang wilayah, meskipun demikian aliran tersebut sangat signifikan dalam perkembangan pembentukan profil tanah, dan sangat menentukan tingkat kesuburan tanah.
Tanah adalah tubuh alam (natural body) terdapat pada permukaan bumi yang berasal dari bebatuan (natural material) dan telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam (natural force), sehingga membentuk regolit (lapisan berpartikel halus). Konsep tanah sebagai tutupan permukaan bumi yang berasal dari batuan yang telah melapuk atau regolit di atas dikembangkan oleh para ahli geologi pada akhir abad ke-18. Selanjutnya, perkembangan pengetahuan tentang tanah sepanjang abad ke-19 sangat progresif sehingga menuntut penyusunan konsep tentang tanah yang lebih komprehensif berdasarkan data dan fakta dari penemuan-penemuan yang baru sepanjang abad itu.  Dan, ahli tanah pada akhir abad ke-19 membangun konsep tentang tanah sebagai tubuh alam yang terstruktur (organized natural body).  Pandangan revolusioner tentang tanah diawali oleh Dokuchaev, seorang ahli tanah Rusia yang melakukan observasi tentang beragam jenis tanah dan morfologinya dari beragam bentang alam. Selanjutnya dari observasinya sekitar tahun 1870 menemukan banyak keragaman dari tanah, dan pada suatu wilayah tertentu terdapat tanah yang mempunyai kesamaan sifat dan morfologi dengan tanah di tempat lain dengan kondisi lingkungan pembentuk tanah yang sama.  Selanjutnya dikatakan, setiap jenis tanah mempunyai morfologi yang unik sebagai hasil kerja dari kombinasi iklim, material kehidupan dari tanaman dan binatang, bahan induk, topografi dan umur dari bentang lahan.  Tanah adalah produk evolusi dan selalu berubah mengikuti waktu.  Dinamika dan evolusi alami dari tanah ini didefinisikan seperti berikut :
Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) pada permukaan bumi yang telah menjadi subjek oleh, atau dipengaruh oleh faktor genetik dan lingkungan; bahan induk, iklim termasuk pengaruh temperatur dan kelembaban, organisme makro dan mikro, dan topografi, dan semua faktor tersebut bekerja sepanjang waktu menghasilkan suatu bentuk tanah yang berbeda dari bahan induk penyusunnya baik sifat fisik, kimia dan biologi maupun karakteristiknya.
Dari definisi di atas terlihat bahwa tanah berasal dari batuan yang melapuk karena pengaruh air, udara dan berbagai organisme hidup atau mati.  Dan, tanah adalah benda alam bebas yang terus menerus berubah secara lambat (independent natural evolutionary body), dan organisme baik mikro maupun makro sangat berperan dalam pembentukan tanah. 
Pandangan di atas lebih menitikberatkan pada konsep tanah dari proses pembentukannya saja, atau batasan pedologi. Ilmu tanah yang bekerja pada konsep di atas lebih tertuju pada ilmu pengetahuan alam murni yang mempelajari asal mula dan pembentukan tanah yang tercakup dalam bidang kajian genesis dan klasifikasi tanah. Tanah dalam kajiannya sebagai suatu hasil alami yang terbentuk dari pelapukan batuan sebagai akibat kegiatan iklim dan organisme tanah.  Ilmu tanah dalam konsep pedologi juga akan mempelajari banyak penamaan, penyusunan sistematika, sifat kemampuan dan penyebaran berbagai jenis tanah.  Tanah dalam ilmu pertanian juga menekankan pada peranannya sebagai tempat tumbuh dan penyediaan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kajian tanah dari aspek ini disebut edofologi, ilmu yang mempelajari bahan tanah yang subur.  Tanah adalah suatu campuran bahan-bahan organik dan mineral yang mampu mendukung kehidupan tumbuhan, Pedologi dan Edafologi  dalam ilmu tanah harus terintegrasi, yaitu ilmu yang mempelajari tanah sebagai bagian dari proses pembentukannya dan peranan tanah sebagai media pertumbuhan tanaman.  Peranan kehidupan sangat penting artinya bagi tanah dalam pandangan kedua konsep di atas, karena di satu sisi tanah dan sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan yang terdapat di dalam ekosistemnya, dan di sisi yang lain tanah merupakan media yang sangat diperlukan bagi kehidupan. Tanah merupakan medium alami tempat pertumbuhan tanaman, berkembang biak dan mati, dan karenanya menyediakan bahan organik selama bertahun-tahun yang dapat didaur ulang untuk penyediaan nutrisi tanaman. Tanah menyediakan dukungan fisik yang diperlukan untuk berpegang bagi sistem perakaran dan juga berfungsi sebagai tempat cadangan udara, air, dan nutrisi yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Subba-Rao, 1986). 
Tanah dalam Key to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1990) didefinisikan sebagai :
Kumpulan tubuh alam di permukaan bumi, setempat-setempat telah dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari material bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan mendukung atau mampu mendukung pertumbuhan tanaman di luar rumah
Definisi di atas tidak secara tegas dikaitkan dengan adanya horizon-horizon tanah, tetapi lebih diutamakan adanya gejala-gejala kehidupan di dalam tanah.  Tanah meliputi horizon-horizon tanah yang terletak  di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk, dan relief.
Bagian dari kerak bumi di bawah tanah dikenal sebagai lapisan batuan, sedangkan di atas lapisan batuan terdapat sekumpulan hasil lapukan, dan sering juga ditemukan bahan-bahan lepas.  Pada lapisan hasil lapukan ini apabila terdapat gejala-gejala kehidupan maka bagian dari profil tanah ini juga dapat diklasifikasikan ke dalam sistem tanah di atasnya.  Ini berarti yang disebut dengan tanah bukan hanya tanah yang telah memiliki horizon-horizon atau solum tanahnya saja, tetapi juga bagian tanah di bawah solum asalkan gejala-gejala kehidupan masih ditemukan.  Untuk lebih mudah memberikan batasan tanah ke bagian bawah adalah batas dimana tidak ada lagi kegiatan biologi, yang biasanya merupakan batas kedalaman perakaran tanaman tahunan alami.
B.  Tanah sebagai Sumber Daya Alam

Tanah dikategorikan sebagai sumber daya (resource) karena tanah adalah salah satu faktor produksi yang dapat dimobilisasikan dalam suatu proses produksi atau aktiva ekonomi sebagai modal usaha. Tanah sebagai sumber daya alam karena tanah adalah salah satu unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia. Tanah dalam suatu sistem sumber daya merupakan bagian dari rantai produksi yang harus dikelola dengan masukan teknologi sampai mendukung usaha produksi akhir untuk memenuhi kebutuhan manusia.  Sistem sumber daya tanah harus memperhatikan sejumlah sumber daya suplementer seperti teknologi, modal, dan sumber daya manusia, serta sejumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya sistem tersebut seperti berbagai hambatan agroekologi termasuk iklim yang dapat mempengaruhi tata produksi dalam agroekosistem.
Tanah sebagai sumber daya alam dalam sistem produksi selain bertujuan untuk menghasilkan produk utama bahan pangan, papan dan sandang, juga dapat menghasilkan rangkaian output suplementer yang dapat bersifat menguntungkan seperti teknologi baru dalam lingkup agroekoteknologi, kesempatan kerja, pengembangan wilayah.  Tetapi, pengelolaan tanah sebagai sumber daya alam juga dibatasi oleh Hukum Termodinamika II, yaitu disamping menghasilkan produk utama juga akan menghasilkan by product atau entropi seperti pencemaran. Pengelolaan yang keliru terhadap sumber daya alam tanah tidak hanya akan menurunkan nilai sumber daya tanah insitu, yaitu menurunnya produktivitas tanah dan tanah terdegradasi, tetapi juga dapat menurunkan kualitas ekosistem di hilirnya. 
Tanah sebagai sumber daya lahan pertanian mampu memenuhi 80% kebutuhan pangan dunia, dan hanya 10% yang dihasilkan dari peternakan dan perikanan, sehingga tanah sebagai sumber daya alam akan terus menahan beban untuk memenuhi pangan dunia yang terus meningkat.  Tanah dalam sistem produksi pertanian bersifat spesifik lokasi, sehingga tanah dalam agroekosistem ditentukan oleh interaksinya dengan unsur-unsur fisiko-kimia lingkungan (iklim, radiasi matahari), biologi (tanaman, gulma, hama, organisme menguntungkan), serta kondisi sosial ekonomi pemanfaat tanah  tersebut. 
C.  Agroekoteknologi
Agroekosistem adalah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan/atau serat-seratan.  Konsep agrosistem ini harus berdimensi luas, meliputi produktivitas (productivity), stabilitas (stability), keberlanjutan(sustainability) dan kemerataan (equity). Agroekoteknologi mengandung pengertian bahwa dalam upaya mengkonversi ekosistem menjadi agroekosistem dibarengi dengan masukan teknologi pertanian yang adaptif.
Teknologi dalam agroekosistem terus berkembang, produktivitas tanah sebagai sumber daya alam dengan beragam faktor pembatas yang sangat marjinal untuk ekstensifikasi pertanian  dapat diatasi dengan masukan teknologi dan energi. Tetapi, kalau masukan teknologi dan energi terus ditingkatkan tanpa mempertimbangkan karakteristik tanah, produksi pertanian akan mengalami pelandaian (levelling off) dan suatu waktu akan mencapai titik balik.  Pada titik balik tersebut sebidang sumber daya tanah dengan beragam masukan teknologi dan energi tidak akan memberikan hasil yang memadai lagi, bahkan akan mendatangkan kerugian. Pada titik ini sumber daya tanah telah mengalami kemunduran sifat dan telah kehilangan daya lentingnya.
Pemeliharaan dan pengelolaan produktivitas tanah adalah sentral dari pengembangan agroekosistem.  Produktivitas tanah sangat tergantung pada tingkat daur ulang sumber daya setempat dan menurunkan input dari luar sistem pada proses produksi sehingga meningkatkan efisiensi dari luaran per unit dari sumber daya input. Sumber daya tanah selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat nyata dalam peningkatan produksi pangan, namun bila pengelolaannya kurang tepat akan menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap produktivitas tanah dan lingkungan. Usaha intensifikasi pertanian di Indonesia seringkali mengakibatkan pengurasan  hara dari dalam tanah akibat pengangkutan panen dalam jumlah besar dan kehilangan hara oleh pencucian atau tererosi.
Sistem pengelolaan kesuburan tanah hanya ditekankan pada pergantian hara melalui pemupukan tanpa adanya usaha untuk mempertahankan usaha pengelolaan kesuburan tanah secara komprehensif.  Dengan demikian usaha intensifikasi ini seringkali diikuti oleh penurunan produksi tanaman dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Pengelolaan lahan pertanian yang semakin intensif seperti penggunaan pupuk anorganik dalam dosis tinggi secara terus menerus pada beberapa wilayah persawahan telah menunjukkan produksi yang levelling off, dan tambahan masukan ini tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi per satuan luas lahan. 
Pengembangan agroekosistem pada areal tanah tropika selama ini menunjukkan tingkat produktivitas yang rendah. Beberapa hasil penelitian dengan menggunakan beragam jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan menunjukkan hasil yang masih rendah yang belum sesuai dengan potensi produksi yang semestinya.  Tidak tercapainya potensi produksi pada tanah tropika ini dimungkinkan antara lain disebabkan oleh pengelolaan tanah yang belum optimal.  Sebagai contoh, produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika di beberapa wilayah perkebunan kelapa sawit di Indonesia ternyata masih rendah dan berada di bawah standar potensi lahan kelas S-3.
Pengelolaan tanah menjadi sumberdaya pertanian dan perkebunan harus memperhatikan sifat ekosistem secara keseluruhan karena agroekosistem ini merupakan sub-sistem binaan dari ekosistem wilayah yang sudah stabil. Pengembangan agroekosistem dengan komoditas tunggal mudah mengalami instabilitas secara teknis, ekonomis maupun ekologis.  Bila suatu wilayah hanya dikembangkan satu komoditas unggulan, bila terjadi serangan hama atau penyakit tanaman maka serangannya akan sporadis keseluruhan wilayah, dan kegagalan panennya akan berimplikasi pada kestabilan ekonomi wilayah.
Pengelolaan tanah konservasi di wilayah tropis khususnya di Indonesia menjadi penting karena untuk menjaga lingkungan dan kelestarian tanah serta peningkatan produksi, disamping mengurangi degradasi kesuburan tanah, erosi dan kemasaman tanah. Sistem pengelolaan tanah pada usaha tani konservatif merupakan suatu sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang dikaitkan dengan sumber daya alam yaitu iklim, teknologi termasuk konservasi tanah dan air, pola tanam tanaman semusim, tahunan termasuk ternak dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman secara berkelanjutan. Pengelolaan tanah meliputi kegiatan-kegiatan penyusunan rencana penggunaan tanah, pembukaan lahan, pencegahan erosi, pengolahan tanah dan pemupukan Pengelolaan tanah konservatif memberikan arti bahwa penggunaan tanah sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembatas agar tidak terjadi degradasi tanah.  Prinsip pengelolaan tanah konservatif adalah menetapkan kemampuan dan kesesuaian lahan dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembatas dan menetapkan model penggunaannya sehingga produktivitas lahan dapat berkelanjutan, mencegah degradasi tanah dan  melakukan restorasi lahan yang telah mengalami degradasi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers