Jumat, 07 Juni 2013

[Aqidah]PERAYAAN MALAM ISRA’ MI’RAJ

Samahatusy Syaikh Al ‘Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan sahabat beliau. Selanjutnya:
 Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan salah satu tanda kebesaran Allah yang agung dalam membuktikan kebenaran serta kedudukan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam. Sebagaimana halnya peristiwa tersebut juga merupakan salah satu bukti nyata kekuasaan Allah dan ketinggian-Nya diatas segenap makhluk-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya) : “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Al Israa’ : 1).
Dan telah banyak (mutawatir) riwayat dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bahwa beliau diangkat ke langit dan dibukakan baginya pintu-pintu langit sampai langit ketujuh. Allah mengajak bicara beliau dengan kehendak-Nya dan mewajibkan shalat 5 waktu. Pada awalnya Allah mewajibkan shalat 50 waktu, namun Nabi kita Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam meminta keringanan sampai 5 waktu saja. 5 waktu tapi ganjarannya seperti 50 waktu. Sebab satu kebaikan diberi balasan 10 kebaikan. Hanya kepada Allah pujian dan syukur atas segala kenikmatan-Nya.
Namun malam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut ternyata tidak disebutkan didalam hadits-hadits yang shahih tentang penentuan kapan terjadinya, tidak di bulan Rajab dan tidak pula selain di bulan Rajab. Setiap riwayat yang menyebutkan penentuan waktunya adalah riwayat yang tidak syah dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam menurut para ulama hadits. Hanya milik Allah hikmah yang sempurna kenapa manusia bisa lalai tentang penentuan waktunya.
Kalau seandainya penentuan waktunya itu ternyata syah dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam maka kaum muslimin tidak diperkenankan untuk  mengkhususkannya dengan suatu ibadah tertentu dan merayakannya. Sebab Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum ternyata tidak pernah merayakannya dan mengkhususkannya dengan ibadah tertentu. Kalau memang perayaan tersebut merupakan suatu hal yang disyariatkan maka niscaya diajarkan Rasul Shallallahu ’alaihi Wasallam baik melalui ucapan maupun perbuatan beliau. Dan kalau ada ucapan atau perbuatan tersebut niscaya diketahui dan dikenal. Sungguh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum pasti akan menukilkannya kepada kita karena mereka selalu menukilkan segala sesuatu yang dibutuhkan umat dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam. Mereka tidak pernah mengabaikan satupun perkara agama. Bahkan mereka adalah orang-orang yang terdepan dalam kebaikan. Sehingga kalau perayaan malam Isra’ Mi’raj memang disyariatkan niscaya mereka (para sahabat-pen) paling bersegera untuk melakukannya.
Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam sendiri merupakan sosok yang paling bersemangat dalam menasehati manusia. Beliaupun benar-benar telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanah. Sehingga kalau memang perayaan malam Isra’ Mi’raj itu bagian dari agama Allah niscaya tidak mungkin diabaikan dan disembunyikan Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam.
Maka tatkala semua itu tidak ada, dapat diketahui bahwa perayaan Isra’ Mi’raj sama sekali bukan dari Islam. Allah sendiri telah menyempurnakan agama ini dan nikmat-Nya. Dia pun mengingkari yang membuat ajaran dalam agama yang tidak diijinkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam kitab-Nya yang jelas dari surat Al Maidah (artinya): “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama kalian.”
Dia Azza wa Jalla juga berfirman dalam surat Asy Syuuraa (artinya) : “Ataukah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu akan memperoleh adzab yang sangat pedih.”
Telah sah dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dalam hadits-hadits shahih yang mengingatkan dari perbuatan yang diada-adakan (dalam agama-pen) sekaligus penegasan bahwa itu adalah penyimpangan. Hal itu dalam rangka mengingatkan umat islam tentang bahaya perbuatan yang diada-adakan tersebut sekaligus upaya untuk menjauhkan darinya. Diantara hadits tersebut adalah hadits dalam Ash Shahihain dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam bahwa beliau pernah bersabda (artinya) : ”Barangsiapa membuat sebuah ajaran dalam agama yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” Didalam riwayat Muslim : “Barangsiapa beramal sebuah ajaran (dalam agama) yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.”
Didalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, berkata : “Dahulu Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam pernah bersabda dalam khutbah Jum’at (artinya): “Selanjutnya: sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ’alaihi Wasallam. Sedangkan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah penyimpangan.” Al Imam An Nasa’i (dalam riwayatnya-pen) menambahkan dengan sanad jayyid lafadh : “… dan setiap penyimpangan itu didalam An Naar”.
Didalam kitab-kitab Sunan dari Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah pernah menasehati kami dengan nasehat yang mendalam sampai-sampai hati kami bergetar dan air mata kami berlinang. Kamipun berkata : “Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasehat seseorang yang akan berpisah maka berilah kami wasiat. Beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada penguasa walaupun dia seorang budak. Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu berpegang teguhlah kalian dengan sunnah (bimbingan-pen) ku dan sunnah Al Khulafa’ur Rasyidin yang terbimbing sepeninggalku. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan sebab perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan bid’ah itu didalam An Naar.” Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini cukup banyak.
Juga telah sah dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dan As Salafush Shalih (para pendahulu yang shalih-pen) setelah mereka tentang peringatan dan ancaman dari perkara yang diada-adakan. Tidaklah hal itu mereka lakukan melainkan karena perkara yang diada-adakan itu merupakan penambahan dalam agama, syariat yang tidak diijinkan Allah dan penyerupaan dengan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi maupun Nashara yang mereka telah menambahi dan mengada-adakan ajaran baru yang tidak diijinkan Allah. Demikian pula, perkara yang diada-adakan tadi merupakan pelecehan terhadap agama Allah dan tuduhan bahwa agama ini belum sempurna. Padahal sangat diketahui bahwa ini semua akan menimbulkan kerusakan yang besar, kemungkaran dan penentangan terhadap firman Allah Azza wa Jalla (artinya): “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.” Demikian pula hal ini merupakan penyimpangan yang jelas terhadap hadits-hadits Rasul ‘Alaihish Shalatu wa Salam yang mengingatkan dan menjauhkan dari perkara-perkara yang diada-adakan.
Aku berharap apa yang telah kami sebutkan diatas berupa dalil-dalil tadi bisa mencukupi bagi siapa saja yang menginginkan kebenaran, dalam rangka  (kami-pen) mengingkari perkara yang diada-adakan ini yaitu perayaan malam Isra’ Mi’raj dan mengingatkan tentang perayaan tersebut serta pernyataan bahwa perayaan tersebut sama sekali bukan dari Islam.
Dalam rangka menunaikan kewajiban dari Allah untuk menasehati kaum muslimin, menjelaskan tentang hal yang diajarkan Allah dalam agama ini dan keharaman menyembunyikan ilmu maka aku memandang perlu untuk mengingatkan saudara-saudaraku kaum muslimin dari perkara yang diada-adakan ini yang ternyata telah menyebar di banyak negeri kaum muslimin sampai-sampai sebagian mereka menyangka bahwa perkara ini termasuk bagian dari agama.
Allah-lah tempat kita memohon agar Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin seluruhnya, untuk Dia pahamkan mereka supaya mempelajari agama, memberikan taufiq kepada kita dan mereka untuk berpegang teguh dalam agama serta meninggalkan setiap perkara yang menyimpang. Sesungguhnya Dia Maha Mampu untuk mewujudkan itu semua. Semoga Allah melimpahkan shalawat, salam dan berkah kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau.
Diterjemahkan dari kitab “Hirasatut Tauhid” ha
l.56-59 oleh Al Ustadz Abdurrahman.
Sumber : assunnahmadiun

 

Followers